BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pancasila sebagai
dasar negara kita penuh dengan makna yang dimana didalamnya adalah suatu
kesepakatan suatu negara yang rindu dengan kedaulatan.
Dalam perancangan
dasar negara yang penuh dengan kontroversi antara rakyat Indonesia sendiri yang
masing-masing ingin menyuarakan pendapatnya. Kemudian daripada itu, rasa rindu
yang mendalam terhadap dasar negara yang wajib dimiliki oleh negara yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Begitu pula
perkembangan Pancasila yang sebagai dasar negara kita banyak bergejolak
dikarenakan oleh oknum-oknum yang ingin merubah Pancasila yang sudah disepakati
oleh kita semua warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.2. Masalah
Dalam masalah “Ekaprasetia
Pancakarsa” ini atau yang lebih dikenal dengan “Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila”, kami selaku penulis makalah ini akan membatasi
permasalahan pada hal berikut:
1. Apa itu
Ekaprasetia Pancakarsa ?
2. Mengapa
Ekaprasetia Pancakarsa itu menjadi kesepakatan Nasional ?
3. Jalur-jalur
apa saja Ekaprasetia Pancakarsa itu diterapkan ?
1.3. Tujuan
Sesuai dengan
uraian singkat di atas, karya tulis ini atau makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca maupun penulis, sekaligus
untuk memenuhi permintaan dosen kami Bapak Drs. H. Sofroyani sebagai tugas pada
semester pertama ini semoga sesuai dengan harapan beliau, dan harapan kita
semua. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.
BAB II
PEMBAHASAN
PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN
PANCASILA
(EKAPRASETYA PANCAKARSA)
SEBAGAI KESEPAKATAN NASIONAL
Pancasila
seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusian Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijjaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila
yang bulaat dan utuh itu memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia
bahwa kebahagian hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan
keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia
dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa
dengan bangsa lain, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam
mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagian rohaniah.
Dengan
keyakinan akan kebenaran Pancasila manusia ditempatkan pada keluhuran harkat
dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran untuk
mengemban kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
Dengan
berpangkal tolak dari kodrat mannusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang
merupakan makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial, maka penghayatan dan
pengamalan Pancasila akan ditentukan oleh kemauan dan kemampuan seseorang dalam
mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya
sebagai warga negara dan warga masyarakat.
Untuk
memenuhi kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat, manusia Indonesia
dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila secara bulat dan utuh menggunakan
pedoman sebagai berikut.
1. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
Dengan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan
ketaqwaaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karena itu manusia Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di
dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerja sama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan
yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup diantara sesama
umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sadar
bahwa agama dan kepercayaan tehadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan
diyakininya, maka dikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain.
2. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN
BERADAB
Dengan
sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama
derajatnya, yang sama hak-hak dan kewajiban asasinya, tanpa membedakan
suku-suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama
manusia, sikap tenggang rasa dan “tepa selira” serta sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar
melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan
keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa
dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah
sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
3. SILA PERSATUAN INDONESIA
Dengan
sila Persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi
atau golongan.
Menempaykan
kepentingan Negara dan Bangsa di atas kepentingan pribadi, berarti bahwa
manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan
Bangsa, apabila diperlukan. Oleh karena sikap rela berkorban untuk kepentingan
Negara dan Bangsa itu dilandasi oleh rasa cinta kepada tanah air Indonesia,
dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN
OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
Dengan
sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan haknya I menyadari
perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan Negara dan Masyarakat.
Karena
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak
boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil
keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan
musyawarah. Keputusan diusahakan secara mufakat. Musyawarah untuk mencapai
mufakat ini diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas
bangsa Indonesia.
Manusia
Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah,
karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan melaksanakannya
dengan I’tikad baik dan rasa tanggung jawab.
5. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI
SELURUH RAKYAT INDONESIA
Dengan
sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Untuk
itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Demikian
pula perlu dipupuk sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang
memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikap yang demikian ia tidak
menggunakan hak miliknya untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan teerhadap
orang lain, juga tidak untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan hidup bergaya
mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
Demikian
pula dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan umum. Kesemuanya
itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan
sosial.
Demikian
dengan ini ditetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang
dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa.
I. LATAR BELAKANG PERLUNYA
“PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN
PANCASILA”
Pengalaman sejarah
Bagi
bangsa Indonesia tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran dan ketetapan
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Memang, selama sejarah
Republik Indonesia sejak Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 tercatat
berbagai peristiwa dan pergolakan politik sampai dengan
pemberontakan-pemberontakan bersejarah, yang apabila dikaji secara mendalam
mempunyai tujuan akhir untuk merubah Pancasila sebagai dasar negara dan
menggantinya dengan dasar negara yang lain.
Dalam
pasang surutnya sejarah pertumbuhan bangsa kita selama lebih dari tiga
dasawarsa merdeka, kita mengalami berbagai babak sejarah. Ada masa di mana
kebenaran Pancasila sebagai dasar negara diperdebatkan lagi sehingga bangsa
kita nyaris berada di tepi jurang perpecahan. Mengenai hal ini sejarah politik
dan ketatanegaraan kita mencatat kemacetan siding konstituante, yang setelah
tiga tahun bersidang tidak berhasil melaksanakan tugasnya, terutama karena
adanya pikiran-pikiran untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara lain,
sehingga konstituante tidak berhasil mengambil keputusan mengenai dasar negara
Republik Indonesia. Kemelut nasional ini terpaksa diakhiri dengan dekrit
Presiden pada tanggal 5Juli 1959, dengan menyatakan berlakunya kembali
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dekrit ini terkandung pula penegasan Pancasila
itu sebagai dasar negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
II. PROSES TERJADINYA KETETAPAN MPR
NO. II/MPR/78
Apabila
kita telusuri kembali tahun-tahun pertama lahirnya Orde Baru, yang merupakan
awal dari tekad baru seluruh bangsa kita untuk melaksanakan kembali kemurnian
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka kita akan teringat kembali bahwa
sejak tahun 1966 Kepal Negara secara teratur dan terus-menerus mengajak kita
semua untuk memahami secara dengan penuh kesungguhan dan secara benar
melaksanakan apa yang ditujukan oleh pandangan idup dan dasar negara kita itu.
Ajakan
itu perlu kita perhatikan karena mewujudkan masyarakat Pancasila itulah akhir
segala gerak langkah bangsa kitaa dalam kehidupan kemasyarakatan dan
kenegaraan, terutama melalui pembangunan di segala bidang. Dengan memahami
secara mendalam dan benar, serta dengan mengamalkan Pancasila itu, kita akan
berjalan dengan lurus dan tiba dengan selamat pada tujuan perjalanan panjang
bangsa Indonesia seperti yang sejak semula menjadi kemerdekaan Nasional kita.
Pada
tanggal 12 April 1976, untuk pertama kalinya Presiden mengemukakan gagasan
–gagasannya mengenai pedoman untuk menghayati dan menjabarkan Pancasila yang
beliau beri nama “Ekaprasetia Pancakarsa”.
Ada
dua buah bahan pertimbangan yang
diajukan oleh Presiden kepada MPR, yang pertama mengenai Garis-Garis Besar
Haluan Negara dan yang kedua mengenai “P-4”. Kedua bahan pertimbangan tersebut
merupakan hasil kerja “Team Penghimpun Bahan-Bahan Sidang MPR” yang lebih
dikenal sebagai “Team Sebelas”, karena terdiri dari sebelas orang. Team ini
menghimpun dan menyaring bahan yang telah disusun oleh Dewan Pertimbangan
Keamanan Nasional yang antara lain mencakup sumbangan dan pikiran dari hamper
seluruh Universitas kita, dari cerdik-pandai, dari pemuka-pemuka masyarakat dan
dari berbagai lapisan masyarakat.
