WELCOME

Rabu, 18 Mei 2011

Abu al-Hasan Muhammad bin Abd al-Rahman bin al-Rāmahurmuzī Khallād


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Para ulama hadits, mulai dari kalangan sahabat Nabi SAW sampai kepada para ulama yang datang setelah sahabat, yang telah berhasil menghimpun dan melakukan kodifikasi hadits Nabi SAW dan bahkan telah pula melakukan penyelesaian antara shahih dan yang tidak shahid, mereka semua telah berjasa besar dalam memelihara dan menyebarluaskan hadits-hadits Nabi, yang merupakan sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur’an al-Karim. Berkat jasa mereka pulalah hadits-hadits Nabi SAW itu sampai ke tangan kita sekarang ini. Mereka itu, yang didalam istilah ilmu hadits disebut juga dengan para perawi hadits, jumlah banyak sekali.
Pembahasan berikut ini akan menguraikan perintis pertama Ilmu Hadits, Khususnya Ilmu Hadits Dirayah dan sejarahnya, nama beliau terkenal dengan sebutan Al-Ramahurmuzi, beliau telah berjasa dalam mempelopori dan melakukan pengumpulan dan pembukaan hadits, baik pembukaan dalam bentuk tahapan awal yang bersifat sangat sederhana, demikian pula pada masa penyempurnaannya dengan melakukan pemisahan antara yang hadits Nabi SAW dengan yang bukan, dan antara yang diterima dan yang ditolak.
B.     Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yang menjadi dasar penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut;
1.      Siapa perintis pertama Ilmu Hadits (baik Ilmu Hadits Riwayah maupun Ilmu Hadits Dirayah)?
2.      Siapakah Imam Al-Ramahurmuzi?
3.      Apa saja kitab-kitab karangan Imam Al-Ramahurmuzi?
C.    Tujuan Penulisan
Disamping untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Ulumul Hadits A dalam perkuliahan, tujuan penulisan makalah ini yang sangat penting adalah membuka dan memberi wawasan tentang Imam Al-Ramahurmuzi, yang merupakan perintis pertama Ilmu Hadits Dirayah yang bisa disebut Ilmu Musthalahul Hadits.
D.    Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan adalah mengumpulkan bahan dari buku-buku dan kitab-kitab klasik, sebagai penunjang pembuatan makalah ini, dan juga mencari bahan lewat internet yang kami kira hasilnya bisa dipertanggungjawabkan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perintis Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah
 Hadits Nabi dibedakan dengan konsep Ilmu Hadits. Hadits Nabi (teks) ialah semua informasi yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. atau kepada sahabat Nabi, dalam bentuk perkataan, perbuatan, atau pengakuan, dan atau sifat-sifat yang ada pada diri Rasulullah Saw. Dalam tempat lain, Hadits Nabi ialah semua catatan yang keluar dari Rasulullah (selain al-Qur’an) dalam bentuk kata-kata, atau perbuatan, atau pengakuan, dan atau sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada diri Rasulullah Saw. Semua teks hadits itu baku, statis, diam, dan tidak perlu dirubah redaksinya. Para ilmuan menganggap bahwa semua teks hadits, jika hendak diterapkan kepada masyarakat, maka memerlukan interpretasi yang diarahkan untuk menyusun konsep, atau untuk menyusun pemikiran ijtihadi.
Sedangkan Ilmu Hadits ialah seperangkat kaidah yang mengatur tentang anatomi dan morfologi hadits. Pengolahan anatomi hadits disebut Ilmu Hadits Riwayah, dan pengolahan morfologi hadits disebut Ilmu Hadits Dirayah. Dua bidang ilmu itu bergerak terus, dan berkembang sesuai kebutuhan, untuk menformatisasikan isi hadits Nabi kepada lokasi atau kepada perkembangan masyarakat.
