WELCOME

Minggu, 27 Maret 2011

ILMU KALAM


BAB I
PENDAHULUAN

          Agama Islam memang adalah agama yang sangat mudah, masuk dalam agama Islam cukup hanya mengucapkan dua kalimat shahadat saja, tanpa ada paksaan harus dengan kerelaan hati sebab agama ini berasal dari tuhan kita yang dibawa oleh nabi kita, nabi Muhammad SAW, agama Islam sangat mudah beradaftasi dengan umat karena didalam agama Islam terdapat norma-norma kehidupan sehari-hari, ada pernyataan yang menyebutkan “Islam adalah norma kehidupan yang sempurna dan dapat beradaftaasi dengan setiap bangsa dan setiap waktu. Firman Allah bersifat universal, mencakup seluruh aktivitas dari suasana kemanusiaan tanpa ada perbedaan apakah aktivitas mental atau aktivitas duniawi” (Shimogaki, 1994:17).
            Sejarah dalam agama islam memang apabila digali tidak akan habis sampai akhir masa, sebab banyak sumber-sumber yang belum semuannya terungkap, tetapi kami hanya memaparkan sedikit pengetahuan kami tentang Islam khususnya dalam menjelaskan materi pokok mata kuliah Metodologi Studi Islam di dalam lingkup STAI DARUSSALAM.
 Akidah bagi setiapmuslim merupakan salah satu aspek ajaran islam yang wajib diyakini. Dalam Al-qur’an akidah disebut dengan al-iman (percaya) yang sering digandengkan dengan al-amal (perbuatan baik) tampaknya kedua unsur ini menggambarkan suatu integritas dalam ajaran Islam.
            Dasar-dasar akidah islam telah dijelaskan nabi Muhammad saw melalui pewahyuan Al-qur’an dan kumpulan sabdanya untuk umat manusia generasi muslim awal binaan Rasullullah saw telah meyakini dan menghayati akidah ini meski belum diformulasikan sebagai suatu ilmu lantaran lantaran rumusan tersebut belum diperlukan.
            Pada periode selanjutnya, persoalan akidah secara ilmiah dirumuskan oleh sarjana muslim yang dikenal dengan dengan nama mutakallimun, hasil rumusan mutakallimun itu disebut kalam, secara harfiah disebut sabda Tuhan, ilmu kalam berarti pembahasan tentang kalam tuhan (Al-qur’an) jika kalam diartikan dengan kata manusia itu lantaran manusia sering bersilat lidah dan berdebat dengan kata-kata untuk mempertahankan pendapat masing-masing.

          
Jadi  Ilmu Kalam adalah salah satu yang banyak di bahas dalam makalah ini, dan kami rasa hanya sekelumit saja yang bisa kami paparkan, sebab kami akui ini adalah tahun pertama kami kuliah dan pertama kali kami membuat makalah,apabila ada salah atau janggal saran dan kritik itulah yang kami harapkan.
 Semoga bermanfaat bagi semua teman-teman khususnya kami yang tergabung dalam kelompok 4 mahasiswa STAI DARUSSALAM MARTAPURA, didalam makalah ini terdapat perumusan masalah sebagai berikut;
1) Pengertian daripada Ilmu Kalam oleh para ahli.
2) Model-model penelitian dari para pemikir-pemikir Islam dalam menjelaskan cabang-cabang Ilmu Kalam.
3) Aliran-aliran (golongan-golongan) yang terdapat dalam agama Islam sesudah periode Nabi Muhammad SAW. Selengkapnya....Klik










THOHAROH


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
            Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti Sholat puasa, naik haji, jihad, membaca Al-Qur'an, dan lainnya. Dan setiap ibadah memiliki syarat – syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat diantaranya haji, yang memiliki syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Dan contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur'an, naik haji, dan lain sebaginya.
1.2 Identifikasi Masalah
            Hubungan ibadah dengan ilmu fiqih sangatlah erat karena dengan ilmu fiqih kualitas ibadah dapat tercapai dengan baik. Dan dengan ilmu fiqih dapat dipelajari bagaimana tata cara membersihkan diri dari najis dan hadats.

1.3 Pembatasan Masalah

            Dari latar belakang masalah di atas, agar pembahasan tidak meluas maka penulis akan membahasa mengenai mandi yang merupakan cara bersuci dari hadats

1.4 Perumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumus beberapa masalah diantaranya ialah bagaimana pengertian mandi, bagaimana rukun mandi, macam – macam mandi, dan hikmah dari mandi
.

