BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Muwatta’
adalah salah satu kitab hadis tertua produk abad ke-2 H, yang merupakan
karangan dari Imam Besar dalam Mazhab yang empat Imam Malik bin Anas. Muwatta’
merupakan sebuah karya yang tersusun melalui proses yang sangat teliti. Ibnu
‘Abdi al-Bar mengatakan bahwa Imam Malik sangat teliti dalam meriwayatkan hadis
hadis dalam Muwatta’, sehingga tak heran jika para ulama’ salaf dan khalaf
berpendapat bahwa semua hadis dalam Muwatta’ adalah sahih, semua sanadnya
bersambung dan semua hadis mursal dan munqati’ di dalamnya, sanadnya bersambung
dari jalur lain.
Sementara
itu, berbeda dengan pernyataan diatas, Abu Bakar al-Abhary berpendapat bahwa di
dalam Muwatta’ terdapat banyak hadis mursal, mawquf, bahkan ditemukan dua ratus
delapan puluh lima qaul tabi’in. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Ibnu
Hazm bahwa dalam Muwatta’ ditemukan tiga ratus lebih hadis mursal , tujuh puluh
hadis lebih yang tidak diamalkan oleh Imam Malik sendiri, dan banyak hadis da’if.
menurut para ulama’. Kenyataan tentang hadis Imam Malik banyak terdiri dari
qaul sahabat dan tabi’in, bukan sabda Rasul Allah, memang sangat memungkinkan
sekali karena Imam Malik selalu berkumpul dengan para tabi’in ahli madinah.
Ibnu Sa’ad sendiri menggolongkan Imam Malik sebagai tabi’in ahli madinah.
Muwatta’
memang karya monumental, tetapi kehujjahannya dalam Islam masih perlu dianalisa
lagi. Sebab hadis mursal sendiri bukan sebuah hujjah dalam agama, apalagi qaul
tabi’in ataupun juga hadis da’if.
Makalah
ini coba menyajikan beberapa data tentang Imam Malik dan Muwatta’-nya untuk
dijadikan kajian. Meskipun tulisan ini penuh dengan kekurangan karena
keterbatasan penulis dalam melakukan analisa, juga tulisan ini jauh dari
kesempurnaan untuk merepresentasikan semua kajian Muwatta’, penulis berharap
ini dapat menjadi langkah awal untuk mengantarkan kepada siapa saja yang ingin
lebih jauh menelusuri dan mencermati kitab Muwatta’ lebih dalam lagi, dan lebih
dari itu untuk menganalisa apakah Muwatta’ cukup kuat untuk dijadikan pijakan
dasar dalam beragama ataukah sebaliknya ?
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapakah
Imam Malik ?
2.
Apa
hubungan Imam Malik dengan Hadits ?
3.
Apakah
kitab Muwatto’ itu dapat dijadikan Hujjah dalam Islam ?
C.
Tujuan Penulisan
Sebuah
pekerjaan kebiasaannya pasti mempunyai tujuan, yang mana dengan tujuan tersebut
merupakan kunci utama pekerjaan dapat terselesaikan dengan optimal.
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membuka wawasan terhadap sejarah biografi
Imam Malik dan juga tentang kitab karangan beliau Al-Muwatto yang sekarang
penuh dengan khilafiyah tentang keshohihannya. Dan juga makalah ini sebagai
pemenuhan atas tugas yang diberikan oleh dosen kami pada mata kuliah Ulumul
Hadits B.
BAB II
PEMBAHASAN
GAMBARAN UMUM
Nama:
|
Mālik bin
Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi
|
Lahir:
|
|
Meninggal:
|
795, Madinah,
Arab
|
Aliran/tradisi:
|
|
Minat
utama:
|
|
Gagasan
penting:
|
|
Dipengaruhi:
|
|
Mempengaruhi:
|
A.
Biografi Imam Malik Bin Anas
Abu
abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin
Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam malik dilahirkan di Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun kelahiranya
terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik
dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahawa imam malik
dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-Dzahabi meriwayatkan imam malik
dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar malik
berkata :"aku dilahirkan pada 93 H". dan inilah riwayat yang
paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun).[3]
Imam
Malik adalah ahli hadits yang besar, yang mewariskan jejak yang tidak terhapus
dari khasanah pengetahuan Arab. Karyanya yang gemilang adalah Muwatta yang
mendapat tempat yang terhormat di antara himpunan hadits yang langka. Sebagai
guru yang dinilai luar biasa, dan pendiri Madzhab fiqh Maliki, ia menempati
kedudukan yang khas dalam sejarah Islam, dan mempengaruhi generasi Islam waktu
itu, sampai kepada generasi-generasi berikutnya terutama di Afrika dan Spanyol.
