KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji
bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan
kepada semulia-mulia Nabi dan Rasul junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
keluarga, kerabat, sahabat dan pengikut beliau sampai akhir zaman.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
dengan berkat, petunjuk, dan taufik-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini.
Dalam kesempatan ini, penulis pribadi mengucapkan terimakasih yang
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini
dibuat dengan maksud untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “PERENCANAAN SISTEM PAI ” dan sebagai tambahan wawasan bagi penulis.
Penulis menyadari, makalah ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, karenanya kritik dan
saran tetap diperlukan, dan untuk itu pula sekali lagi diucapkan terima kasih.
Akhirnya dengan mengharap ridha dan karunia-Nya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Allahumma Amin.
Martapura, 4 April 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Undang-Undang (UU)
Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada
Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi
lulusan (SKL) suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan,
kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus
tecermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan.
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan
potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di
masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang
pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang
baik.
Untuk itu peserta
didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai
dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan
mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai
dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma
pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
Untuk itu kami akan memaparkan dalam makalah
kami tentang bagaimana pendekatan analisis dalam kompetensi agar kita dapat
mengetahui bagaimana cara menerapkan kompetensi dengan tujuan dalam suatu
pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
1-
Menjelaskan
Pengertian Pendekatan !
2-
Menjelaskan
dan Memaparkan Tentang Perencanaan dan Analisis !
C.
Tujuan Penulisan
1-
Untuk
mengetahui bagaimana pendekatan kompetensi dalam pembelajaran.
2-
Dapat
menjelaskan tentang maksud dari perencanaan dan analisis.
3-
Mampu
mengetahui tentang desain pembelajaran yang berbasis kompetensi.
D.
Metode Penulisan
Kami
menggunakan metode kepustakaan dan internet dengan mengunjungi blog-blog yang
mempunyai referensi yang cukup untuk menyempurnakan makalah kami.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN
ANALISIS KOMPETENSI
A.
Pengertian Pendekatan
Pendekatan itu mempunyai arti umum yaitu titik tolak
atau sebuah sudut pandang dalam prose pembelajaran ada yang disebut dengan Pendekatan pembelajaran yang dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari
pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam
strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
- Mengidentifikasi dan menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang
harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
- Mempertimbangkan dan memilih
jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai
sasaran.
- Mempertimbangkan dan menetapkan
langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan
sasaran.
- Mempertimbangkan dan menetapkan
tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan
menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran,
keempat unsur tersebut adalah:
- Menetapkan spesifikasi dan
kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan
pribadi peserta didik.
- Mempertimbangkan dan memilih
sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
- Mempertimbangkan dan menetapkan
langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
- Menetapkan norma-norma dan
batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku
keberhasilan.
B.
Perencanaan dan Analisis
Analisis
adalah penyelidikan sesuatu peristiwa untuk mengetahui penyebabnya, dan
bagaimana duduk perkaranya. Menganalisis ialah menyelidiki dengan menguraikan
masing-masing bagiannya (Poerwadarminta, 1976). Pengertian "analisis" ini memberikan petunjuk kepada kita apa yang
menjadi tujuan pokok analisis. Di dalam perencanaan pembelajaran, siapakah yang
harus mempunyai kemampuan menganalisis? Perencanaan selalu dihadapkan pada
persoalan yang sangat rumit. Wilson
(1974) telah membagi proses perencanaan
menjadi tiga kegiatan, yaitu: penyusunan kebijaksanaan, rencana (disain) dan analisis.
Perencanaan perlu memiliki
kemampuan menganalisis agar mampu menemukan persoalan dan meramalkan pengaruh (impact) perencanaannya. Penentu kebijaksanaan harus mempunyai kemampuan
merencana dengan baik untuk menjamin agar ia mempunyai pandangan yang luas
atas alternatif rencana yang dihadapinya, dan juga memiliki sekedar
kemampuan menganalisis guna membantu mengembangkan kriteria penilaian
dalam menentukan pilihan atas alternatif.
Proses perencanaan yang lengkap selalu akan melalui tahap analisis. Kebijaksanaan
perencanaan muncul sebagai hasil dari proses analisis, dan seluruh
wujud perencanaan merupakan hasil dari
proses analisis. Suatu pembelajaran
tidak akan terus menerus berada dalam keadaannya sekarang, tetapi ia akan
berubah. Perubahan ini dpaat bergerak
menuju ke arah positif, tetapi dapat pula
bergerak ke arah negatif; keduanya dikenal sebagai
"perkembangan" pembelajaran.
