WELCOME

Sabtu, 24 Maret 2012

Perkembangan dan Lingkungan


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Setiap individu yang lahir ke dunia ini pasti dengan satu hereditas tertentu. Ini berarti bahwa karakteristik setiap individu berbeda dan diperoleh dari pewarisan/pemindahan cairan “germinal” dari pihak orangtuanya. Di samping itu, individu tumbuh dan berkembang tidak terlepas dari lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari hereditas dan lingkungan. Agar kita dapat mengerti dan mengontrol perkembangan individu baik dari tingkah lakunya, kita hendaknya mengetahui peranan masing-masing (hereditas dan lingkungan). Dan inilah yang melatar belakangi kami dalam penulisan makalah ini. Agar kita calon-calon guru dapat mengidentifikasi bagaimana sifat, tingkah  laku, intelegensi  anak didik kita nanti. Dan kita dapat memahami factor penyebab anak didik kita itu bertingkah laku yang berbeda. Dapat kita lihat dari factor hereditas dan lingkungannya.  

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah;
1)      Dalam rangka pemenuhan tugas kelompok pada mata kuliah psikologi pendidikan
2)      Sebagai bahan dalam diskusi di dalam ruangan sehingga terjadi tukar pendapat (sharing) dalam pemecahan masalah yang akan kami paparkan.
Pembahasan Pada makalah ini kami akan membahas mengenai hereditas dan lingkungan. Adapun sub materi yang akan kami bahas antara lain:
1.      Pengertian pembawaan dan lingkungan dalam pendidikan
2.      Proses pewarisan hereditas
3.      Macam-macam lingkungan
4.      Pengaruh pembawaaan dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan proses belajar siswa.

C.    Metode Penulisan
Kami menggunakan metode kepustakaan dan membuka blog di internet yang berkaitan dengan bahan makalah yang kami buat.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perkembangan  
            Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi materiil, melainkan pada segi fungsional. Dari uraian ini perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi.
            Perubahan sesuatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya suatu proses pertumbuhan materiil yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan disamping itu, disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil belajar. Maka akan salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah semata-mata sebagai perubahan atau proses psikologis.[1]

B.     Hukum-Hukum Perkembangan
            Perkembangan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan. Pertumbuhan sesuatu materi jasmaniah dapat menumbuhkan fungsi dan bahkan perubahan fungsi pada materi jasmaniah itu. Perubahan fungsi jasmaniah dapat menghasilkan kematangan atas fungsi itu. Kematangan fungsi-fungsi jasmaniah sangat mempengaruhi perubahan pada fungsi-fungsi kejiwaan.
            Adapun hukum-hukum dalam perkembangan antara lain seperti yang dikemukakan di bawah ini.
a)      Perkembangan adalah kualitatif
            Perkembangan tidak mengenai materi, melainkan mengenai fungsi. Telah dikemukakan di atas bahwa perubahan fungsi tidak terjadi secara kuantitatif, melainkan secara kualitatif. Dengan demikian, perkembangan itu adalah kuantitatif. Kualitatif di sini dihubungkan dengan hasil dari perubahan yang tidak dapat dihargai secara kuantitatif.
b)      Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil dari belajar
            Dengan belajar, orang memperoleh pengalaman. Belajar merupakan kegiatan yang dinamis karena itu wajarlah bahwa pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang ini akan menentukan tingkat kedewasaan seseorang. Tingkat-tingkat kedewasaan seseorang merupakan indikator penting bagi perkembangan orang itu.
c)      Usia Ikut Mempengaruhi Perkembangan
            Dengan bertambahnya usia, maka pertumbuhan seseorang langsung terus menuju kepada tingkat kematangan-kematangan tertentu pada fungsi-fungsi jasmaniah.
d)     Masing-Masing Individu Mempunyai Tempo Perkembangan Yang Berbeda-Beda. Dalam keadaaan normal, perkembangan seseorang berlangsung dalam tempo tertentu yang tidak mesti sama bila dibandingkan dengan tempo perkembangan orang lain.
e)      Dalam Keseluruhan Periode Perkembangan, Setiap Spesies Perkembangan Individu Memiliki Pola Umum Yang Sama. Setiap individu berkembang dengan mengikuti pola umum yang sama, karena masing-masing individu memiliki materiil serta funggi-fungsi yang sama untuk bertumbuh. Perubahan sifat-sifat “genes” terjadi secara kesinambungan dan teratur, meskipun terdapat pengaruh lingkungan yang menyebabkan adanya perbedaan pertumbuhan, namun pola umum perkembangan tetap sama. 
f)       Perkembangan dipengaruhi Oleh Hereditas dan Lingkungan
            Faktor hereditas dan lingkungan sama-sama penting bagi perkembangan individu. Hereditas nenumbuhkan fungsi-fungsu dan kapasitas, sedangkan pendidikan dan lingkungan mengembang fungsi-fungsi dan kapasitas itu. Baik stimuli hereditas, maupun stimuli lingkungan berinteraksi saling mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan.
g)      Perkembangan Yang Lambat Dapat Dipercepat
            Perkembangan seseorang dikatakan terlambat apabila pribadinya tidak berkembang sesuai dengan pola perkembangan sendiri yang normal. Kelambatan perkembangan ini dapat dipercepat melalui kepemimpinan pengajaran yang didaktis.
h)      Perkembangan Meliputi Proses Individual dan Integrasi
            Meskipun pola tingkah laku individu pada mulanya bersifat umum, namun dengan majunya pertumbuhan terjadilah perkembangan masing-masing fungsi yang tidak bersamaan.