Dengan kemauannya yang keras, berjiwa gagah berani, pantang mundur, dan tidak
mengenal takut walaupun terhadap penguasa tertinggi, Imam Malik termasuk
kelompok Islam awal yang hidupnya selalu laksana mercusuar bagi mereka yang
berjuang mewujudkan kebajikan yang lebih mulia dan lebih tinggi di dunia.
Malik
ibn Anas datang dari keluarga Arab yang terhormat, bersetatus sosial tinggi,
baik sebelum maupun sesudah kedatangan Islam. Tanah asal leluhurnya adalah
Yaman, tetapi setelah nenek moyangnya menganut agama Islam, mereka pindah ke
Madinah. Kakeknya, Abu Amir adalah anggota keluarg pertama mereka yang memeluk
agama Islam pada tahun 2 H. para ahli tarikh berbeda pendapat mengenai
kelahiran Imam tersebut. Ibn khalikan menyebut 95 H, tetapi yang umum diterima
adalah 93 H, dan 13 tahun lebih muda dari rekannya yang termasyhur, Imam Abu
Hanifah. Imam Malik berguru di Madinah, pusat pendidikan kerajaan Islam, dan
tempat bermukim sebagian besar sahabat Nabi. Karena itu ia tidak perlu
meninggalkan Madinah untuk menimba ilmu. Kakeknya, serta ayah dan pamannya
semua ahli hadits, dan mereka melatih imam muda itu dalam ilmu hadits dan
cabang ilmu lainnya. Cendekiawan ternama dan termasyhur lain yang mendidik dia
adalah Imam Ja'far Sadiq, Muhammad bin Syahab az-Zahri, Yahya bin Saeb, dan
Rabi Rayi.
Tanpa
putus-putusnya Imam Malik mengabdi di bidang pendidikan selama 62 tahun. Ia
wafat 11 Rabiulawal 179 H pada usia 86. Mengajar, tigas-tugas yang mulia itu,
ditekuni oleh beberapa cendekiawan agung dunia termasuk Plato, Ghazali, Ibn
Khaldun, Imam Abu Hanifah, dan Imam Malik. Reputasi tinggi Imam Malik sebagai
ilmuwan dan guru menarik rakyat dari keempat penjuru kerajaan Islam yang luas
itu. Agaknya, tidak ada guru lain yang pernah menghasilkan ilmuwan berbakat
yang sampai ke puncak sukses berbagai bidang tugas. Mereka yang beruntung
pernah mendapatkan pelajaran dari dia, antara lain ialah para khalifah seperti
Mansur, Imam Syafi', Sufyan Suri, dan Qadi Muhammad Yusuf; ilmuwan seperti Ibn
Syahab Zahri dan Yahya bin Saed Ansari; serta sufi seperti Ibrahim bin Adham,
Dhun-Nun, dan Muhammad bin Fazil bin Abbas. Menurut sumber tarikh yang dapat
dipercaya, jumlah muridnya yang ternama berjumlah lebih dari 1.300 orang. Ciri
ajarannya adalah ketenteraman, disiplin, dan rasa hormat yang tinggi dari murid
terhadap guru. Tidak pernah disiplin mengendur bila ia sedang memberi kuliah
hadits. Pernah Khalifah Abbasiah Mansur membahas hadits Nabi dengan nada agak
keras. Sang Imam marah: "Jangan melengking bila sedang membahas hadits
Nabi," katanya. Ia juga menolak mengajar hadits di kediaman khalifah.
B.
Imam Malik dan Hadis Nabi
Para
ulama bersepakat akan keahlian dan keagungan Imam Malik dalam Hadis, meneliti
perawi, dan menetapkan hukum dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Bahkan sanadnya
dalam periwayatan Hadis dianggap sebagai asahhu al-asanid (sanad yang paling
sahih) menurut ulama Hadis, sehingga ia dijuluki dengan silsilah al-dhahab
(jalur emas), mereka juga bersepakat bahwa Imam Malik adalah seorang perawi
yang thiqah, ‘adil, dabit, dan teliti dalam menerima Hadis.