Untuk mengetahui perubahan ini dan untuk menentukan arah kecenderungan
perkembangannya diperlukan suatu alat observasi.
Perencanaan tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan akan kecenderungan
obyek perencanaan. Dengan mengetahui
kecenderungan perkembangan dan berbagai faktor atau variabel yang berpengaruh,
dapatlah ditentukan strategi perencanaan agar dicapai hasil sebaik mungkin.
Untuk semua ini diperlukan analisis yang cukup teliti dan rumit.
Dalam analisis, yang diharapkan adalah kesimpulan analisis yang
akan digunakan sebagai pegangan tindakan selanjutnya. Selain metode logika, dalam analisis data
juga dikenal penggunaan model matematika
yang akan memberikan jawaban baik kuantitatif maupun kualitatif. Penggunaan model amtematika sudah barang
tentu tidak dapat dilepaskan dari beberapa asumsi yang mendasari pemakaiannya.
C.
Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pendidikan
berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan standar performansi yang
telah ditetapkan. “Competency Based Education is geared toward preparing
individuals to perform identified competency” (Schrag, 1987, h 22).
Rumusan ini
menunjukan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu
melakukan perangkat kompetensi yang diperlukan. Suatu program pendidikan
berbasis kompetensi harus mengandung empat unsur pokok, yaitu:
1)
Pemilihan
kompetensi yang sesuai
2)
Spesifikasi indikator-indikator evaluasi
untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi
3)
Pengembangan
sistem pembelajaran
4)
Penilaian
Kegiatan
pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan
kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan
dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu: 1)
berpusat pada peserta didik; 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik;
3)menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan nilai,
etika, estetika, logika, dan kinstetika dan 5) menyediakan pengalaman belajar
yang beragam (Puskur, 2004:13).
Dalam
kerangka itu, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi.
Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain program dapat dilaksanakan secara
efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran dinilai dan dijadikan
umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan
prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah
pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stanley Elam
(1971) dalam Oemar Hamalik (2002:92) sebagai berikut:
Langkah pertama :
Spesifikasi asumsi-asumsi atau
preposisi-preposisi yang mendasar.
Program
pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Dunia pendidikan dewasa
ini lebih cenderung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik
jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika
anak ‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi
pada target penguasaan materi terbukti dalam kompetensi ‘pengingat’jangka
pendek, tetapi gagal dalam membekali persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pada
awal abad dua puluh, John Dewey mendengarkan filsafat progresivisme, yang
kemudian melahirkan filosofi belajar kontruksifisme dengan mengajukan teori
kurikulum dari metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan
metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Inti
ajaranya adalah siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari
berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui; proses belajar akan produktif
jika siswa terlibat aktif dalam aktif dalam proses belajar.Diantara pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara efektif
dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang dipelajari.
2. Anak harus bebas agar bisa berkembang
dengan wajar
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk
merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan
masyarakat.
6. Sekolah progresif harus merupakan
laboratorium untuk melakukan eksperimen.
Masih
banyak teori-teori lain yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan
kurikulum. Jika diantara teori belajar ternyata ada yang tidak disetujui, maka
sebaiknya diadakan diskusi, sehingga dapat menyusun program yang betul-betul
aktual.
Langkah kedua :
Mengidentifikasi kompetensi
Dalam
penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan.
Untuk mengetahui keluasan dan ke dalaman cakupan kemempuan dasar, dapat
digunakan jaringan topic/tema/konsep. Kompetensi dasar yang terlalu luas dalam
cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari satu pembelajaran.
Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin dapat dijabarkan ke
dalam satu pembelajaran.
Kompetensi-kompetensi
harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasikan serta di tes sejauhmana
kontribusinya terhadap keberhasilan dan efktifitas belajar megajar. Hasil
penelitian seringkali ikut membantu dalam mengidentifikasi kompetensi, kita
dapat menggunakan beberapa model pendekatan diantaranya :
a. Pendekatan analisis tugas (task
analysis) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis
tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru di sekolah/madrasah sebagai tenaga
professional, yang pada giliranya ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang
diperlukan , sehingga dapat pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan
tugasnya sesuai dengan kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar
berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang harus
dicapai dalam pembelajaran. Daftar kompetensi ini dapat disusun setelah
mengadakan serangkaian diskusi atau menilai.
b. Pendekatan the needs of school
learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa di
sekolah). Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari
ambisi, nilai-nilai dan pandangan para siswa. Hal ini menjadi landasan dalam
mengidentifikasi kompetensi. Jadi pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa
terdapat hubungan yang erat sekali antara persiapan guru dan hasil yang
diinginkan siswa.
c. Pendekatan berdasarkan asumsi
kebutuhan masyarakat. Dengan menspesifikasikan kebutuhan masyarakat, terutama
masyarakat sekolah, maka selanjutnya disusun program pendidikan. Pendekatan ini
berdasarkan asumsi, bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang nyata dan penting
itu dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada giliranya
dituangkan ke dalam program pembelajaran. Kelemahan dari pendekatan ini ialah
bahwa sangat sulit menemukan kebutuhan masyarakat yang tepat, tetap serta
lengkap, sehingga begitu program dilaksanakan pada waktu itu mungkin kebutuhan
masyarakat telah berubah.
