WELCOME

Senin, 26 Desember 2011

AKHLAK KEPADA RASULULLAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhalak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.
Jadi akhlak pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.[1]
Mengejar nilai materi saja, tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Bahkan hanya menimbulkan bencana yang hebat, karena orientasi hidup manusia semakin tidak memperdulikan kepentingan orang lain, asalkan materi yang dikejar-kejarnya dapat dikuasainya, akhirnya timbul persaingan hidup yang tidak sehat. Sementara manusia tidak memerlukan lagi agama untuk mengendalikan segala perbuatannya, karena dianggapnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan hidupnya.[2]
Disamping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Swt membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya.
Pada dasarnya, utusan Tuhan (rasulullah) adalah manusia biasa yang tidak berbeda dengan manusia lain. Namun demikian, terkait dengan status “rasul” yang disandangkan Tuhan ke atas dirinya, terdapat ketentuan khusus dalam bersikap terhadap utusan yang tidak bisa disamakan dengan sikap kita terhadap orang lain pada umumnya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan pokok masalah yang dibicarakan tentang, “Akhlak Terhadap Rasulullah” maka rumusan masalah ini difokuskan pada :
  1. Apa yang dimaksud dengan Akhlak itu ?
  2. Apa yang melatarbelakangi berakhlak kepada Rasullah ?
  3. Bagaimana cara berakhlak dengan Rasulullah itu ?
C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah bagaimana kita dapat mengerti cara yang tepat berakhlak kepada Rasullah, dikarenakan beliau adalah seorang manusia sekaligus rasul yang paling sempurna akhlak diantara makhluk lain ciptaan Allah. Jadi, tujuan penulisan makalah ini kurang lebih sebagai berikut:
  1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akidah Akhlak.
  2. Dengan mempelajari dan memahami bahan makalah ini, tentang pembahasan Akhlak kepada Rasulullah, maka kita dituntut agar dapat mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita bisa menjadi umat yang berbakti kepada Rasulullah. Amien.
D.    METODE PENULISAN
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan 2 metode yakni dengan metode kepustakaan dan juga dengan mencari bahan-bahan yang sesuai dengan judul yang diberikan kepada kami melalui blog-blog di internet dan semoga semuanya sesuai dengan apa yang diharapkan dosen dan semua teman-teman kelas III B.


                                                                           BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN AKHLAK
            Sebelum melangkah lebih jauh membahas masalah materi Ilmu Akhlak, seyogyanya perlu dimengerti terlebih dahulu tentang definisi Ilmu Akhlak itu. Untuk itu pembicaraan mengenai definisi akhlak, akan ditelusuri melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan dari aspek bahasa (etimologi) dan dari sudut istilah Islam (terminologi).
1.    Definisi Akhlak Secara Etimologi
            Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” (خلق) yang menurut logat diartikan : budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “khalkun” (خلق) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “khaliq” (خالق) yang berarti Pencipta dan “Makhluk” (مخلوق ) yang berarti diciptakan.
Perkataan akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari kata khulk. Khulk di dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. Di dalam Da ’iratul Ma’arif dikatakan:
“Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.
Bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhalak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.
Jadi akhlak pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.[3]