Imam
Malik teguh dalam memegang Hadis, mengetahui rijal Hadis, sehingga banyak guru
dan teman-temannya yang menerima Hadis darinya. Ia tinggal di Madinah sebagai
tempat bersumbernya Hadis dan wahyu sehingga Imam Malik tidak melakukan rihlah
ke negara lain. Oleh karena itu, kita akan menemukan kebanyakan riwayatnya dari
ahli al-Hijaz dan sedikit sekali dari negeri lain. Orang-orang dari segala
penjuru dunia banyak yang mendatangi Imam Malik untuk belajar Hadis dan
menanyakan berbagai masalah kepadanya karena kecerdasannya dalam ilmu Hadis dan
fikih.
Salah
satu indikasi kecintaannya kepada Hadis Rasulullah SAW. adalah makruhnya
meninggikan suara ketika belajar Hadis. Ia berdalil dengan firman Allah pada
surat al-Hujurat ayat 2 sebagai berikut:
يا أيها الذين امنوا لا ترفعوا أصواتكم فوق صوت النبى
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah engkau tinggikan suaramu di hadapan nabi”
Kecintaan Imam Malik kepada Hadis
mencakup kecintaannya kepada para sahabat Rasulullah SAW.
Berikut ini komentar para ulama
tentang ketinggian dan kecerdasan Imam Malik:
1. Ibnu Mahdi berkata: “tidak ada
seorangpun yang lebih tinggi dari Imam Malik dalam kesahihan Hadis”.
2. Imam Shafi’i berkata: “Jika
datang Hadis, maka Imam Maliklah bintangnya”. Ia juga berkata: “Jika disebut
para ulama, maka Imam Maliklah bintangnya”.
3. Al-Bukhari berkata: “Sanad yang
paling sahih adalah Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar”.
Imam
Malik sangat tawadhu dan sangat mencintai Rasulullah SAW. hingga ia tidak
pernah mengendarai atau menunggang kuda di Madinah sebagai penghormatan kepada
tanah tempat dikuburkannya jasad Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan kecintaan
dan penghormatannya kepada Rasulullah SAW. Salah satu contoh aplikatif
perhatiannya terhadap Hadis nabi adalah karyanya yang monumental dalam bidang
Hadis yaitu kitab al-Muwatta’ yang menghimpun Hadis-Hadis Rasulullah SAW.[4]
Sebagai
ulama hadits, ia menempati kedudukan yang khas di antara bintang-bintang
ilmuwan berbakat seperti penghimpun hadits terkenal Imam Bukhari dan Muslim.
Diriwayatkan bahwa ia selalu menjauhi pergaulan dengan bukan cendekiawan.
Menurut Imam Hanbal, dialah penghimpun satu-satunya yang mendapat gelar
kehormatan tidak pernah menyiarkan hadits sebelum ia sendiri yakin dan puas. Ia
begitu dihargai oleh para ilmuwan lainnya, sehingga ketika pada suatu kali
orang bertanya pada Imam Hanbal mengenai seorang perawi, Imam Hanbal menjawab,
perawi itu pastilah dapat dipercaya, karena Imam Malik telah menyiarkan
rawinya.
Imam
Malik amat menderita ketika menuntut ilmu. Seperti Imam Bukhari, yang pernah
harus hidup selama tiga hari dari daun-daunan dan akar, ia pun terpaksa menjual
tiang rumahnya untuk melunasi ongkos pendidikan. Ia sering mengatakan,
seseorang tidak akan mencapai puncak kemenangan intelektual kecuali sesudah
menghadapi kemiskinan. Kemiskinan ialah ujian hakiki manusia. Ia membaktikan
kekuatan tersembunyi dalam dirinya, kekuatan yang dapat mengatasi semua
kesulitan.
Para
ahli hadits, ilmuwan sezaman dan sesudahnya amat memuji hasil intelektual yang
dicapainya. Abdur Rahman ibn Mahdi, umpamanya, mengatakan tak ada ahli hadits
yang lebih besar dari pada Imam Malik di dunia ini. Imam Ahmad bin Hanbal dan
Imam Syafi'i menyanjungnya sebagai ahli hadits. Ia juga seorang ahli hukum.
Lebih dari 60 tahun ia memberi fatwa di Madinah.