Hal
senada juga dikemukakan oleh Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8) bahwa
analisis kompetensi dilakukan melalui proses:
1. Analisis tugas. Analisis tugas
dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam
indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan analisis tugas yang harus
dipelajari oleh siswa, dikembangkan berbagai jenis pengetahuan yang menuntut
dicantumkan kompetensi-kompetensi yang diperlukanya (daftar kompetensi).
2. Pola analisis. Pola analisis
dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada. Pola analisis
dilakukan dengan menganalisis setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dengan
keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para siswa. Selanjutnya
dikembangkan keterampilan-keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para siswa,
yang dipandang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
3. Research. Research (penelitian)
dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi berdasarkan hasil-hasil
penelitian , dan diskusi. Penelitian dan diskusi ini melibatkan berbagai ahli yang
memahami kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang.
Berdasarkan pemahaman terhadap kondisi serta perkembangan masa kini dan masa
yang akan datang, diidentifikasikan sejumlah kompetensi yang diperlukan untuk
dikuasai oleh individu dalam menempuh kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan zaman.
4. Expert judgement. Expert
judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan utnuk menganalisis
kompetensi berdasarkan pertimbangan para ahli. Expert judgement ini
bisa dilakukan melalui teknik Delphi, sebagai suatu cara untuk memprediksi masa
depan berdasarkan pandangan dan analisis pakar ditinjau sari berbagai sudut
pandang ilmu. Kelebihan dari teknik Delphi antara lain bahwa yang melakukan
analisis dan prediksi masa depan adalah mereka yang telah memiliki wawasan dan
pengetahuan yang handal dalam bidangnya.
5. Individual group interview
data. Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu
maupun kelompok dimaksudkan utnuk menemukan informasi tentang kegiatan,
tugas-tugas, dan pekerjaan yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam bentuk lisan. Dengan komuniksi dua arah, penggunaan wawancara diharapakan
untuk memperoleh informasi yang diinginkan oelh pewawancara melalui
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
6. Role Play. Role play ini dimaksudkan untuk melakukan
analisis kompetensi berdasarkan pengamatan dan penilaian terhadap sejumlah
orang yang melakukan peran tertentu. Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh
sejumlah peran tertentu yang ada di masyarakat, sebagai bahan untuk
mengidentifikasi kompetensi yang perlu dikembangkan dan dimiliki oleh murid.
Langkah ketiga :
Menggambarkan Secara spesifik
Kompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi
yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan
dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah target populasinya dalam
konteks pelaksanaanya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan
parameter sumber.
Langkah keempat :
Menentukan tingkat-tingkat
criteria dan jenis assessment
Menentukan
jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur
ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan program
pembelajaran. Jika tujuan sederhana dan jelas, maka tidak begitu sulit untuk
menentukan criteria keberhasilan dan kondisi yang diperlukan untuk
mempertunjukan bahwa kompetensi telah dikuasai. Akan tetapi kebanyakan
kompetensi itu bersifat kompleks dan mengandung variabel yang cukup sulit untuk
dinilai. Kompetensi-kompetensi itu diwarnai oleh karakteristik guru dan
bermacam-macam suasana sambutan murid, baik secara individual maupun kelompok
terhadap stimulasi yang sama. Oleh karena itu harus disusun seperangkat
indicator dan jangan hanya satu perangkat karena akan mengakibatkan program
menjadi kaku. Tersedianya berbagai alternative penilaian yang disiapkan oleh
guru menunjukan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Langkah kelima :
Pengelompokan dan penyusunan tujuan
pembelajaran
Pada
langkah kelima ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-maksud
instruksional setelah langkah pertama sampai keempat menguraikan deskripsi
logis program yang di dalamnya memuat kompetensi-kompetensi minimal, sub kompetensi
dan bentukassessment.
Sebagai pertimbangan atau landasan dalam
rangka penyusunan pengaturan tersebut adalah :
a. Struktur isi yang dimuat dari
pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.
b. Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan
macam-macam kegiatan. Beberapa kompetensi bertalian dengan masukan kognitif dan
dilangkapi dengan media pembelajaran, sedangkan kompetensi lainya mungkin
memerlukan simulasi.