بسم الله الرحمن الرحيم


ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين: البقرة

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan ia mencintai orang-orang yang bersuci (bersih, baik dari kotoran jasmani ataupun kotoran rohani, Al- baqarah : 222.”


قا ل النبي ص.م الطهور نصف الايما ن :رواه بخا ري و مسلم
“Telah bersabda Nabi SAW: Bermula bersuci itu adalah separu daripada Iman:H.R Bukhari dan Muslim.”

BAB II
PEMBAHASAN
IMPLEMENTASI THOHAROH DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
A. PENGERTIAN THAHARAH

Sabtu, 12 Maret 2011

TAYAMMUM DI DALAM PESAWAT


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

            Al-Quran adalah kalam Allah SWT., yang diturunkan kepada hambanya khusus umat Islam, yang di dalamnya terkandung aturan-aturan baik yang berhubungan dengan Allah SWT., yang disebut dengan hablum min Allah dan yang berhubungan dengan sesama makhluk khususnya manusia yang disebut dengan hablum min al-nas, dengan tujuan kemaslahatan manusia dalam menjalani roda kehidupan menuju ke tujuan akhir yang hakiki yaitu akhirat kelak.
            Segala sesuatu yang dilakukan manusia di atas dunia ini tergolong pada dua golongan besar ada kalanya bersifat 'ubudiyah dan ghair ubudiyah yaitu muamalah (muamalah ijtimaiyah dan muamalah taaqudiyah). Perbuatan manusia yang bersifat 'ubudiyah semuanya telah dijelaskan dalam al-Quran dan hadith dengan tafsil (gamblang dan terperinci) sehingga kecil kemungkinan terdapat lowongan bagi pemikir hukum Islam untuk berijtihad.
            Berbeda dengannya, perbuatan manusia yang bersifat muamalah khususnya ta'aqudiyah aturan-aturannya bersifat ijmali (global), sedang perinciannya diserahkan (tergantung) kepada manusia sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan pada masanya. Sehingga, kaidah usuliyah "al-Hukm yaduru ma'a illatih wujudan wa adaman"1 sangat berperan sekali dalam muaamalah ta 'aqudiyah.
            Shalat adalah salah satu rukun Islam yang diwajibkan kepada segenap umat Islam di manapun ia berada, kapanpun ia berada dan dalam keadaan apapun aturan yang bersangkutan dengan pelaksanaan salat sudah diatur secara gamblang dalam kitab fiqh berdasarkan dalil al-Quran dan al-Sunnah. Sebagaimana dikatakan oleh 'ulama' fiqh bahwa salah satu rukun salat adalah salat harus dilakukan dengan berdiri berdasarkan hadith fi'li (perilaku) dan qauli (perkataan) dari Rasul SAW. Akan tetapi, kalau salat tidak bisa dilakukan dengan berdiri bukan berarti kewajiban salat gugur, namun harus dikerjakan dengan cara lain selain berdiri seperti duduk dan kalau tidak bisa dilakukan dengan duduk maka harus dilakukan dengan keadaan berbaring.
Sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad SAW:

“Imran bin Husayn RA., terkena penyakit beser kemudian ia bertanya kepada Nabi SAW., tentang salat (cara salat, pen). Nabi SAW., berkata : Salatlah kamu dengan berdiri, kalau tidak bisa dengan duduk, dan kalau (juga) tidak bisa maka dengan berbaring" (HR. al-Bukhari).
            Begitu juga telah disepakati oleh 'ulama' fiqh bahwa pelaksanaan salat sebagaimana yang diwajibkan oleh shari' kepada hambanya ada hal-hal yang harus dilaksanakan baik sebelum melaksanakan salat sampai selesai salat dan (maupun) ketika salat berlangsung. Di antara hal-hal yang harus dilakukan sebelum salat berlangsung sampai salat selesai adalah suci dari hadath kecil (kencing, keluar angin dan lain-lain) dan hadath besar (jinabah, haid dan nifas). Oleh karenanaya, barang siapa yang akan melakukan salat ia harus dalam keadaan suci dari dua hadath.
Alat bersuci dari dua hadath sebagaimana disepakati 'ulama' fiqh adalah air. Sebagai ganti dari air apabila air tidak didapati atau ada air tetapi ada hal-hal yang menyebabkan tidak mungkinnya memakai air sebagai ganti dari air atau memakai air untuk menghilangkan hadath adalah bertayamum dengan debu.