Sebagaimana
diketahui, untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugasnya MPR memiliki alat-alat
kelengkapan, ialah Badan Pekerja(BP) dan MPR dan komisi MPR. Salah satu tugas
dari BP MPR in adalah mempersiapkan Rancangan Acara dan RAncangan
Putusan-Putusan Sidang Umum atau Sidang Istimewa Majelis. Oleh peraturan Tata
Tertib MPR antara lain ditentukan bahwa rapat-rapat BP MPR harus telah
diselenggarakan sekurang-kurangnya dua bulan sebelum sidang umum atau sidang
Istimewa berlangsung. Mengingat bahwa Sidang Umum MPR untuk tahun 1978 akan
berlangsung dalam bulan Maret 1978, maka BP MPR untuk tahun 1978 akan
berlangsung mengadakan rapat-rapatnya dalam bulan Oktober 1977, yang terus
berlangsung sampai dengan bulan Januari 1978. Selanjutnya dalam melaksanakan tugasny, BP MPR telah
membentuk tiga buah Panitia Ad. Hoc. Satu diantaranya, ialah Panitia Ad Hoc II,
bertugas untuk menyusun Rancangan Ketetapan MPR tentang “P-4”. Bahan pembahasan
panitia Ad Hoc. II adalah rancangan Naskah “P-4” yang telah diajukan oleh
Presiden sebagai bahan pertimbangan pada majelis, yang merupakan lampiran dari
pidato Presiden yang disampaikan pada upacara pengambilan Sumpah/janji para
Anggota MPR pada tanggal 1 Oktober 1977.
Setelah
mengadakan rapat-rapat selama dari tiga bulan, panitia Ad Hoc. II MPR datang
pada kesepakatan-kesepakatan berikut. Pertama, bahwa “P-4” merupakan penunutun
dan pegangan hidup bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga Negara
Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan/lembaga
kemasyaraakatan, baik pusat maupun daerah dan dilaksanakan secara bulat dan
utuh. Kedua, khusus mengenai Pedoman tentang Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila dan pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dipandang perlu ada
penjelasan, penjelasan ini dianggap perlu oleh Panitia Ad Hoc. II karena
masalah-masalah yang menyangkut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dianggap cukup peka. Panitia Ad Hoc. II ini menghasilkan Rancangan
Ketetapan MPR tentang “P-4” yang kemudian diterima oleh BP MPR dan selanjutnya
merupakan bahan yang akan diputus oleh MPR dalam siding Umum bulan Maret 1978.
Dalam rapat-rapat BP MPR telah berbicara wakil-wakil seluruh Fraksi yang ada di
dalamnya. Semua fraksi mempunyai pandangan yang sama, ialah memandang perlu
adanya “P-4” dan perlunya menjaga kelestarian Pancasila.
Dengan
bahan-bahan yang telah disiapkan secara masak-masak dan melalui permusyawaratn-permusyawaratan
yang sangat mendalam dalam BP MPR itulah Majelis yang besar memasuki sidang
Umum yang berlangsung serlama dua belas hari dari tanggal 11 Maret s/d 23 Maret
1978.. untuk membahas bahan-bahan yang harus diputuskan, maka mejelis telah
membentuk tiga buah komisi. Satu diantara ketiga komisi ini ialah Komisi B,
menggarap Rancangan Ketetapan tentang “P-4”. Sama dengan Suasana dalam rapat
panitia Ad Hoc. II maka dalam rapat-rapat Komisi B, juga tampak kesamaan
pandangan antara semua fraksi, ialah bahwa dirasa perlu adanya “P-4” demi
kelestarian Pancasila. Yang belum tercapai kesepakatan adalah juga mengenai
bentuk hukum dari penuangan pedoman tersebut. Semua fraksi menyatakan bahwa
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu nafas dengan kehidupan bangsa dan negara
kita.