Imam
Malik masyhur oleh ketulusan dan kesalehannya. Ia selalu bertindak sesuai
dengan keyakinannya. Ancaman atau kemurahan hati tidak akan dapat membelokkan
dia dari jalan yang lurus. Sebagai anggota kelompok yang gemilang pada awal
masa Islam, ia tidak dapat dibeli, dan dengan semangat keberaniannya selalu
membuktikan bahwa ia adalah bintang pembimbing bagi para pejuang kemerdekaan.
Ketika
ia berumur 25 tahun, kekhalifahan berada di tangan khalifah Abasiyah, Mansur,
seorang teman yang memandang tinggi kecendekiawannya. Tetapi, Imam Malik
sendiri lebih senang bila Fatimiyyin Nafs Zakiya yang menjadi khalifah. Sumpah
setia rakyat kepada Mansur dinyatakannya tidak mengikat, karena dilakukan
dengan paksaan. Ia mengutip hadits Nabi yang menyatakan ketidakabsahan
perceraian paksa. Ketika Jafar, kemenakan Mansur, diangkat menjadi gubernur
baru Madinah, ia membujuk penduduk kota suci itu mengulang sumpah setia mereka
kepada Mansur. Ia melarang Imam Malik menyiarkan fatwanya tentang
ketidakabsahan perceraian paksa. Sebagai seorang pemegang prinsip yang teguh, dan
pemberani, ia tidak mengacuhkan larangan itu. Akibatnya ia dijatuhi hukuman 70
dera yang dilibaskan ke punggungnya yang telanjang. Dengan baju berlumuran
darah ia diarak di atas unta di sepanjang jalan Madinah. Namun, kebuasan
gubernur itu tetap gagal menggetarkan atau melemahkan hati imam muda itu.
Mendengar kejadian ini, khalifah Mansur segera menghukum gubernur Madinah itu,
dan menyuruh ia memint maaf kepada Imam Malik.
Khalifah
Mansur pernah mengirim uang tiga ribu dinar untuk biaya perjalanan Imam Malik
ke Baghdad, tetapi ia mengembalikan uang itu dan menolak untuk meninggalkan
Madinah, kota makam Nabi.
Pada
174 H, Khalifah Harun ar-Rasyid tiba di Madinah dengan kedua putranya, Amin dan
Ma'mun. Ia memanggil Imam menghadap ke baliurang untuk menceramahkan Muwatta.
Imam datang di baliurang, tetapi menolak memberikan ceramah. Ia berkata:
"Rasyid, hadits ialah pelajaran yang dihormati dan dijunjung tinggi
leluhur Anda. Bila Anda tidak menghormatinya, orang lain pun demikian
juga." Alasan penolakan itu diterima khalifah, dan baginda bersama kedua
putranya bersedia datang ke tempat Imam Malik untuk mengikuti kuliah Imam
tersebut.
Pengendalian
diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam.
Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang
memasuki Masjid Kufa. Tetpi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak
beranjak dari tmpatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang
sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada
penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan,
sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepad Imam Abu Hanifah
yang mengunjunginya. Kaum Muslimin di Arab barat hanya menganut Madzhab Maliki.
[5]
C.
Mengenal Kitab Al-Muwatta’
1)
Definisi
al-Muwatta’
Al-Muwatta’secara
etimologi berarti yang dipermudah dan dipersiapkan. Dikatakan dalam kamus :
ووطأه : هيأ ه وسهله.
“Disiapkan dan dimudahkan”.
Lafadh Al-Muwatta’juga bermakna yang
dibentangkan dan diperbaiki (dibetulkan).
Sedangkan Al-Muwatta’secara
terminologi di kalangan ahli Hadis berarti:
الكتاب المرتب عل الأبواب الفقهية, ويشتمل عل الأحاديث المرفوعة والمو
قوفة والمقطوعة, فهو "كالمصنف" تماما وان اختلفت التسمية.
“Kitab yang disusun berdasarkan
bab-bab fikih, dan mencakup Hadis-Hadis marfu’, mawquf dan maqtu’. Istilah ini
sama dengan istilah al-musannaf meskipun namanya berbeda.”