Ilmu Hadits Riwayah ialah studi hermeneutika atas teks hadits atau informasi tentang ungkapan isi hadits Nabi dari berbagai segi. Kitab Kuning mengulas masalah ini dengan sebutan Syarah Hadits, dan Hasyiyah atau Ta’liqat. Semua berkaitan dengan ilmu kalam, ilmu fiqh dan atau ilmu lainnya.Ulasan semacam itu banyak sekali modelnya, sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab klasik, yang ada dalam perpustakaan, atau CD dan lain sebagainya. Syarah atau interpretasi juga banyak ditulis oleh tokoh yang muncul sekarang, dalam bentuk buku atau kitab dengan bahasa yang beraneka macam.
Perintis pertama ilmu hadits Riwayah ini adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry yang wafat pada tahun 124 Hijriyah.[1]
Ilmu Hadits Dirayah ialah ilmu yang membahas tentang seperangkat kaidah atau teori yang membahas tentang Sanad Hadits (pertemuan satu rawi (guru) dengan rawi yang lain (murid), berdasarkan penelitian sosio-historis, yang dilakukan oleh seorang pengamat. Pengamat itu menyatakan, bahwa guru dan murid itu bertemu atau tidak, dan dari segi lain, apakah setiap satu dari guru dan murid tadi kredebilitas dan akurat (adil dlabith) atau tidak. Selain itu, apakah dalam penelitian sanad tadi ada illat (nilai negatif) atau tidak, dan begitulah seterusnya. Jika guru dan murid itu betul-betul bertemu, maka sanad hadits disebut Muttashil. Jika tidak bertemu, maka sanad hadits disebut Mursal, Munqathi’, Mu’dlal, atau penilaian lainnya. Jika sanad yang muttashil itu semua rawinya adil dan dlabith, maka hadits disebut shahih atau hasan. Jika rawi itu tidak adil dan tidak dlabith, maka hadits disebut dlaif atau maudlu’ dan begitulah seterusnya.
Pengolahan matan hadits yang dikutip oleh Ilmu Dirayah, dan oleh Ilmu Riwayah, itu berbeda. Ilmu Hadits Dirayah mengelola matan hadits dari segi pembuatan format hadits, yaitu ulasan tentang bagaimana agar matan hadits itu bekerja untuk memproduksi makna. Sedangkan penglolaan Ilmu Riwayah adalah penggalian formatisasi makna oleh teks itu, agar sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dalam kaitan ini, teks hadits dalam proses pembentukan formatnya berakhir sampai Rasulullah Saw. wafat, dan ditulis oleh ahli-ahli hadits sampai abad tiga hijriyah. Pekerjaan penulisan dan pengumpulan hadits seperti itu disebut Ilmu Hadits Dirayah. Sedangkan formatisasi oleh matan hadits, itu berkembang terus sepanjang zaman, bahkan sampai hari kiamat. Formatisasi makna oleh teks hadits dikerjakan oleh Ilmu Hadits Riwayah melalui hermenetika keilmuan, didasarkan pada kerangka berfikir dan metoda tertentu, sebagaimana tersebut di atas.
Ilmu Hadits Dirayah sejak pertengahan abad III Hijriyah sudah mulai dirintis oleh sebagian Muhadditsin dalam garis-garis besarnya saja, dan masih tersebar dalam beberapa mushaf. Baru pada awal abad ke IV, ilmu ini dibukukan dan dijadikan vak yang berdiri sendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu yang lain.[2]
Ulama pertama yang membukukan ilmu hadis dirayah adalah Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (265-360 H) dalam kitabnya, al-Muhaddis al-Fasil bain ar-Rawi wa al- wa 'iz (Ahli Hadis yang Memisahkan Antara Rawi dan Pemberi Nasihat). Sebagai pemula, kitab ini belum membahas masalah-masalah ilmu hadis secara lengkap.[3] Kemudian muncul al-Hakim an-Naisaburi (w. 405 H/1014 M) dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, Ma'rifah 'U1um al-Hadis (Makrifat Ilmu Hadis). Selanjutnya lagi diteruskan oleh Ahmad bin Abdullah Al-Asfihani (w. 430 H), Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali (w.463 H), selanjutnya Qodhi ‘Iyad yang wafat pada tahun 544 H,[4] dan seterusnya lagi ilmu hadits dirayah ini dikembangkan oleh beberapa ulama hadits yang sangat ahli dalam bidangnya.