2.    Definisi “Akhlak” Aspek Terminologi:
            Berikut ini akan dibahas definisi “akhlak” menurut aspek terminologi. Beberapa pakar mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
a)      Ibn Miskawih
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu).
b)      Versi Imam Al-Ghazali
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu).
c)      Prof. Dr. Ahmad Amin
“Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlaak”.
            Menurut Ahmad Amin, kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan yang lebih besar. Kekuatan yang besar inilah yang bernama akhlak.
            Akhlak dermawan umpamanya, semula timbul dari keinginan berderma atau tidak. Dari kebimbangan ini tentu pada akhirnya timbul, umpamanya, ketentuan memberi derma. Ketentuan ini adalah kehendak, dan kehendak ini bila dibiasakan akan menjadi akhlak, yaitu akhlak dermawan.[4]
B.     IMAN KEPADA RASULULLAH
Rasul itu ialah seorng laki-laki merdeka yang diberikan wahyu oleh allah tentang agama dan mendapat perintah supaya menyiarkannya(tabligh)kepada semua makhluk(terutama manusia dan jin).kalau tidak mendapat perintah bertabligh,maka dia disebut nabi saja.
Jelasnya,seorang Rasul itu diwajibkan bertabligh untuk menyampaikan syariat agama kepada masyarakat, sedangkan seorang Nabi tidak ditugaskan demikian. Seorang nabi hanya diwajibkan memberitahukan kepada masyarakat bahwa dirinya itu nabi dan memberi penerangan tentang syariat seorang Rasul, terutama mengenai perkara gaib. Para nabi dan rasul itu adalah hamba-hamba Allah yang paling utama. Firman Allah SWT,
Dan semua mereka itu kami lebihkan atas sekalian alam (Al-An,am, 6;86)
Adapun banyaknya nabi dan rasul itu tidak ada yang tahu selain Allah SWT. Kita kaum muslimin wajib percaya bahwa Allah SWT telah mengutus para Rasul dan mengangkat para nabi dan rasul mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
Tujuan pokok dari kebangkitannya para Rasul itu ialah untuk mengajak ummatnya agar beribadah kepada Allah serta menegakkan agama-nya.
Firman Allah SAW;
Tidaklah kami mengutus seorang rasul yang sebelum kamu (Muhammad),melainkan kami memberi wahyu kepadanya, yaitu tiada Tuhan melainkan aku sendiri, sembahlah olehmu akan Aku. (Al-Ambiya, 21;25)
Kehadiran para Rasul adalah untuk membimbing umat manusia supaya berada dalam jalan yang benar yang dikehendaki Allah dan Rasulnya, memiliki akhlak mulia dan sopan santun yang mempertinggi jiwa. Rasul juga berupaya menetapkan hukum-hukum dan segala peraturan yang harus diikuti oleh manusia selama hidupnya.
Dengan demikian arti beriman kepada nabi dan rasul adalah tidak cukup hanya dengan pengakuan hati dan lisan saja, tetapi harus disertai dengan kesediaan melaksanakan seruannya dalam kenyataan hidup sehari-hari, sehingga manfaatnya lebih terasa lagi.[5]

C.    BAGAIMANA AKHLAK RASULULLAH ITU...?
Beliau adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Beliau sangat dermawan, paling dermawan di antara manusia. Pada bulan Ramadhan, beliau lebih dermawan lagi, lebih kencang memberi dibanding angin yang berhembus.
Jika memilih urusan, beliau pilih yang paling mudah selama tidak melanggar syariat Allah. Beliau sangat menghindar dari dosa. Jika diri beliau dizalimi, beliau sangat sabar. Namun, jika hak Allah yang dilanggar, beliau sangat murka.
Sangat pemalu melebihi gadis pingitan. Jika beliau tidak menyukai sesuatu, langsung terlihat pada raut wajahnya. Beliau tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika beliau suka maka dimakanlah makanan itu. Jika tidak suka, maka beliau tinggalkan tanpa mencelanya.
(Sumber: HR. Al-Bukhari, no. 3549, 35554, 3560, 3562, dan 3563)
Bicaranya sangat fasih dan jelas. Beliau menguasai logat-logat bangsa Arab. Mampu berbicara pada tiap suku bangsa Arab dengan logat masing-masing suku.
Jika dimintai sesuatu, beliau tidak pernah menjawab, “Tidak.”
Beliau sangat pemberani. Berapa banyak para pemberani dan patriot yang jika bertemu beliau, mereka lari. Ali bin Abi Thalib berkata, “Jika kami sedang ketakutan dan dikeppung bahaya, kami berlindung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tak satu pun yang jaraknya lebih dekat kepada musuh selain beliau.”
Beliau sangat jujur dan amanah. Sebelum diutus menjadi nabi dan rasul, beliau dijuluki “Al-Amin”. Al-Amin artinya “yang terpercaya”. Bahkan, musuh pun mengakui kejujuran dan amanahnya. Abu Jahal pernah berkata, “Kami tidak mendustakan dirimu, tetapi kami mendustakan ajaranmu.”
Beliau sangat tawadhu` dan jauh dari sifat sombong. Jika beliau datang ke suatu majelis, beliau tidak mau disambut seperti raja. Biasanya, jika seorang raja datang, orang-orang berdiri untuk menyambutnya. Namun Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ingin disambut seperti raja. Mari kita lihat, betapa rendah hatinya beliau.
Beliau biasa menjenguk orang sakit, duduk-duduk bersama orang miskin, memenuhi undangan hamba sahaya, dan duduk-duduk bersama sahabatnya.
Beliau sangat suka memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling penyayang, dan lembut terhadap orang lain, suka memaafkan, dan lapang dada. Terhadap pembantu, beliau tidak pernah membentak atau menyalahkan pekerjaan pembantunya yang tidak beres. Terhadap orang miskin, beliau cinta dan suka duduk-duduk bersama. Beliau menghadiri (pemakaman, ed) jenazah orang-orang miskin, dan tidak mencela orang miskin karena kemiskinannya.
Beliau senantiasa gembira, lebih banyak diam. Tawa beliau adalah dengan senyuman. Jika bicara tidak terlalu pelan dan tidak terlalu keras suaranya. Bicaranya jelas, bahasanya fasih dan mudah dimengerti.[6]
D.    DASAR PEMIKIRAN AKHLAK TERHADAP RASULULLAH

Berakhlak kepada Rasulullah dapat diartikan suatu sikap yang harus dilakukan manusia kepada Rasulullah sebagai rasa terima kasih atas perjuangannya membawa umat manusia kejalan yang benar.

