WELCOME

Senin, 24 September 2012

PENDEKATAN ANALISIS KOMPETENSI



KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada semulia-mulia Nabi dan Rasul junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, kerabat, sahabat dan pengikut beliau sampai akhir zaman.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan berkat, petunjuk, dan taufik-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.
Dalam kesempatan ini, penulis pribadi mengucapkan terimakasih yang semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “PERENCANAAN SISTEM PAI ” dan sebagai tambahan wawasan bagi penulis.
Penulis menyadari, makalah ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, karenanya kritik dan saran tetap diperlukan, dan untuk itu pula sekali lagi diucapkan terima kasih.
Akhirnya dengan mengharap ridha dan karunia-Nya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Allahumma Amin.
                                                                                        
                                                                                                            Martapura, 4 April 2011

                                                                                                            Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang baik.
Untuk itu peserta didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
Untuk itu kami akan memaparkan dalam makalah kami tentang bagaimana pendekatan analisis dalam kompetensi agar kita dapat mengetahui bagaimana cara menerapkan kompetensi dengan tujuan dalam suatu pembelajaran.
B.     Rumusan Masalah
1-      Menjelaskan Pengertian Pendekatan !
2-      Menjelaskan dan Memaparkan Tentang Perencanaan dan Analisis !
C.    Tujuan Penulisan
1-      Untuk mengetahui bagaimana pendekatan kompetensi dalam pembelajaran.
2-      Dapat menjelaskan tentang maksud dari perencanaan dan analisis.
3-      Mampu mengetahui tentang desain pembelajaran yang berbasis kompetensi.
D.    Metode Penulisan
Kami menggunakan metode kepustakaan dan internet dengan mengunjungi blog-blog yang mempunyai referensi yang cukup untuk menyempurnakan makalah kami.


BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN ANALISIS KOMPETENSI
A.    Pengertian Pendekatan
Pendekatan itu mempunyai arti umum yaitu titik tolak atau sebuah sudut pandang dalam prose pembelajaran ada yang disebut dengan Pendekatan pembelajaran yang dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
  1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
  2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
  3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
  4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
  1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
  2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
  3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
  4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
B.     Perencanaan dan Analisis
Analisis adalah penyelidikan sesuatu peristiwa untuk mengetahui penyebabnya, dan bagaimana duduk perkaranya. Menganalisis ialah menyelidiki dengan menguraikan masing-masing bagiannya (Poerwa­darminta, 1976).  Pengertian "analisis" ini  memberikan petunjuk kepada kita apa yang menjadi tujuan pokok analisis. Di dalam perencanaan pembelajaran, siapakah yang harus mempunyai kemampuan menganalisis? Perencanaan selalu dihadapkan pada persoalan yang sangat rumit.  Wilson (1974) telah membagi  proses perencanaan menjadi tiga kegiatan, yaitu: penyusunan kebijaksa­naan,  rencana (disain) dan analisis.
Perencanaan perlu  memiliki kemampuan menganalisis agar mampu menemukan persoalan dan meramalkan  pengaruh (impact) perenca­naannya.  Penentu kebijaksanaan harus mempunyai kemampuan meren­cana dengan baik untuk menjamin agar ia mempunyai pandangan yang luas atas alternatif rencana yang dihadapinya, dan juga memiliki sekedar kemampuan  menganalisis guna  membantu mengembangkan kriteria penilaian dalam menentukan pilihan atas alternatif.
Proses perencanaan yang lengkap selalu akan melalui tahap anali­sis.  Kebijaksanaan  perencanaan muncul sebagai hasil dari proses analisis, dan seluruh wujud  perencanaan merupakan hasil dari proses analisis.  Suatu pembelajaran tidak akan terus mener­us berada dalam keadaannya sekarang, tetapi ia akan berubah.  Perubahan ini dpaat bergerak menuju ke arah positif, tetapi dapat pula  bergerak ke arah negatif; keduanya dikenal sebagai "perkembangan" pembelajaran.  Untuk mengetahui perubahan ini dan untuk menentukan arah kecenderungan perkembangannya diperlu­kan suatu alat observasi.
Perencanaan tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan akan ke­cenderungan obyek perencanaan.  Dengan mengetahui kecenderungan perkembangan dan berbagai faktor atau variabel yang berpengaruh, dapatlah ditentukan strategi perencanaan agar dicapai hasil sebaik mungkin. Untuk semua ini diperlukan analisis yang cukup teliti dan rumit.
Dalam analisis, yang diharapkan adalah kesimpulan analisis yang akan digunakan sebagai pegangan tindakan selanjutnya.  Selain metode logika, dalam analisis data juga dikenal  penggunaan model matematika yang akan memberikan jawaban baik kuantitatif maupun kualitatif.  Penggunaan model amtematika sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan dari beberapa asumsi yang mendasari pemakaiannya.
C.    Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi
               Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan standar performansi yang telah ditetapkan. “Competency Based Education is geared toward preparing individuals to perform identified competency” (Schrag, 1987, h 22).
               Rumusan ini menunjukan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu melakukan perangkat kompetensi yang diperlukan. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung empat unsur pokok, yaitu:
1)      Pemilihan kompetensi yang sesuai
2)      Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi
3)      Pengembangan sistem pembelajaran
4)      Penilaian
               Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu: 1) berpusat pada peserta didik; 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik; 3)menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinstetika dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Puskur, 2004:13).
               Dalam kerangka itu, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi. Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain program dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran dinilai dan dijadikan umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stanley Elam (1971) dalam Oemar Hamalik (2002:92) sebagai berikut:
Langkah pertama :
Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar.
               Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Dunia pendidikan dewasa ini lebih cenderung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak ‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti dalam kompetensi ‘pengingat’jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
               Pada awal abad dua puluh, John Dewey mendengarkan filsafat progresivisme, yang kemudian melahirkan filosofi belajar kontruksifisme dengan mengajukan teori kurikulum dari metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Inti ajaranya adalah siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui; proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam aktif dalam proses belajar.Diantara pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara efektif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang dipelajari.
2. Anak harus bebas agar bisa berkembang dengan wajar
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat.
6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.
               Masih banyak teori-teori lain yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan kurikulum. Jika diantara teori belajar ternyata ada yang tidak disetujui, maka sebaiknya diadakan diskusi, sehingga dapat menyusun program yang betul-betul aktual.
Langkah kedua :