Selama
sidang Umum MPR berkembang kesepakatan bahwa : (1) MPR harus dapat mengambil
keputusan mengenai “P-4”, (2) sidang Umum MPR dibatasi oleh waktu, dan (3)
bahwa dalam hal MPR tidak dapat mencapai mufakat bulat, maka
keputusan-keputusan dapat diambil berdasarkan suara terbanyak, yang memang
dimungkinkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan Tata Tertib MPR. Dan
pada tanggal 21 Maret 1978, hari Selasa, hari kesebelas dari Sidang Umum MPR
tahun 1978, dengan suara terbanyak Rapat Paripurna MPR mengambil keputusan
mengenai ketetapan MPR tentang “P-4”, yang merupakan Ketetapan MPR No.
II/MPR/1978.
III. PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGALAMAN PANCASILA
1.
Penuntun
sikap dan tingkah laku manusia Indonesia
Dalam
uraian sebelumnya telah kita tegaskan, bahwa Pancasila yang telah diterima dan
ditetapkan sebagai dasar Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta merupakan kepribadian
dan pandangan hidup bangsa kita, yang telah dapat mengatasi percobaan dan ujian
sejarah,sehingga kita meyakini sedalam-dalamnya akan keampuhan dan
kesaktiannya.
Guna
melestarikan keampuhan dan kesaktian Pancasila itu perlu diusahakan secara
nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya oleh setiap warga Negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara
serta lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan , baik di Pusat maupun di Daerah.
Dan lebih dari itu, kita yakin baha pancsila itu lah yang dapat memberi
kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbing kita semua dalam
mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Untuk itu Pancasila harus kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
kehidupan pribadi, dalam kehidupan kemasyarakatan maupun dalam kehidupan
kenegaraan.
Untuk
memungkinkan dan memudahkan pelaksanaaan dan penghayatan dan pengamalan
Pancasila, diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi penuntun bagi sikap dan
tingkah laku setiap manusia Indonesia dan kehidupan kemasyarakatan dan
kenegaraan. Pedoman Penghayatan dan
pengamalan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam naskah yang menjadi lampiran
dari pada Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, telah memberikan petunjuk tentang
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Pedoman itu dituangkan dalam bahasa yang
sederhana dan jelas tidak lain dengan maksud agar mudah dapat kita pahami.
2.
Manusiawi
Setiap manusia mempunyai keinginan untuk
mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan
naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Dan seperti yang diisyaratkan oleh
ketetapan MPR NO. II/MPR/78, maka pancasila yang bulat dan utuh itu memberi
keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup manusia
sebagai pribadi, dan hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia
dengan alam, dalam hubungan bangsa, dan bangsa, dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahirlah dan kebahagiaan rohaniah.
Pancasila menempatkan manusia dalam
keluhuran harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia yang
menjadi titik tolak dari pada usaha kita untuk memahami manusia itu sendiri,
manusia dan masyarakatnya dan manusia dengan segenap lingkungannya. Adapun
manusia yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa. Manusia yang hendak
kita fahami adalah manusia yang di samping memiliki kekuatan, juga manusia yang dilekati dengan
kelemahan-kelemahan; manusia yang disamping mempunyai kemampuan-kemampuan ,
juga manusia yang mempunya I keterbatasan-keterbatasan. Manusia yang di samping
mempunyai sifat-sifat yang baik,juga manusia yang mempunyai sifat yang kurang
baik. Manusia yang hendak diharapkan untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila
bukanlah manusia yang kita tempatkan di
luar batas kemampuan.
Dengan perkataan lain , pedoman yang
menghayati dan mengamalkan Pancasila harus tetap manusiawi , artinya merupakan
pedoman yang memang mungkin dilaksanakan oleh manusia biasa .