Berakhlak kepada Rasulullah perlu dilakukan atas dasar pemikiran sebagai berikut:
1.        Rasulullah SAW sangat besar jasanya dalam menyelamatkan kehidupan manusia dari kehancuran. Berkenaan dengan tugas ini, beliau telah mengalami penderetin lahir batin, namun semua itu diterima dengan ridha.
2.        Rasulullah SAW sangat berjasa dalam membina akhlak yang mulia. Pembinaan ini dilakukan dengan memberikan contoh tauladan yang baik. Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ ﴿الاحزاب٢١ ﴾
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik. (al-Ahzab 21)

3.        Rasulullah SAW berjasa dalam mejelaskan al-Qur’an kepada manusia, sehingga menjadi jelas dan mudah dilaksanakan. Penjelasan itu terdapat dalam haditsnya, Firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿ألجمعة ٢﴾
Artinya: Dialah yang mengutus kepada kamu yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya, mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS al-Jumu’ah, 62; 2).

4.        Rasulullah SAW telah mewariskan hadits yang penuh dengan ajaran yang sangat mulia dalam berbagai bidang kehidupan.
5.        Rasulullah SAW telah memberikan contoh modek masyarakat yang sesuai dengan tuntunan agama, yaitu masyarakat yang beliau bangun di Madinah.

E.     CARA BERAKHLAK KEPADA RASULULLAH

Adapun diantara akhlak kita kepada rasulullah yaitu salah satunya ridho dan beriman kepada rasul , ridho dalam beriman kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadist nabi saw;
Aku ridho kepada allah sebagai tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan rasul.
Beriman kepada nabi dan rasul, yaitu berarti bahwa kita beriman kepada para Rasul itu sebagai utusan Tuhan kepada ummat manusia. Kita mengakui kerasulannya dan menerima segala ajaran yang disampaikannya.
Banyak cara yang dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW
Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan Allah SWT akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah:
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً ﴿ألنسا ٦٩﴾
Artinya: Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (QS 4:69).
Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul SAW Allah SWT akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita melakukan kesalahan, Allah berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿الإمران٣١ ﴾
Artinya: Katakanlah: “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 3:31)

Oleh karena itu, dengan izin Allah Swt, Rasulullah SAW diutus memang untuk ditaati, Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ ﴿ألنسا ٦٤﴾
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (QS 4:64).

Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan mentaatinya, maka ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah berfirman:
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً ﴿ألنّسا ٨٠﴾
Artinya: Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS 4:80).

Tunduk dan patuh kepada ajaran yang disampaikan Rasul. Allah berfirman:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ﴿ألنّور  ٥٤﴾
Artinya: Katakanlah: "Ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul. (QS an-Nur 54).

2.      Mencintai dan memuliakan Rasulullah
Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾
Artinya: Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS 9:24).

Mencintai ajaran yang di bawanya, Nabi Muhammad SAW, bersabda:
لايؤمن أحدكم حتّى اكون أحبّ اليه من نفسه ووالِده وولَده والنّاس أجمعين.
Artinya: Tidak beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya. (H.R. Bukhari Muslim).

3.      Mengucapkan sholawat dan salam kepada Rasulullah
Mengucapkan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai tanda ucapan terimakasih dan sukses dalam perjuangannya. Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi, Firman Allah SWT,
Rasulullah SAW dalam sabdanya menyatakan sebagai berikut:

البخيل من ذكرت عنده فلم يصلّ علىّ
Artinya: Orang yang kikir ialah orang yang menyebut namaku didekatnya, tetapinia tidak bersholawat kepadaku. (H.R Ahmad ).

من صلّى علىّ صلاة صلّى الله عليه بها عشرا
Artinya: Siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh kali sholawat. (H.R Ahmad).

إنّ اولى النّاس بى يوم القيامة اكثرهم عليّ صلاة
Artinya: Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat, ialah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku. (H.R Turmudzi).



4.      Mencontoh akhlak Rasulullah.
 Jika Rasulullah bersikap kasih saying keras dalam memperthankan prinsip, dan seterusnya maka manusia juga harus demikian. Allah berfirman:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً ﴿الفتح ٢٩ ﴾
Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya.(QS al-Fath 29).