Mengidentifikasi kompetensi
               Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan. Untuk mengetahui keluasan dan ke dalaman cakupan kemempuan dasar, dapat digunakan jaringan topic/tema/konsep. Kompetensi dasar yang terlalu luas dalam cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari satu pembelajaran. Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin dapat dijabarkan ke dalam satu pembelajaran.
               Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasikan serta di tes sejauhmana kontribusinya terhadap keberhasilan dan efktifitas belajar megajar. Hasil penelitian seringkali ikut membantu dalam mengidentifikasi kompetensi, kita dapat menggunakan beberapa model pendekatan diantaranya :
a. Pendekatan analisis tugas (task analysis) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru di sekolah/madrasah sebagai tenaga professional, yang pada giliranya ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan , sehingga dapat pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan tugasnya sesuai dengan kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang harus dicapai dalam pembelajaran. Daftar kompetensi ini dapat disusun setelah mengadakan serangkaian diskusi atau menilai.
b. Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah). Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari ambisi, nilai-nilai dan pandangan para siswa. Hal ini menjadi landasan dalam mengidentifikasi kompetensi. Jadi pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang erat sekali antara persiapan guru dan hasil yang diinginkan siswa.
c. Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat. Dengan menspesifikasikan kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat sekolah, maka selanjutnya disusun program pendidikan. Pendekatan ini berdasarkan asumsi, bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang nyata dan penting itu dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada giliranya dituangkan ke dalam program pembelajaran. Kelemahan dari pendekatan ini ialah bahwa sangat sulit menemukan kebutuhan masyarakat yang tepat, tetap serta lengkap, sehingga begitu program dilaksanakan pada waktu itu mungkin kebutuhan masyarakat telah berubah.
               Hal senada juga dikemukakan oleh Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8) bahwa analisis kompetensi dilakukan melalui proses:
1. Analisis tugas. Analisis tugas dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan analisis tugas yang harus dipelajari oleh siswa, dikembangkan berbagai jenis pengetahuan yang menuntut dicantumkan kompetensi-kompetensi yang diperlukanya (daftar kompetensi).
2. Pola analisis. Pola analisis dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada. Pola analisis dilakukan dengan menganalisis setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dengan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para siswa. Selanjutnya dikembangkan keterampilan-keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para siswa, yang dipandang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
3. Research. Research (penelitian) dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi berdasarkan hasil-hasil penelitian , dan diskusi. Penelitian dan diskusi ini melibatkan berbagai ahli yang memahami kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang. Berdasarkan pemahaman terhadap kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang, diidentifikasikan sejumlah kompetensi yang diperlukan untuk dikuasai oleh individu dalam menempuh kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.
4. Expert judgement. Expert judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan utnuk menganalisis kompetensi berdasarkan pertimbangan para ahli. Expert judgement ini bisa dilakukan melalui teknik Delphi, sebagai suatu cara untuk memprediksi masa depan berdasarkan pandangan dan analisis pakar ditinjau sari berbagai sudut pandang ilmu. Kelebihan dari teknik Delphi antara lain bahwa yang melakukan analisis dan prediksi masa depan adalah mereka yang telah memiliki wawasan dan pengetahuan yang handal dalam bidangnya.
5. Individual group interview data. Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu maupun kelompok dimaksudkan utnuk menemukan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas, dan pekerjaan yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk lisan. Dengan komuniksi dua arah, penggunaan wawancara diharapakan untuk memperoleh informasi yang diinginkan oelh pewawancara melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
6. Role Play. Role play ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan pengamatan dan penilaian terhadap sejumlah orang yang melakukan peran tertentu. Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh sejumlah peran tertentu yang ada di masyarakat, sebagai bahan untuk mengidentifikasi kompetensi yang perlu dikembangkan dan dimiliki oleh murid.
Langkah ketiga :
Menggambarkan Secara spesifik Kompetensi-kompetensi
               Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah target populasinya dalam konteks pelaksanaanya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.
Langkah keempat :
Menentukan tingkat-tingkat criteria dan jenis assessment
               Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan program pembelajaran. Jika tujuan sederhana dan jelas, maka tidak begitu sulit untuk menentukan criteria keberhasilan dan kondisi yang diperlukan untuk mempertunjukan bahwa kompetensi telah dikuasai. Akan tetapi kebanyakan kompetensi itu bersifat kompleks dan mengandung variabel yang cukup sulit untuk dinilai. Kompetensi-kompetensi itu diwarnai oleh karakteristik guru dan bermacam-macam suasana sambutan murid, baik secara individual maupun kelompok terhadap stimulasi yang sama. Oleh karena itu harus disusun seperangkat indicator dan jangan hanya satu perangkat karena akan mengakibatkan program menjadi kaku. Tersedianya berbagai alternative penilaian yang disiapkan oleh guru menunjukan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Langkah kelima :
Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran
               Pada langkah kelima ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-maksud instruksional setelah langkah pertama sampai keempat menguraikan deskripsi logis program yang di dalamnya memuat kompetensi-kompetensi minimal, sub kompetensi dan bentukassessment.
Sebagai pertimbangan atau landasan dalam rangka penyusunan pengaturan tersebut adalah :
a. Struktur isi yang dimuat dari pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.
b. Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan macam-macam kegiatan. Beberapa kompetensi bertalian dengan masukan kognitif dan dilangkapi dengan media pembelajaran, sedangkan kompetensi lainya mungkin memerlukan simulasi.
Langkah keenam :
Desain strategi pembelajaran
               Program instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Model instruksional adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari 5 bagian utama, yaitu:
a. Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan, hubungan antara modul datu dengan modul lainya dan dengan keseluruhan program.
b. Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan tidak membingungkan.
c. Pre assessment yang meliputi assessment diagnostic terhadap sub kompetensi atau tujuan-tujuan modul
d. Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternative instruksional untuk mencapai kompetensi, alternative yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountableterhadap kompetensi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi.
e. Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan modul. Modul tidak mengisolasi kurikulum, melainkan bersifat luwes dan menggunakan startegi instruksional terpadu. Efektivitas modul tergantung pada kreativitas, kepandaian, kecakapan para pengembangnya.
Langkah ketujuh :
Mengorganisasikan sistem pengelolaan
               Program-program yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani bermacam-macam kebutuhan siswa. Adanya bermacam-macam tujuan berbagai alternatif kegiatan, menjadikan sistem instruksional dan sistem bimbingan lebih unik.
               Sebagaimana kita ketahui program pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana real (field setting) dimana sangat dibutuhkan kerjasama dan dibutuhkan persetujuan inter-institusional. Tanggungjawab pendidikan bukan hanya menjadi tanggungjawab guru, tetapi juga oleh lembaga-lembaga lainya seperti: lembaga professional, wakil-wakil masyarakat, murid dan institusi lainya.
               Mengingat belajar adalah merupakan proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal tersebut dengan lancar dan penuh motivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif, mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan menantang siswa sehingga berbuat dan berpikir merupakan contoh strategi yang memungkinkan siswa menjadi pelajar seumur hidup. Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka sangat diperlukan praktek pengelolaan dan sistem pengelolaan yang didesain cermat.
Langkah kedelapan :
Melaksanakan percobaan program
               Program yang telah disusun secara sistematis perlu diuji cobakan. Percobaan program dilakukan terhadap bagian-bagian dari program itu atau semacam prototype test dan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dalam skala kecil. Tujuan program ini adalah untuk mengetes efektifitas strategi instruksional; seberapa besar diperlukan tuntutan-tuntutan program; ketepatan alat atau jenis penilaian yang digunakan; dan efektivitas system pengelolaan. Tes ini harus didesain sedemikian rupa agar dapat diketahui kelemahan apa yang terdapat dalam unsur-unsur program tersebut untuk melakukan perbaikan
Langkah kesembilan :
Menilai desain pembelajaran
               Pelaksanaan terhadap sebuah desain intruksional, lazimnya mencakup empat aspek, yaitu:
a. Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidik yang diproyeksikan.
b. Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.
c. Sistem instruksional dalam hubunganya dengan hasil belajar.
d. Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan dalam hubungan dengan hasil tujuan.
Pada prinsipnya pelaksanaan penilaian harus dilakukan sejak awal dan kontinyu karena merupakan bagian integral dalam pengembangan program.
Langkah kesepuluh :
Memperbaiki program
               Setiap program sesungguhnya tidak pernah tersusun dengan kondisi sempurna, termasuk desain instruksional berbasis kompetensi.Akan tetapi senantiasa terbuka untuk perbaikan dan perubahan berdasarkan umpan balik dari pengalaman-pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Houston : “continual refinement of every aspect of the program is characteristic of the systemic approach which undergirds most CBE programs. This includes modifying as well as changing instructional strategies and management system to make them more useful”.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendekatan pembelajaran yang dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Analisis adalah penyelidikan sesuatu peristiwa untuk mengetahui penyebabnya, dan bagaimana duduk perkaranya. Menganalisis ialah menyelidiki dengan menguraikan masing-masing bagiannya.
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan standar performansi yang telah ditetapkan.

 DAFTAR PUSTAKA

Sagala Syaiful, Kemampuan profesional guru dan tenaga kependidikan, Alfabeta, Bandung, 2010.
Djamarah Syaiful Bahri, Pendidikan Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008.
Usman Uzer Menjadi Guru Propesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
Sadirman. AMInteraksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.
B. Suryabroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_