B.     Abu al-Hasan Muhammad bin Abd al-Rahman bin al-Rāmahurmuzī Khallād
Abu al-Hasan Muhammad bin Abd al-Rahman bin al-Rāmahurmuzī Khallād (الرامهرمزي) ابو محمد الحسن بن عبد بن الرحمن خلاد, yang umum dikenal dalam literatur abad pertengahan sebagai Ibn al- Khallād.
Rāmahurmuzī's spesifik-Al tanggal lahir masih belum ditentukan, tetapi dapat diperkirakan berdasarkan tanggal guru kematian-Nya, menempatkan lahir sekitar 100 tahun sebelum kematiannya sendiri.[5] Oleh karena itu, 871/260 adalah perkiraan suara yang cukup, menurut The Encyclopaedia of Islam, berbasis masa hidup yang panjang umumnya diasumsikan untuk ahli hadits dini. Nama al-Rāmahurmuzī adalah anggapan untuk Ram-hurmuz sebuah kota di Khuzistan di selatan-barat sekarang Iran . Pentingnya Ram-hurmuz adalah lokasi pusat di persimpangan Ahwaz , Shūshtar , Isfahan dan Fars antara ab-i Kurdistan dan sungai-sungai Gūpāl.[6]
Dia pertama kali mulai belajar hadis di 903/290, mendengar hadits dari ayahnya, ibn Abd al-Rahman Khallād, dan ibn Muhammad Abdillah al-Hadari, Abu al-Husayn al-Wādiī, Muhammad bin Hibban al-Māzinī dan lain-lain dari mereka generasi. Ia bekerja sebagai hakim (qadi) untuk jangka waktu tertentu, meskipun sedikit detail disediakan.[7]
Al-Ramahurmuzi adalah seorang ulama besar dan terkemuka dalam bidang hadits pada zamannya, dan beberapa karyanya muncul seiring dengan kebesarannya dalam bidang hadits tersebut. Al-Sam’ani berkata, “Dia (Al-Ramahurmuzi) adalah seorang yang termuka dan banyak pembendaharaannya dalam hadits. Komentar dari Al-Dzahabi yang mengatakan, “Al-Ramahurmuzi adalah seorang imam hafiz, seorang muhaddist non Arab, dia menulis, menyusun dan melahirkan berbagai karya ilmiah mengikuti jejak para ulama hadits dan juga ahli syi’ir, kemudian, dari segi kualitas pribadinya dia adalah seorang yang hafizh, tsiqat, ma’mun dan melalui kesan-kesan, pengalaman dan peninggalan karya ilmiahnya, dapat disimpulkan bahwa dia adalah seorang yang terpelihara muru’ah-nya, mulia akhlaknya dan bagus kepribadiannya.
C.    Guru-guru dan Murid-murid Imam al-Ramahurmuzi
Diantara para gurunya dalam bidang hadits adalah ayahnya sendiri, yakni Abd al-Ramahurmuzi, Abu Hushain Muhammad ibn al-Husain al-Wadi’I (W. 296 H), Abu Ja’far Muhammad Ibn al-Husain al-Khats’ami (221-315 H), Abu Ja’far Umar ibn Ayyub al-Saqthi (W. 303 H), dan lain-lain. Sedangkan diantara para muridnya yang meriwayatkan hadits-haditsnya adalah Abu al-Husain Muhammad ibn Ahmad al-Shaidawi, al-Hasan ibn al-Laits al-Syirazi, Abu Bakar Muhammad ibn Musa ibn Mardawaih, Al-Qadhi Ahmad ibn Ishaq al-Nahawindi, Abu al-Qasim Abdullah bin Ahmad ibn Ali al-Baghdadi, dan lain-lain.
D.    Kitab Karangan Imam al-Ramahurmuzi
Ibn Khallad al-Ramahurmuzi hidup dari akhir abad ke-3 H sampai dengan pertengahan abad ke-4 H. Pada ke-4 Hijriah, tatkala ilmu-ilmu ke Islaman mengalami kematangan dan memiliki istilah-istilah sendiri, bermunculanlah ilmu-ilmu yang mandiri, yang diantaranya adalah dalam bidang ilmu mushthalah al-Hadis. Dalam bidang mushthalah al-Hadits, yang pertama menulis kitabnya adalah Al-Ramahurmuzi dengan judul Al-Muhaddits al-Fashil bayn al-Rawi wa al-Wa’I. kitab ini dipandang sebagai kitab yang pertama dalam bidang ilmu ushul al-Hadits (mushthalah al-Hadits).