C.    Tahap-Tahap Perkembangan Pribadi Manusia
            Perkembangan pribadi manusia meliputi beberapa aspek perkembangan, antara lain perkembangan fisiologis, perkembangan psikologis, perkembangan sosial, dan perkembangan didaktis/pedagogis. Tahap-tahap perkembangan untuk tiap-tiap aspek tersebut tidak sama.
      1.            Tahap-Tahap Perkembangan Fisiologis
Perkembangan fisiologis seperti telah diuraikan pada pembahasan terdahulu, merupakan perubahan kualitatif terhadap struktur dan fungsi-fungsi fisiologis.
      2.            Tahap-Tahap Perkembangan Psikologis
Perkembangan psikologis pribadi manusia dimulai sejak masa bayi hingga masa dewasa
      3.            Tahap-Tahap Perkembangan Secara Pedagogis
Tahap-tahap perkembangan pribadi manusia secara pedagogis dapat dikemukakan di sini menurut dua sudut tujuan, yaitu dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan pendidikan dan dari sudut tujuan teknis khusus perlakuan pendidikan.
Mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi dari sudut tinjauan teknis khusus perlakuan pendidikan, secara otomatis dapat kita ambil pentahapan perkembangan psikologis yang baru saja dikemukakan di atas. Di sini kita tinggal membicarakan perlakuan-perlakuan yang diperlukan dalam pendidikan yang sesuai dengan perkembangan tingkat-tingkat anak didik. Berikut ini dikemukakan secara garis besar tentang perlakuan-perlakuan pendidikan menurut tingkat-tingkat perkembangan psikoogis anak didik.
      4.            Fase dan Ciri Perkembangan
            Fase perkembangan manusia tidak terlepas dari proses pertumbuhan manusia itu sendiri akan tetapi fase perkembangan pada diri manusia berbeda dari makhluk-makluk lainnya mempunyai fromi yang khusus. Ia mempunyai fungsi mengikat (fungsi mnemic) dan ia memiliki fungsi realisasi diri (dinamakan entelecbt) yang menyebabkan manusia bisa berkembang ke arah bisa dikehendakinya sendiri.[2] Walaupun demikian, Aristoteles (384-322 SM) membagi masa perkembangan selama masa 21 tahun dalam tiga septiniah (tiga periode kali tujuh tahun) yang dibatasi oleh dua gejala alamiah yang penting yaitu : pergantian gigi dan munculnya gejala-gejala pubertas.
            Sedangkan perkembangan menurut Charlote Buhler terbagi kepada beberapa bagian sebagai berikut :
      1.            Fase 0-1 tahun : Masa-masa menghayati obyek-obyek di luar diri sendiri, dan saat melatih fungsi-fungsi terutama melatih fungsi motorik: yaitu fungsi-fungsi yang berkaitan dengan gerakan-gerakan dari badan dan anggota badan.
      2.            Fase 2-4 tahun : Masa pengenalan dunia obyektif di luar diri sendiri disertai penghayatan subyektif.
      3.            Fase 5-8 tahun : masuk pada sosialisasi anak. Pada saat ini anak mulai memasuki masyarakat luas (misalnya taman kanak-kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermaian dan sekolah rendah).
      4.            Fase 9-11 tahun : masa sekolah rendah. Pada periode ini anak mencapai obyektifitas tertinggi.
      5.            Fase 14-19 tahun : masa tercapainya sintesa antar sikap ke dalam batin sendiri dengan sikap ke luar kepada dunia obyektif.
Dari beberapa fase perkembangan yang dikemukakan oleh Charlote Buhler di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan bukanlah suatu perkembangan yang terjadi secara berangsur-angsur yang lepas satu sama lain. tetapi rentetan yang tidak putus-putusnya dari pada struktur yang makin sempurna.