2)
Sebab
Penyusunannya
Sebab
penamaan kitab ini dengan “Al-Muwatta’” karena pengarangnya memudahkannya untuk
orang-orang. Adapula yang mengatakan bahwa sebab Imam Malikmenamakan kitabnya
dengan Al-Muwatta’ sebagaimana yang diriwayatkan darinya bahwasanya ia berkata
:
"عرضت كتابى هذا على سبعين فقيها من
فقهاء المدينة. فكلهم واطأنى عليه-أى وافقنى عليه-,فسميته الموطأ"
“Saya sampaikan kitabku ini kepada
tujuh puluh fuqaha Madinah, kemudian mereka semua menyetujuiku, kemudian aku
menamakannya “Al-Muwatta’”.
Di
samping itu, Abu Ja’far al-Mansur, salah seorang khalifah Abbasiyah, meminta
Imam Malikuntuk menghimpun Hadis-Hadis yang ada padanya, agar menyusunnya pada
satu buku, dan menyampaikannya kepada orang-orang. Kemudian Imam Malikmenyusun
kitabnya yang kemudian diberi nama “Al-Muwatta’”.
Di
samping sebab-sebab di atas, kondisi pada masa Imam Malik hidup itu menuntutnya
untuk menyusun Hadis dalam sebuah buku, tidak dalam lembaran yang dikhawatirkan
tercecer seperti pada abad I hijriyah. Pada saat yang bersamaan, banyak ulama’
lain di belahan dunia Islam seperti Mesir, Syam, Irak, Yaman, Khurasan, dan
lain-lain juga melakukan hal yang sama dengan Imam Malik.
Imam
Malik sangat bersungguh-sungguh dalam menyusun kitabnya ini, sampai ada yang
mengatakan ia menyusunnya selama empat puluh tahun sebagaimana yang
diriwayatkan Ibnu ‘Abdi al-Barr dari Umar ibn ‘Abdi al-Wahid al-Auza’i,
katanya:
عرضنا على مالك الموطأ فى أربعين يوما فقال: كتاب ألفته فى أربعين سنة
أخذتموه فى أربعين يوما ما أقل ما تفقهون فيه.
“Kami belajar kitab Al-Muwatta’
kepada Imam Malikselama empat puluh hari, lalu Imam Malikberkata: “Kitab yang
saya susun selama empat puluh tahun hanya akan engkau pelajari selama empat
puluh hari. Betapa sedikit yang kalian kuasai darinya.”[6]
3)
Sekelumit
Tentang Kitab Al-Muwatto’
Imam
Malik menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama
waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab
tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda
dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan
yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi
al Mashmudi.
Sejumlah
‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as
Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi
sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata,” Al Muwaththa’adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya.
Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulamamenghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613
hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadits tanpa
penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari orang
kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang
bukan jalur dari Imam Malik sendiri,
karena itu Ibn Abdil
Bar an Namiri menentang
penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’
dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.
Imam
Malik menerima hadits dari 900 orang
(guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits
bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah,
az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang
paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun
yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua
darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya
seperti Asy Safi’i,
Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Malik
bin Anas menyusun kompilasi hadits dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal hingga kini, Al
Muwatta.
Di
antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin
Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir,Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Di
antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin
Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as
Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
4)
Pujian
Ulama untuk Imam Malik
An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia
dan jujur, tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia
ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”.
(Ket:
Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak
senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit
mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan
Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh
ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Imam as-Syafi'i berkata : "Imam Malik adalah Hujjatullah atas
makhluk-Nya setelah para Tabi'in ".[7]
Yahya bin Ma'in berkata :"Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam
(ilmu) Hadits"
Ayyub
bin Suwaid berkata :"Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam
madinah) dan as-Sunnah ,seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat dipercaya".
Ahmad bin
Hanbal berkata:" Jika engkau
melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang
tersebut adalah ahli bid'ah"
Seseorang
bertanya kepada as-Syafi'i :" apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti
imam malik?" as-Syafi'i menjawab :"aku mendengar dari orang yang
lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak
menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang)
menemui yang seperti Malik? "[8]
5)
Derajat
Hadis al-Muwatta’
Imam
Malik hanya meriwayatkan Hadis dari orang yang ‘adil dan terpercaya dalam
sikap, akidahnya, kecerdasan, dan tingkah lakunya. Imam Malikpernah berpesan
agar jangan menimba ilmu dari empat golongan, yaitu: dari orang yang dikenal
bodoh meskipun terpandang, orang yang sering berdusta meskipun tidak dituduh
berdusta kepada Rasulullah SAW., orang yang mengikuti hawa nafsunya sehingga
mengajak orang lain untuk menuruti hawa nafsunya, dan juga dari seorang guru
meskipun dikenal rajin ibadah dan keagungannya jika ia tidak mengetahui apa
yang ia ucapkan.