Dalam usaha kita untuk mengamalkan
Pancasila, kita memang perlu menyelaraskan angan –angan dengan kenyataan kita
boleh melambungkan angan – angan kita mengenai kehidupan pribadi dan kehidupan
bermasyarakat yang kita anngap baik seperti yang kita bayangkan mengenai
kehidupan berdasarkan Pancasila .Tetapi dilain pihak kita harus tetap berpijak
pada kenyataan mengenai kemampuan manusiawi untuk mewujudkan angan – angan yang
indah itu . Menuntut dari manusia agar bersikap dan bertingkah laku diluar
batas kemampuan dan kelayakan manusiawi adalah mustahil. Namun dengan menyadar
sepenuhnya kodrat dan martabat kita sebagai manusia , kita terus berusaha untuk
meningkatkan corak dan mutu kehidupan kita yang kita kembangkan dari serba
hubungan yang terdapat antara kita sebagai manusia pribadi secara kodrat dengan
segenap lingkungan sosial kita .
3
. Kodrat Manusia
Agar Pancasila dapat diamalkan secara
manusiawi , maka pedoman penghayatan juga harus bertolak dari kodrat manusia ,
khususnya dari arti dan kedidikan manusia dengan manusia lainnya . pangkal
tolak ini sangat penting , sebab manusia hanya dapat hidup dengan sebaik –
baiknya dan manusia hanya dapat mempunyai arti ,apabila ia hidup bersama – sama
manusia lainnya didalam masyarakat .Tidak dapat dibayangkan adanya manusia yang
hidup menyendiri tanpa hubungan dan tanpa bergaul dengan sesama manusia
lainnya.
Dari sejak lahir sampai meninggal
manusia perlu bantuan atau bekerja sama dengan orang lain . Manusia sangat
memerlukan pengartian , kasih sayang , harga diri , pengakuan , dan tanggapan -
tanggapan emosional , yang sangat penting artinya bagi pergaulan dan
kesejahteraan hidup yang sehat .Tanggapan emosional itu hanya dapat ia peroleh
dalam hubungannya dngan manusia lain dalam masyarakat .
Inilah kudrat manusia, yang sebagai
mahkluk Tuhan, yaitu mahkluk pribadi sekaligus mahkluk sosial, “P 4” tersebut
bertolak dari kesadaran tentang sifat kudrati manusia sebagai individu
sekaligus makhluk sosial, merupakan kesatuan yang harus dikembangkan secara seimbang,
selaras dan serasi.
Kekuatan manusia pada hakekatnya
tidak terletak pada fisiknya atau jiwanya semata-mata, melainkan kekuatan
manusia terletak dalam bekerja sama dengan manusia lainnya. Dengan manusia
lainnya masyarakat menciptakan kebudayaan, yang pada akhirnya membedakan
manusia dengan mahkluk hidup lainnya. Yang mengantarkan umat manusia pada
tingkat, mutu, martabat dan harkatnya sebagai manusia yang hidup pada zaman
sekarang dan yang akan datang.
4 . PandanganPancasila terhadap Hubungan Antara Manusia Dan
Masyarakat.
Ada beberapa pandangan pokok mengenai hubungan manusia
didalam masyarakat. Pandangan pertama memberikan arti yang sangat kuat kepada
manusia sebagai pribadi. Pandangan ini menempatkan kebebasan individu yang
berlebihan. Dalam usaha mencapai kemajuan, manusia sering bersaing dengan
manusia lainnya dalam persaingan bebas yang kadang-kadang kejam, yang mengakibatkan penindasan oleh yang kuat
terhadap yang lemah. Ini membawa kecendrungan bahwa hanya yang kuat sajalah
mendapat hidup. Menurut pancasila arti dan hubungan antara manusia dan
masyarakat itu tidak memilih salah satu
dari pandangan tadi, melainkan bahwa kebahagiaan manusia akan tercapai
jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara
Masyarakat, yang dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila dalam
pancasila sebagai kesatuan.
5. Pengendalian diri : pangkal tolak penghayatan dan pengamalan pancasila
.