D.    PERKEMBANGAN MENURUT ISLAM
a)      Fase-Fase Perkembangan Dalam Islam
Perkembangan individu yang merupakan fase yang saling berkelanjutan sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan individu di setiap fasenya, ada proses yang sistematik, progresif dan kontinyu sebagaimana Allah menjelaskan proses bagaimana individu tumbuh dan berkembang menjalani fase demi fase dalam kehidupannya:
Maka ketahuilah sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian dengan (berangsur-angsur) kamu sampailah pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulu telah diketahuinya. (Q.S Al-Hajj, 22 : 5).
Dalam proses perkembangan individu, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan di luar keluarga berpotensi untuk mempengaruhi perkembangan individu dalam setiap fasenya, khususnya dalam membentuk kepribadiannya. Masalahnya sekarang adalah bagaimana cara agar perubahan individu dalam setiap fase perkembangannya bersifat progresif-sistematik dengan membawa nilai-nilai yang positif sehingga dapat memudahkan individu dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan.
Perkembangan individu dalam Islam dapat digolongkan ke beberapa bagian sebagai berikut :[3]


      1.            Fase Pra-Natal
Fase perkembangan manusia pada masa prenanatal ini sebagaimana dijelaskan baik dari sumber hadits dan al-Qur’an merupakan proses yang saling berkaitan, pada periode pra-natal ini dimana sifat bawaan dan jenis kelamin individu. Dalam masa ini merupakan langkah awal perkembangan dan pertumbuhan serta pembentukan kepribadian, maka sebagian ulama menyarankan dalam masa seorang ibu yang hamil hendak sering membaca Al-Qur’an dan banyak melakukan perbuatan yang baik dan terpuji sehingga perbuatan yang baik tersebut akan menjadi kepribadian anak dalam kandungan tersebut.
      2.            Fase Lahir
Fase lahir merupakan permulaan atau periode awal keberadaan sebagai individu dan pada masa ini dimulai dari kelahiran dan berakhir pada saat bayi menjelang dua minggu dan periode ini janin mulai menyesuaikan dirinya dengan kehidupan di luar hamil.
      3.            Fase Dua Tahun Pertama
Rasulullah SAW bersabda tentang pendidikan anak tersebut sebagaimana sabdanya yang berbunyi:
“Mulailah mendidik anak-anak kalian dengan kalimat yang pertama : Laa ilaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah), bimbinglah mereka ketika mereka berada dalam sekarat dengan laa ilaha illallah ! (H.R al-Baihaqi).
      4.            Fase kanak-kanak
      5.            Remaja dan
      6.            Dewasa