5.      Melanjutkan Misi Rasulullah.
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh Rasul Saw:
Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.

6.       Menghormati Pewaris Rasul
Berupaya menjaga nama baiknya dari penghinaan dan cemoohan yang orang-orang yang tidak suka padanya.[7] Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ﴿٢٨﴾
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS 35:28).

Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh Rasulullah Saw:
Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui kepada mereka, maka barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang besar (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang berarti tidak ada kewajiban kita untuk menghormatinya.

7.      Menghidupkan Sunnah Rasul
Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:
Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah dengan segala bahayanya, beliau bersabda:
Sesungguhnya, siapa yang hidup sesudahku, akan terjadi banyak pertentangan. Oleh karena itu,. Kamu semua agar berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para penggantiku. Berpegang teguhlah kepada petunjuk-petunjuk tersebut dan waspadalah kamu kepada sesuatu yang baru, karena setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim, Baihaki dan Tirmidzi).
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw. [8]

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Akhlak adalah budi perkerti yang dilihat dengan kasyaf mata, orang yang berakhlak mulia akan selalu manis dilihat orang-orang di sekitar.
Rasulullah adalah Uswatun Hasanah bagi kita semua umat Islam, dari beliau kita mendapat anugerah yang begitu besar. Bukan hanya Rasulullah Saw, tetapi Rasul-Rasul yang diutus Allah pun selain Nabi Muhammad Saw juga mempunyai akhlak yang begitu mulia pula.
Akhlak terhadap Rasulullah sendiri menjadi acuan yang sangat penting bagi kehidupan kita, karena akhlak beliau yang begitu sempurna kita juga harus memperlakukan beliau dengan begitu sempurna juga, dilihat dari cerita pada zaman sahabat-sahabat beliau yang begitu mengagungkan beliau dan begitu hormatnya.
Adapun diantara akhlak kita kepada rasulullah yaitu salah satunya ridho dan beriman kepada rasul , ridho dalam beriman kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadist nabi saw;
Aku ridho kepada allah sebagai tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan rasul.
Beriman kepada nabi dan rasul, yaitu berarti bahwa kita beriman kepada para Rasul itu sebagai utusan Tuhan kepada ummat manusia. Kita mengakui kerasulannya dan menerima segala ajaran yang disampaikannya.
Banyak cara yang dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW
2.      Mencintai dan memuliakan Rasulullah
3.      Mengucapkan sholawat dan salam kepada Rasulullah
4.      Mencontoh akhlak Rasulullah.
5.      Melanjutkan Misi Rasulullah.
6.       Menghormati Pewaris Rasul
7.      Menghidupkan Sunnah Rasul

B.     SARAN
HORMATILAH RASULULLAH DAN TELADANI SIFAT AGUNGNYA
DAFTAR PUSTAKA
                        Bakar, Abu Jabir al-Jazairy, Pedoman dan program Hidup Muslim, CV Toha Putra, Semarang, 1984, hlm 48. -http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/drs-h-ahmad-yani-ketua-lppd-khairu-ummah-akhlak-kepada-rasul. tgl 15. 12. 2011.
Usamah, Abu Masykur, “Aku Cinta Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam“, cetakan pertama (Juni 2006/Februari 2007), , Penerbit: Darul Ilmi, Yogyakarta.
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002.
Rusli, Nasrun, SH, dkk. Materi pokok akidah akhlak 1 , Direktorat jenderal pembianaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka.1993.
Mustofa, AKHLAK TASAWUF, Pustaka Setia, Banddung, 1997.
Mansyur, Akidah Akhlak II. Penerbit Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1997, hlm 176.
Zahruddin AR, Sinaga, Hasanuddin, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo, Jakarta, 2004.





[1] Dr. Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002, Hal. 1-3
[2] Drs. H. A. Mustofa, AKHLAK TASAWUF, Pustaka Setia, Banddung, 1997. Hal. 16-17.
[3] Dr. Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002, Hal. 1-3
[4] Drs. Zahruddin AR, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo, Jakarta, 2004, Hlm. 1-5
[5] Drs. H, Nasrun Rusli, SH, dkk. Materi pokok akidah akhlak 1 , Direktorat jenderal pembianaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka.1993.
[6] (Sumber: Ar-Rakhiqul Makhtum, hlm. 489–493)
[7] Drs. Moh, Mansyur, Akidah Akhlak II. Penerbit Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1997, hlm 176.
[8]Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Pedoman dan program Hidup Muslim, CV Toha Putra, Semarang, 1984, hlm 48. -http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/drs-h-ahmad-yani-ketua-lppd-khairu-ummah-akhlak-kepada-rasul. tgl 15. 12. 2011.