            Al-Baghawi dalam tafsirnya Ma'alim al-Tanzil6 mengatakan bahwa tayamum adalah salah satu khususiyat (spesial) yang diberikan Allah SWT., kepada umat Muhammad SAW., sebagaimana diceritakan oleh Hudhayfah :

"Nabi SAW., bersabda : Saya diberi 3 kelebihan atas manusia lain (pen, para utusan) : Allah menjadikan barisanku (umatku) sebagaimana barisan para Malaikat, dan dijadikan bumi bagiku semuanya masjid, dan tanahnya (bumi) sebagai alat suci ketika tidak ada (ditemukan) air" (HR. Muslim).

            Kata tayamum dalam al-Quran penulis temukan terdapat 3 ayat di 3 tempat (surat) yang berbeda, yaitu :

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" al-Qur'an, 2 (al-Baqarah): 267.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); usaplah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun" al-Qur'an, 4 (al-Nisa'): 43.

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur" al-Qur'an, 5 (al-Maidah): 6.

Ayat nomor 2 dan nomor 3 menjelaskan kapan (waktu) tayamum boleh dikerjakan berikut tatacara pelaksanaannya dan hikmah dishariatkannya tayamum sebagaimana penjelasan akhir al-Qur'an, 5 (al-Maidah): 6. Sementara ayat yang pertama sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Kathir dalam tafsirnya Tafsir al-Quran al-'Azim bahwa kalimat "wa la tayammamu " dalam ayat tersebut bermakna al-qasd (menyengaja) dan ada yang mengatakan bermakna al-'udul (berpaling). Jadi ayat pertama itu tidak menjelaskan tayamum menurut istilah sebagaimana ayat kedua dan ketiga.
Dewasa ini kita temui umat islam di Indonesia bahkan di dunia berlomba-lomba datang ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji.Karena jauhnya perjalanan yang ditempuh ke Mekkah maka kita tetap diwajibkan untuk beribadah  walaupun dalam perjalanan.
Maka dari itu penulis sedikit menerangkan bagaimana tatacara melakukan wudhu didalam pesawat yaitu dengan berwudhu tanpa air atau disebut dengan bertayamum.
Dalam hal ini penulis menemukan hukum tayamum di dalam pesawat tersebut masih diragukan ke absahannya atau kurang afdhol.Berkenaan dengan itu maka  tersebut dalam bab II dan bab III pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah

            Dari latar belakang yang singkat di atas penulis akan melakukan rumusan masalah untuk dijadikan pokok bahasan pada tulisan ini, yaitu :
1. Apa itu pengertian Tayamum ?

2. Bagaimana cara tayamum untuk salat pada transportasi yang tidak terdapat air untuk digunakan sebagai sarana bersuci ?.

3. Bagaimana hukum tayamum dalam transportasi tersebut ?.


C. Tujuan Penelitian

            Tujuan penelitian dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui apa yang harus dilakukan bagi seorang yang sedang melakukan perjalanan dengan menggunakan jasa transportasi sedang dalam jasa transportasi tersebut tidak ditemukan sarana untuk menghilangkan hadath seperti air atau debu. Apakah kewajiban salat baginya gugur dan beralih ke salat li hurmat al-waqt (untuk menghormati masuknya waktu salat) dengan mengqada' (mengganti) setelah mendapatkan air atau debu. Atau mungkin (boleh menurut shara') melakukan tayamum dengan menggunakan sesuatu atau barang yang ada di sekitarnya.

D. Manfaat Penelitian

            Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoritis bagi peneliti hukum Islam terkait dengan metode pembahasan permasalahan-permasalahan hukum Islam kontemporer yang belum dibahas secara detail oleh para pakar hukum Islam terdahulu.

Manfaat praktis, penelitian ini memberikan solusi bagaimana seorang muslim yang menggunakan jasa transportasi sedang dalam jasa transportasi yang ditumpanginya tidak terdapat air dan debu.

E. Kerangka Teoritik

Sebagai pisau analisis dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan ilmu ikhtilaf al-Fuqaha' (perbedaan para pakar hukum Islam) dalam dalalah al-Nas. Apakah ayat tayamum yang digunakan sebagai dasar (dalil) alat tayamum oleh para 'ulama' fiqh multi tafsir atau tidak dengan melihat teks al-Quran dari segi bahasanya (kalimat) yang dipakai.
Kalau masih belum memadai adanya pendekatan-pendekatana ilmu tafsir, maka sebagai penunjang dalam memecahkan masalah terkait penulis akan menggunakan kaidah al-fiqhiyah sebagaimana termaktub (tercantum) dalam kitabnya al-Suyuti al-Ashbah wa al-Nazair20:
"Suatu yang mudah tidak (bisa) gugur dengan suatu yang sulit" Kaidah ini lanjut al-Suyuti berdasarkan hadith Nabi SAW.,

"Suatu yang aku perintah maka kerjakanlah selagi mampu (bisa)"

F. Metode Penelitian

            Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan bahan-bahan tertulis dalam bentuk buku (kitab), majalah, jurnal, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang relevan dengan pembahasan. Sifat penelitian adalah deskriptif-analitis, yakni penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara utuh dan jelas tentang konsep tayamum dalam pemikiran hukum Islam serta memberikan analisisnya berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan.

            Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi terhadap bahan-bahan pustaka yang sesuai dengan objek penelitian. Sumber data yang dipergunakan dalam hal ini dikategorikan dalam dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa buku-buku fiqh al-madhahib al-arba'ah. Adapun sumber data sekunder digunakan untuk menunjang pemahaman terhadap sumber data primer, berupa sumber buku-buku tafsir dan sharh hadith yang membahas tentang konsep tayamum.

            Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan tehnik analisis isi (content analysis). Dalam analisis data ini, pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan tentang konsep ikhtilaf al-fuqaha ' dan komparatif. pendekatan konsep ikhtilaf al-fuqaha ' digunakan untuk melihat cara intinbat al-fuqaha ' sehingga terjadi perselisihan hasil istinbat. Sementara pendekatan komparatif digunakan untuk membandingkan pemikiran fuqaha' dengan pemikiran para ahli hukum Islam dalam bidang lain (fiqh).

G. Sistematika Bahasan

            Sistematika bahasan dalam tulisan ini penulis susun sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Memuat latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika bahasan.

Bab II memuat pengertian tayamum lintas madhhab yang berkaitan dengan definisi, dalil, sebab yang memperbolehkan bertayamum, bahan (sarana), cara, dan batalnya tayamum. Juga, memuat tentang sebab khilafiyah di kalangan 'ulama' fiqh dalam hal ini al-madhahib al-arba'ah (al-Hanafiyah, al-Malikiyah, al-Shafiiyah dan Hanabilah).

Bab III Memuat masalah yang menggambarkan kondisi masa kini misalnya musafir dengan menggunakan jasa transportasi pesawat, kereta api, bus dan kapal api yang tidak dijumpai di dalam jasa transportasi tersebut air dan debu untuk menghilangkan hadath (kecil dan besar) sedang pengguna jasa akan melakukan aktifitasnya sebagai layaknya orang muslim yaitu salat lima waktu dan barangkali akan membaca al-Quran bi al-nazar (melihat) dalam keadaan seperti itu apa yang harus dilakukan bagi pengguna jasa itu.

Dan juga memuat analisis terhadap pendapat 'ulama' madhhab khususnya permasalahan yang jadi fokus pembahasan di penelitian ini tentang sarana tayamum pada masa kini :

1. Bagaimana cara tayamum untuk salat pada transportasi yang tidak terdapat air untuk digunakan sebagai sarana bersuci?.

2. Bagaimana hukum tayamum dalam transportasi tersebut ?.

Bab V Penutup. Yang berisi tentang kesimpulan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan saran penulis.


بسم الله الرحمن الرحيم
Artinya:
            “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.” (QS An-Nisa: 43

Jumat, 11 Maret 2011

HAJI DAN ISTITHA’AH


“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS: Ali Imran:97)

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP ISTITHA’AH

Isthithoáh adalah salah satu syarat dalam Haji dan Umrah oleh karena itu, sebelum kita membahas tentang isthithoáh ada baiknya dulu kita mengetahui apan itu haji dan segala yang berkaitan dengan haji tersebut.
A. HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN HAJI
1. Pengertian Haji dan Umrah
            Asal mula arti haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) adalah “al-
qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah
(terminology) berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan
beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu
tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata
mencari ridho Allah.
Adapun umrah menurut bahasa bermakna ziarah. Sedangkan menurut syara’
umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu
antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.

Pendidikan Agama Islam: Rukun Islam ada 5:Membaca Dua Kalimat Syahadat y...

Pendidikan Agama Islam: Rukun Islam ada 5:

Membaca Dua Kalimat Syahadat y...
: "Rukun Islam ada 5: Membaca Dua Kalimat Syahadat yakni : اشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمد رسولالله Sholat 5 waktu dalam sehari semalama..."
Rukun Islam ada 5:

  1. Membaca Dua Kalimat Syahadat yakni : اشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمد رسولالله
  2. Sholat 5 waktu dalam sehari semalaman
  3. Puasa di bulan Ramadhan
  4. Menunaikan zakat 
  5. Naik haji ke Baitullah bagi siapa saja yang mampu.