E.     Pengertian dan Fungsi Pembawaan
Pembawaan adalah seluruh potensi yang terdapat pada individu dan pada masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan. Pembawaan atau bisa disebut dengan bakat ini dalam arti lain adalah merupakan potensi – potensi , atau kemungkinan – kemungkinan yang memberikan kemungkinan kepada seseorang untuk berkembang menjadi sesuatu. Berkembang tidaknya potensi yang ada pada anak masih sangat tergantung pada faktor – faktor pendidikan yang lain.[4]
Agar lebih jelas lagi pengertian tentang pembawaan, inilah uraiannya, dapat kita katakan bahwa yang dimaksud dengan pembawaan ialah semua kesanggupan-kesanggupan yang dapat diwujudkan.
Pembawaan atau bakat terkandung dalam sel-benih (kiem-cel), yaitu keseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan oleh keturunan, inilah yang dalam arti terbatas kita namakan pembawaan (aanleg).
      1.            Struktur Pembawaan
Disamping kita memahami bahwa pembawaan yang bermacam-macam yang ada pada anak itu tidak dapat kita amati, jadi belum dapat dilihat sebelum pembawaan itu menyatakan diri dalam perwujudannya (dari potential ability menjadi actual ability), kita hendaklah selalu ingat bahwa sifat-sifat dalam pembawaan (potensi-potensi) itu seperti : potensi untuk belajar ilmu pasti, berkata-kata, intelijensi yang baik dan lain-lain merupakan struktur pembawaan anak-anak.
      2.             Pembawaan dan Bakat
Sebenarnya kedua istilah itu – pembawaan dan bakat adalah dua istilah yang sama maksudnya. Umumnya dalam psikologi kita dapati kedua istilah itu sejajar, sama-sama dipakai untuk satu pengertian, yaitu pembawaan (aanleg). Untuk menggantikan kata aanleg kedua istilah tersebut di atas dapat digunakan sama-sama dengan maksud sama pula.
      3.            Beberapa Macam Pembawaan dan Pengaruh Keturunan
a.       Perlu pula kiranya kita singgung sedikit beberapa macam pembawaan berikut :
1)      Pembawaan jenis
Tiap-tiap manusia biasa diwaktu lainnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelijensinya, ingatannya dan sebagainya semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas, dan berbeda dengan jenis-jenis makhluk lain.
2)      Pembawaan Ras
Dalam jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan yang juga termasuk pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras.
3)      Pembawaan Jenis Kelamin
Setiap manusia yang normal sejak lahir telah membawa pembawaan jenis kelamin masing-masing.
4)      Pembawaan Perseorangan
Kecuali pembawaan-pembawaan terebut diatas, tiap orang sendiri-sendiri (individu) memiliki pembawaan yang bersifat individual (pembawaan perseorangan) yang tipikal, banyak ditentukan oleh keturunan ialah pembawaan ras, pembawaan jenis dan pembawaan kelamin.
Secara biologis setiap manusia mulai hiidupnya pada saat pertemuan antara sel benih betina (ovum) dengan sel benih jantan (sperma). Struktur clluler yang ada di dalam benih tadi yang menentukan hereditet. Struktur-struktur disebut dengan kromosom-kromosom yang berupa benang-benang protoplasma yang terdapat berpasang-pasangan dan setiap pasangan mengandung unsur-unsur yang disebut dengan gena-gena. Gena-gena ini berbentuk rangkaian kalung dan terikat pada pasangan kromosom tadi. Para ahli biologi mengatakan, bahwa jumlah kromosom-kromosom untuk manusia ialah 48 pasang atau 24 pasang. Setengah dari jumlah ini datang dari nenek – moyang yang pada pihak ayah, sedangkan setengahnya berasal dari pihak ibu. Setelah sel telur dari wanita berhasil bersatu , maka muncullah satu kehidupan baru, maka ovum yang telah diserbuki ini tumbuh dengan jalan perpecahan sel-sel.setiap sel yang pecah menghasilkan dua sel yang baru. Perpecahan ini berlangsung selama pembentukan organisme baru sampai memperoleh segala organ. Beberapa sel-sel baru ini menjadi sel-sel benih yang fungsinya ialah melanjutkan proses hereditet. Yang lain bagi menjadi sel-sel somatic dan menghasilkan tulang , otot, alat-alat pria, dan susunan syaraf, pertumbuhan selama priode prenatal (dalam kandungan ibu). Apabila sel-sel benih dari kedua orang tuanya mengandung semua determinant tinggi, maka akan menghasilkan mentalizet yang tinggi  maka anaknya pun akan mendapatkan mentalizet tinggi pula. Dalam hal ini orang tua disebut dengan homozygous. Barang kali tidak ada satu orang pun yang bersifat homozygous untuk satu sifat. Tetapi, yang lebih mungkin adalah , bahwa semua orang bersifat heterozygous untuk setiap sifat. Oleh sebab itu anak dapat memiliki ciri-ciri yang berbeda dari kedua orngtuanya.  

F.     Pengertian dan Fungsi Lingkungan
Menurut Sartain (ahli psikologi Amerika), yang dimaksud lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes.
Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal adlam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada dasarny lingkungan mencakuplingkungan fidik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial.
Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan(pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat peraga, dll) dinamakan lingkungan pendidikan.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Sartain membagi lingkungan menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut :
1)      Lingkungan alam/luar
2)      Lingkungan dalam
3)      Lingkungan sosial/masyarakat.[5]
Secara garis besar lingkungan dapat dibedakan :
1.      Lingkungan Fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim, dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu.
2.      Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat, dimana dalam lingkungan masyarkat ini ada interaksi individu satu dengan individu lain. Keadaan masyarakat pun akan memberikan pengaruh tertentu terhadap perkembangan individu.
Lingkungan sosial ini biasanya dibedakan,
a.       Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial di mana terdapat hubungan erat antara anggota satu dengan anggota lain.
b.      Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang berhubungan anggota satu dengan anggota lainnya agak longgar. Pada umumnya anggota satu dengan anggota lain kurang atau tidak saling kenal mengenal.
Pengaruh lingkungan sosial, baik primer maupun sekunder sangat kompleks dalam perkembangan individu, hal ini secara mendalam dibicarakan tersendiri dalam psikologi sosial.[6]