Selain kitab al-Muhaddits al-Fashil, al-Ramahurmuzi juga menulis sejumlah kitab, yang diantarannya adalah : Adab al-Muwa’id, Abad al-Nathiq, Imam al-Tanzil fi al-Qur’an al-Karim, Amtsal al-Nabawi, al-Illal fi Mukhtar al-akhbar dan lain-lain. Al-Ramahurmuzi meninggal dunia pada tahun 360 H di Ramahurmuzi.[8]
Al-Dhahabi mengatakan bahwa ia tidak dapat menemukan tanggal-Rāmahurmuzī kematian Al dan berspekulasi itu telah selama AH 350, antara 961 dan 971 Masehi. Dia kemudian mengutip Abu al-Qasim ibn Mandah sebagaimana dimaksud dalam karyanya , al-Wafayāt, bahwa Al-Rāmahurmuzī tinggal sampai hampir 971/360 ketika tinggal di kota Ram-hurmuz.[9]
Al-Rāmahurmuzī juga seorang penyair [10] dan beberapa baris puisinya dikumpulkan dalam Yatīmah al-Dahr oleh al-Thaālabī . Dua dari karya-karyanya prosa tetap sampai saat ini, baik mengenai subyek hadits . [11]
Karya Imam al-Ramahurmuzi
  1. al-Muaddith-Fāil bayn al-Rawi wa al-Wai [12] -karyanya yang paling terkenal, adalah sebuah karya yang komprehensif tentang masalah terminologi hadits evaluasi dan biografi, Hal ini dianggap oleh ajr Ibnu berasal dari antara yang pertama yang komprehensif bekerja pada subyeknya. Ali al-Qari menjelaskan bahwa ungkapan yang digunakan oleh Ibnu ajr meninggalkan kesan bahwa ada sejumlah karya yang serupa pada saat itu Al-Rāmahurmuzī menulis nya sehingga membuat sulit penentuan yang pertama. The Encyclopaedia of Islam untuk menjadi yang pertama. Al-Muaddith al-Fāil dipengaruhi semua karya berikutnya dalam genre dan tersedia di cetak, diedit oleh Muhammad al-Khatib Ijāj di Beirut, 1971. Ibn ajr berkomentar bahwa al-Muaddith al-Fāil tidak mencakup semua disiplin ilmu yang relevan studi hadis. Al-Dhahabi mengatakan bahwa ia mendengar pekerjaan ini dengan isnad akan kembali ke Al-Rāmahurmuzī.
  2. Nabi Amthāl al-  -kumpulan dari sekitar 140 peribahasa dalam bentuk hadis yang telah dicetak dalam dua edisi. Yang pertama diedit oleh Amatulkarim Qureshi di Hyderabad, 1968 dan yang kedua oleh al-Athamī MM di Bombay, 1983.
  3. Rabi al-Mutayyim Akhbar fi al-Ashshāq
  4. al-Nawādir
  5. Risalah al-Safr
  6. al-Ruqā wa al-Taāzī
  7. Adab al-Nātiq[13]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ilmu Hadits ialah seperangkat kaidah yang mengatur tentang anatomi dan morfologi hadits. Ilmu Hadits terbagi kepada dua, yakni Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
Pengolahan anatomi hadits disebut Ilmu Hadits Riwayah, dan pengolahan morfologi hadits disebut Ilmu Hadits Dirayah. Dua bidang ilmu itu bergerak terus, dan berkembang sesuai kebutuhan, untuk menformatisasikan isi hadits Nabi kepada lokasi atau kepada perkembangan masyarakat. Dalam kata lain Ilmu Hadits Riwayah ialah studi hermeneutika atas teks hadits atau informasi tentang ungkapan isi hadits Nabi dari berbagai segi. Perintis pertama ilmu hadits Riwayah ini adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry yang wafat pada tahun 124 Hijriyah.[14] Sedangkan Ilmu Hadits Dirayah ialah ilmu yang membahas tentang seperangkat kaidah atau teori yang membahas tentang Sanad Hadits (pertemuan satu rawi (guru) dengan rawi yang lain (murid) Ulama pertama yang membukukan ilmu hadis dirayah sekaligus pencetus pertama adalah Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (265-360 H)
B.     Saran
Kita sebagai umat Nabi Muhammad agar senantiasa selalu menggali ilmu yang berkaitan dengan sumber hukum Islam yang kedua ini dan sudah kita bahas beberapa minggu ini, tidak menutup kemungkinan akan tergali potensi-potensi baru yang akan hadir di kancah Ilmu Hadits yang berkembang pada masa modern ini.
DAFTAR PUSTAKA