Langkah keenam :
Desain strategi pembelajaran
Program
instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan
secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Model instruksional
adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para
siswa untuk mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari 5
bagian utama, yaitu:
a. Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional
asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan, hubungan antara modul datu dengan
modul lainya dan dengan keseluruhan program.
b. Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan
jelas dan tidak membingungkan.
c. Pre assessment yang meliputi assessment
diagnostic terhadap sub kompetensi atau tujuan-tujuan modul
d. Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternative instruksional
untuk mencapai kompetensi, alternative yang dapat dipilih oleh siswa
berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountableterhadap
kompetensi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi.
e. Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan
modul. Modul tidak mengisolasi kurikulum, melainkan bersifat luwes dan
menggunakan startegi instruksional terpadu. Efektivitas modul tergantung pada
kreativitas, kepandaian, kecakapan para pengembangnya.
Langkah ketujuh :
Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Program-program
yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani
bermacam-macam kebutuhan siswa. Adanya bermacam-macam tujuan berbagai
alternatif kegiatan, menjadikan sistem instruksional dan sistem bimbingan lebih
unik.
Sebagaimana
kita ketahui program pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan
suasana real (field setting) dimana sangat dibutuhkan
kerjasama dan dibutuhkan persetujuan inter-institusional. Tanggungjawab
pendidikan bukan hanya menjadi tanggungjawab guru, tetapi juga oleh
lembaga-lembaga lainya seperti: lembaga professional, wakil-wakil masyarakat,
murid dan institusi lainya.
Mengingat
belajar adalah merupakan proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau
pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal tersebut dengan lancar dan penuh
motivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa
secara aktif, mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan
sebagainya. Menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan
menantang siswa sehingga berbuat dan berpikir merupakan contoh strategi yang
memungkinkan siswa menjadi pelajar seumur hidup. Berdasarkan beberapa
pertimbangan di atas, maka sangat diperlukan praktek pengelolaan dan sistem
pengelolaan yang didesain cermat.
Langkah kedelapan :
Melaksanakan percobaan program
Program
yang telah disusun secara sistematis perlu diuji cobakan. Percobaan program
dilakukan terhadap bagian-bagian dari program itu atau semacam prototype
test dan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dalam skala kecil. Tujuan
program ini adalah untuk mengetes efektifitas strategi instruksional; seberapa
besar diperlukan tuntutan-tuntutan program; ketepatan alat atau jenis penilaian
yang digunakan; dan efektivitas system pengelolaan. Tes ini harus didesain
sedemikian rupa agar dapat diketahui kelemahan apa yang terdapat dalam
unsur-unsur program tersebut untuk melakukan perbaikan
Langkah kesembilan :
Menilai desain pembelajaran
Pelaksanaan
terhadap sebuah desain intruksional, lazimnya mencakup empat aspek, yaitu:
a. Validasi tujuan dalam hubungan dengan
peranan pendidik yang diproyeksikan.
b. Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.
c. Sistem instruksional dalam hubunganya
dengan hasil belajar.
d. Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan
dalam hubungan dengan hasil tujuan.
Pada prinsipnya pelaksanaan penilaian harus
dilakukan sejak awal dan kontinyu karena merupakan bagian integral dalam
pengembangan program.
Langkah kesepuluh :
Memperbaiki program
Setiap
program sesungguhnya tidak pernah tersusun dengan kondisi sempurna, termasuk
desain instruksional berbasis kompetensi.Akan tetapi senantiasa terbuka untuk perbaikan dan
perubahan berdasarkan umpan balik dari pengalaman-pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Houston : “continual refinement
of every aspect of the program is characteristic of the systemic approach which
undergirds most CBE programs. This includes modifying as well as changing
instructional strategies and management system to make them more useful”.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendekatan
pembelajaran yang dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Analisis adalah penyelidikan sesuatu
peristiwa untuk mengetahui penyebabnya, dan bagaimana duduk perkaranya.
Menganalisis ialah menyelidiki dengan menguraikan masing-masing bagiannya.
Pendidikan berbasis kompetensi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi)
tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan standar performansi yang telah
ditetapkan.
Sagala Syaiful, Kemampuan
profesional guru dan tenaga kependidikan, Alfabeta, Bandung, 2010.
Djamarah
Syaiful Bahri, Pendidikan Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta,
2008.
Usman Uzer Menjadi Guru Propesional, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1994.
Sadirman. AM, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.
B.
Suryabroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_