Dalam masyarakat Indonesia yang sangat aneka ragam
coraknya itu , kemauan dan kemampuan mengendalikan diri dan kepentingan adalah
suatu sikap yang mempunyai arti yang sangat penting dan bahkan merupakan
sesuatu yang sangat diharapkan , yang pada gilirannya akan menumbuhkan
keseimbangan dan stabilitas masyarakat .
Karena itu pangkal tolak penghayatan dan pengamalan
pancasila ialah kemauan dan kemampuan manusia Indonesia didalam mengendalikan
diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga
Negara dan warga masyarakat .
Dengan demikian maka
sikap hidup manusia pancasila adalah :
1. Kepentingan
pribadinya tetap diletakkan dalam kerangka kesadaran kewajibannya sebagai
makhluk sosial dalam kehidupan masyarakatnya .
2. Kewajiban
masyarakat dirasakan lebih besar dari kepentingan pribadinya .
Pengamalan
pancasila bertujuan untuk mewujudkan kehidupan pribadi dan kehidupan bersama
yang kita cita – citakan ,kehidupan baik itulah tujuan akhir dari pembangunan
bangsa dan negara kita .
6 .Ekaprasetia
Pancakarsa
Dalam ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978,”P
4” Dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”.Ekaprasetia
Pancakarsa berasal dari bahasa sansekerta . secara harfiah “Eka” berarti satu atau tunggal,”Prasetia” berarti janji atau tekad ,”panca” berarti lima dan “karsa” berarti kehendak yang kuat
.Dengan demikian Ekaprasetia Pancakarsa berarti tekad yang tunggal untuk
melaksanakan lima kehendak .Dalam
hubungan ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima kehendak yang kuat
itu adalah kehendak untuk melaksanakan kelima sila dari pancasila
Karena merupakan tekad, maka janji dalam
Ekaprasetia Pancakarsa lebih merupakan tekad yang tumbuh dari kesadaran sendiri
atau merupakan janji terhadap dirinya. Janji kepada diri sendiri merupakan
panggilan hati nurani. Janji itu adalah kudrat sebagai mahkluk pribadi
sekaligus mahkluk sosial.
Dan yang terkandung dalam Karsa adalah
kesadaran akan kodratnya serta kemauannya untuk mengendalikan kepentingannya
dalam menghayati dan mengamalkan kelima sila dari Pancasila
7. Pengamalan Pancasila
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, yang juga
dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa,
wujud pengamalan kelima sila dari pancasila sbb:
a.
Sila
ketuhanan yang maha esa:
1. Percaya
dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai kepercayaan masing-masing.
2. Hormat
menghormati antara umat beragama agar terbina umat kerukunan hidup.
3. Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing.
4. Tidak
memaksakan agama dan kepercayaan kepada orang lain.
b. Sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab:
1. Mengakui persamaan derajat, hak , dan
kewajiban antara sesama manusia .
2. Saling mencintai sesama manusia .
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak
semena-mena, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
c.
Sila persatuan Indonesia:
1
.Menempatkan Persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan
Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2.Rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
3
.Cinta tanah air dan bangsa.
4.Memajukan
persatuan dan kesatuan bangsa yang ber Bhineka Tunggal Ika .
d
.Sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan .
1.Mengutamakan kepentingan Negara dan
masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang
lain .
3.Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bangsa bersama .
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat dan
menerima hasil keputusan masyarakat .
5. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat
dan sesuai dengan hati nurani luhur
6 .Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME ,menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia serta nilai kebenaran dan keadilan .
e
.Sila keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia :
1 .Mengembangkan perbuatan yang luhur
mencermikan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong .
2 .Bersikap adil dan menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban .
3 .Menghormati hak orang lain,dan tidak
merugikan kepentingan umum .
4 .Suka bekerja keras dan menghargai hasil
karya orang lain
5 .Bersama – sama berusaha mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
IV.