Rahman,Fatchur, 1974, Ikhtisar Musthalahul Hadits,PT.AlMa’arif,Bandung.
Jalaluddin, As-Sayuti, 1966,Tadriiburrawi, juz 1,Daarul Kutud Hadiisah,Beirut.
Juynboll, GHA (1995)., Heinrichs dan Lecomte. ed 8. The Encyclopaedia of; Islam. Bosworth, Donzel
al-Dhahabi, Muhammad ibn Ahmad (1957). al-Mu `allimi.Tadhkirah al-Huffaz 3. Hyderabad: Dairah al-Ma `arif al-` Uthmaniyyah.
Yuslem, Nawir, MA. 2001,Ulumul Hadits,: PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
al-Qari, `Ali ibn Sultan. Muhammad dan Tamim Nizar Haytham. Syarah Nukhbah al-Fikr Syarah. Beirut: Dar al-Arqam.



[1] Drs.Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits,PT.AlMa’arif,Bandung,1974,hlm.74
[2] Ibid,hlm.76
[3] Jalaluddin, As-Sayuti,Tadriiburrawi,Daarul Kutud Hadiisah,juz 1,1966,hal.5
[4] Ibid,hal.6
[5] Juynboll, GHA (1995). Bosworth, Donzel, Heinrichs dan Lecomte. ed 8. The Encyclopaedia of; Islam. fascicules 137-8. Leidan, Belanda: EJ Brill. hlm 420-1.
[6] Ibid, 137-8.
[7] al-Dhahabi, Muhammad ibn Ahmad (1957). al-Mu `allimi. ed (dalam bahasa Arab).. Tadhkirah al-Huffaz 3. Hyderabad: Dairah al-Ma `arif al-` Uthmaniyyah. hal 905-6.

[8] Dr. Nawir Yuslem, MA. Ulumul Hadits,  (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya. 2001), hal.469-472.

[9] al-Dhahabi, op.cit. hal 905-6.
[10] al-Dhahabi, Muhammad ibn Ahmad (2001). Shu `ayb al-Arnaout. Siyar `Alam al-Nubula 17 (Beirut: Muassasah al-Risalah. hal 73-4.
[11] Juynboll, GHA (1995). Bosworth, Donzel, Heinrichs dan Lecomte. ed 8. The Encyclopaedia of; Islam. fascicules 137-8. Leidan, Belanda: EJ Brill. hlm 420-1.
[12] al-Dhahabi, Muhammad ibn Ahmad (1957). al-Mu `allimi... Tadhkirah al-Huffaz 3. Hyderabad: Dairah al-Ma `arif al-` Uthmaniyyah. hal 905-6.

[13] al-Qari, `Ali ibn Sultan. Muhammad dan Tamim Nizar Haytham. Syarah Nukhbah al-Fikr Syarah. Beirut: Dar al-Arqam. 137 hlm.

[14] Drs.Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits,PT.AlMa’arif,Bandung,1974,hlm.74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_