G.    Tiga Aliran Dalam Proses Perkembangan
Manusia adalah merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan, baik perubahan dalam segi fisiologik maupun dalam segi psikologik.  Mengenai faktor-faktor yang akan menentukan dalam perkembangan manusia ternyata terdapat bermacam-macam pendapat dari para ahli sehingga pendapat-pendapat itu menimbulakan bermacam-macam teori mengenai perkembangan manusia. Teori yangs atu berbeda dengan teori yang lain, bahkan ada yang bertentangan satu dengan yang lain. Teori-teori atau aliran dalam proses perkembangan itu adalah :
a.       Aliran Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pendidikan tidak bisa mengubah sifat-sifat pembawaan. Salah satu perbedaan dasar individu adalah latar belakang hereditas masing-masing individu. Hereditas dapat diartikan sebagai pewaris atau pemindah biologis, karakteristik individu dari pihak orang tuanya.
b.      Aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa, itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya. Sejak atau oleh pendidik dan pengalamannya sejak kecil, manusia dapat dididik apa saja/kearah yang lebih yang baik maupun kearah yang buruk.
Aliran teori ini dalam lapangan pendidikan menimbulkan pandangan yang otomistis yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi manusia. Teori ini sering disebut dengan “Tabularasa” yang memandang bahwa keturunan itu mempunyai peranan.
c.       Hukum Konvergensi
Hukum ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia, dari duah buah faktor perkembangan dan lingkungan. Kedua hal tersebut itu kita renungkan benar-benar, belum tepatlah kiranya hal itu diperuntukkan bagi perkembangan manusia, hasil dari proses alam, yaitu pembawaan dan lingkungan belaka.
Tetapi perkembangan manusia itu bukan hasil belaka dari pembawaannya dan lingkungannya. Manusia itu tidak hanya diperkembangkan tetapi iya memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk.
Proses perkembangan manusia tidak hanya oleh faktor pembawaan yang telah ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam pekembangannya turut menentukan atau memainkan peranan juga.
Di Indonesia, teori konvergensi inilah yang dapat diterima, seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara :
“Tentang hubungan antara dasar dan keadaan ini menurut ilmu pendidikan ditetapkan adanya “konvergensi” yang berarti bahwa kedua-duanya saling tarik menarik dan akhirnya menjadi satu. Mengenai perlu tidaknya tuntunan di dalam tumbuhnya manusia, samalah keadaannya dengan soal perlu atau tidaknya pemeliharaan dalam tumbuhnya tanam-tanaman. Misalnya, kalu sebutir jagung yang baik dasarnya jatuh pada tanah baik, banyak airnya dan dapat sinar matahari maka pemeliharaandari bapak tani tentu akan menambah baiknya tanaman. Kalau tak ada pemeliharaan, sedangkan tanahnya tidak baik, atau tempat jatuhnya biji jagung itu tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan air maka biji jagung itu walaupun dasarnya baik, tak akan tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya, kalau sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan sebaik-baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan tumbuh lebih baik daripada biji lain-lainnya yang tidak baik dasarnya”. (Ki hajar Dewantara, 1962).[7]

H.    Pengaruh Pembawaan dan Lingkungan Terhadap Proses Belajar Anak
1)      Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan. Entah malam hari, siang hari, sore hari atau pagi hari.
Namun, dari semua itu tidak semua orang mengetahui apakah itu belajar. Seandainya dipertanyakan apakah yang sedang dilakukan ? tentu saja jawabnya adalah “belajar”. Itu saja tersimpan di dalam pengertian dari kata “belajar” itulah yang perlu diketahui dan dihayati, sehingga tidak melahirkan pemahaman yang keliru mengenai masalah belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang belajar dipahami bahwa belajar adalah kegiatan yang dilakukan.