Pola Pelaksanaan P4
Untuk
melaksakan P4 perlu usaha untuk dilakukan secara berencana dan terarah
berdasarkan suatu pola. Tujuannya adalah agar Pancasila sungguh-sungguh
dihayati dan diamalkan oleh segenap warga Negara, baik dalam kehidupan oleh
seseorang maupun dalam kehidupan kemasyarakatan. Berdasarkan pola itu
diharapkan lebih terarah usha-usaha;
-Pembinaan
manusia Indonesia agar menjadi Insan Pancasila
-Pembangunan
bangsa untuk mewujudkan masyarakat Pancasila
Sasaran pelaksanaan P4 adalah
perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik di lingkungan tempat tinggal
masing-masing maupun dilingkungan tempat kerja.
Langkah pertama adalah dengan penataran
Pegawai Republik Indonesia, karena mereka adalah abdi Negara dan abdi
masyarakat, yang pertama-tama harus menghayati dan mengamalkan Pancasila.
Langkah selanjutnya adalah menyebarluaskan kepada seluruh lapisan masyarakat
dengan menggunakan berbagai jalur dan penciptaan suasana yang menunjang antara
lain;
1. Jalur – jalur
yang digunakan :
a.
Jalur
Pendidikan
Dalam
melaksnakan P4 ,peranan pendidikan sangat penting , baik pendidikan sekolah
(formal) maupun pendidikan luar sekolah (non formal) yang terlaksana didalam
keluarga , sekolah dan lingkungan masyarakat .
1.
Keluarga
2.
Sekolah
3.
Lingkungan hidup
b.
Jalur
Media masa
Walaupun
pola pelaksanaan P4 melalui media masa, namun menggunakan komunikasi modern ini
perlu dijaga agar siaran – siaran yang tidak menguntungkan bagi pelaksanan P4
dapat dihindarkan .
c.
Jalur
organisasi sosial politik
Sesuai
dengan tekad untuk menjunjung tinggi demokrasi dan menegakkan kehidupan
kostitusional, maka kiranya semua partai politik hendaklah ikut serta
melaksanakan P4 ,sehingga pancasila itu lestari di Republik Indonesia ini .
2. Penciptaan
suasana yang menunjang meliputi kebiksanaan pemerintah dan peraturan perundang
– undangan ,aparatur Negara , dan kepemimpinan dan pemimipin masyarakat .
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Eka Prasetya
PancaKarsa
TAP No. II/MPR/1978,
22 Maret 1978
1.
SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab;
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup;
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya;
4. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2.
SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia;
2. Saling mencintai sesama manusia;
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa;
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain;
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;
6. Berani membela kebenaran dan keadilan;
7. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
3.
SILA PERSATUAN INDONESIA
1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan;
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
3. Cinta tanah air dan bangsa;
4. Bangga sebagai bangsa dan bertanah air Indonesia;
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
ber-Bhinneka Tunggal Ika;
4.
SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM
PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat;
2. Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain;
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama;
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan;
5. Dengan itikat yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah;
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur;
7. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5.
SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;
2. Bersikap adil;
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;
4. Menghormati hak-hak orang lain;
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain;
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain;
7. Tidak bersikap boros;
8. Tidak bergaya hidup mewah;
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum;
10. Suka bekerja keras;
11. Menghargai kerja orang lain;
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
B. SARAN
Sebagai warga Indonesia yang baik selayaknya
kita menghormati dasar negara kita dengan cara menjalankan makna-makna yang
terkandung di dalamnya agar supaya kita memenuhi apa yang dicita-citakan oleh
pemimpin kita dahulu yang menginginkan agar warga negara Indonesia menjadi
negara yang berasaskan Pancasila mengikuti kaedah-kaedah Pancasila yang
akhirnya menjadi kesepakatan suatu bangsa, yakni Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
PEDOMAN PENGHAYATAN
DAN PENGAMALAN PANCASILA, PT. PARYU BARKAH, JAKARTA, 1984
PROF. DR. KAELAN,
M.S. Pendidikan Pancasila,Paradigma,
Yogyakarta, 2008.
thankz gan,,,
BalasHapus