2)      Hubungan Proses Belajar
Dalam belajar banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Dalam sekian banyak hal mempengaruhi seseorang dalam belajar menurut Wasty Soemanto, dapat dikatagorikan kepada tiga hal yatu:
1.        Faktor-faktor daya serap
2.        Faktor-faktor metode belajar
3.        Faktor-faktor individual
Di dalam proses belajar mengajar itu ikut berpengaruh sejumlah faktor lingkungan, yang merupakan masukan dari lingkungan.[8]
Akan tetapi mengenai pengaruh pembawaan dan lingkungan terhadap proses belajar anak menurut penelitian para ahli menyatakan bahwa hasil dari proses perkembangan seorang siswa tak dapat hanya dijelaskan dengan menyebutkan pembawaan dan lingkungan saja. Artinya, keberhasilan seorang siswa bukan hanya karena pembawaan dan juga lingkungan saja seperti yang dikemukakan panjang lebar di atas, karena siswa tersebut tidak hanya dikembangkan oleh pembawaan dan lingkungannya tetapi juga oleh diri siswa itu sendiri. Setiap orang, termasuk siswa tersenbut, memiliki potensi self direction dan self-discipline yang memungkinkan dirinya bebas memilih antara mengikuti atau menolak sesuatu (aturan atau stimulus) lingkungan tertentu yang hendak mengembangkan dirinya. Alhasil, siswa itu sendiri memiliki potensi psikologis tersendiri untuk mengembangkan bakat dan pembawaannya dalam konteks lingkungan tertentu.
Dengan kesimpulan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan siswa secara umum terdiri atas dua macam, yaitu :
1.      Faktor Intern, yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
2.      Faktor eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa yag meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungannya.[9]

Dapat difahami bahwa kedua poin ini kalau dibandingkan dengan pembawaan dengan lingkungan akan semakin jelas bahwa faktor intern itu meliputi pembawaan sedangkan lingkungan itu meliputi faktor eksternal. Oleh karenanya pengaruh lingkungan sosial sangat berpengaruh dalam perkembangan belajar siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan diskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Dan juga pembawaan, yang mana kedua orang tuanya adalah termasuk gen-gen yang pintar seperti yang dipaparkan pada poin pengertian pembawaan dan fungsi pembawaan maka jelaslah kedua faktor ini (pembawaan dan lingkungan) juga turut mempengaruhi terhadap proses belajar siswa.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.
Perkembangan individu dalam Islam dapat digolongkan ke beberapa bagian sebagai berikut :
      1.            Fase Pra-Natal
      2.            Fase Lahir
      3.            Fase Dua Tahun Pertama
      4.            Fase kanak-kanak
      5.            Remaja dan
      6.            Dewasa.
Pembawaan adalah seluruh potensi yang terdapat pada individu dan pada masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan. Pembawaan atau bisa disebut dengan bakat ini dalam arti lain adalah merupakan potensi – potensi , atau kemungkinan – kemungkinan yang memberikan kemungkinan kepada seseorang untuk berkembang menjadi sesuatu.
Menurut Sartain (ahli psikologi Amerika), yang dimaksud lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes.
Lingkungan sosial ini biasanya dibedakan,
c.       Lingkungan sosial primer
d.      Lingkungan sosial sekunder
Teori-teori atau aliran dalam proses perkembangan itu adalah :
d.      Aliran Nativisme
e.       Aliran Empirisme
f.       Hukum Konvergensi
Dapat disimpulkan bahwa faktor intern itu meliputi pembawaan sedangkan lingkungan itu meliputi faktor eksternal. Oleh karenanya pengaruh lingkungan sosial sangat berpengaruh dalam perkembangan belajar siswa.
Dan pembawaan juga turut mempengaruhi terhadap proses belajar siswa dikarenakan pembawaan gen-gen orang tuanya yang ada pada diri seorang manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Mudzakkir, Ahmad & Sutrisno, Joko, Psikologi Pendidikan Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, PT. Pustaka Setia, Bandung, 1997.
Wirawan Sarwono, Sarlito , Psikologi sosial, PT Balai Pustaka, 1999.
Hartati, Netty, dkk, Islam dan Psikologi , RajaGrafindo Persada, 2004.
Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009, cet. 4.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, 2006.
Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008.



[1] Ahmad Mudzakkir & Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK,hal. 72.
[2] Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi sosial, PT Balai Pustaka, 1999, hal 8 - 23.
[3] Hartati, Netty, dkk, Islam dan Psikologi , RajaGrafindo Persada, 2004.
[4] Ahmad Mudzakkir & Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Hal 92
[5] Ibid, Hal 97
[6] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Hal 194 - 195
[7] Ibid, Hal 189-192
[8] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, 2006, hal. 113.
[9] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Hal 47-48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_