Di
antara kehati-hatiannya dalam menyeleksi perawi yang thiqah adalah bahwa Imam
Malikpernah menemukan tujuh puluh perawi yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW.
bersabda demikian, dan mereka adalah orang yang amanah (dapat dipercaya)
sehingga jika salah satu dari mereka dipercaya untuk menjaga bait al-mal pasti
mereka amanah. Tetapi tidak boleh menimba ilmu dari mereka karena mereka bukan
orang yang ahli di bidang Hadis dan fatwa. Dalam bidang Hadis dan fatwa ini
dibutuhkan orang yang bertakwa, wara’, profesional, cerdas dan pintar, sehingga
mengetahui secara jelas.
Imam
Malik dikenal sebagai seorang yang tashaddud (teliti dan ketat) dalam
meriwayatkan Hadis, sehingga ia mensyaratkan perawi Hadis haruslah dapat
menghafal kitab sampai dia meyakini bahwa yang ada dalam kitab itu adalah
Hadisnya. Banyak metode dalam meriwayatkan Hadis, tetapi dari beberapa metode
itu ada kemungkinan terjadi perubahan Hadis atau kurang teliti. Oleh karena
itu, Imam Malik hanya menggunakan beberapa metode saja dalam meriwayatkan
Hadis. Di antaranya adalah metode sima’, qira’ah kepada syekh (guru),
mukatabah, dan munawalah. Semua metode ini yang baik dalam periwayatan Hadis.
Tetapi Imam Malik tidak membolehkan metode ijazah, yaitu guru mempersilahkan
muridnya untuk meriwayatkan semua atau sebagian Hadisnya secara detail tanpa
terjadi perubahan. Ia menolak metode ijazah ini karena ia memberikan syarat
agar si al-mujaz lah (murid) yang menerima hadis ini merupakan orang yang
menguasai Hadis sehingga tidak mungkin terjadi perubahan atau penyimpangan. Di
samping itu, ia juga mensyaratkan supaya Hadis yang diriwayatkan dari kitab
syekhnya sesuai dengan yang dimiliki gurunya seolah sama persis. Sarat ketiga
yaitu guru yang memberikan ijazah hendaklah orang yang menguasai Hadis yang
diriwayatkannya, thiqah dalam agama dan periwayatannya, serta dikenal mahir.
Setelah
mengetahui ketelitian Imam Malikdalam meriwayatkan Hadis di atas, tak heran
jika para ulama salaf dan khalaf berpendapat bahwa semua Hadis dalam
al-Muwatta’ adalah sahih, semua sanadnya bersambung, dan semua Hadis mursal dan
munqathi’ di dalamnya, sanadnya bersambung dari jalur lain.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Abu
abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin
Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam malik dilahirkan
di Madinah al Munawwaroh.
Imam
Malik hanya meriwayatkan Hadis dari orang yang adil dan terpercaya dalam sikap,
akidahnya, kecerdasan, dan tingkah lakunya. Di antara kehati-hatiannya dalam
menyeleksi perawi, ia hanya menerima perawi dengan derajat thiqah.
Imam
Malik dikenal sebagai seorang yang tashaddud (teliti dan ketat) dalam
meriwayatkan Hadis, sehingga ia mensyaratkan perawi Hadis haruslah dapat
menghafal kitab sampai dia meyakini bahwa yang ada dalam kitab itu adalah
Hadisnya.
Al-Muwatta’sebagai
kitab Hadis, perlu diteliti kesahihannya. Kesahihan sebuah Hadis dapat kita
lihat dari metode periwayatan yang digunakan Imam Malikdalam kitabnya, sanad
yang digunakannya, serta ketelitian redaksi matannya.
Isi
Muwatta’ tidak hanya dari sabda Nabi, tetapi juga banyak dari ucapan para
sahabat dan perkataan para tabi’in, Dari jumlah hadis yang ada, terdapat banyak
hadis sahih, tetapi tidak sedikit hadis yang dianggap da’if oleh para ulama’.
Sekian
dan demikian, semoga ini menjadi bahan pertimbangan untuk melihat kitab
Muwatta’ dan mengkajinya lebih dalam lagi, terlebih lagi, masih dibutuhkan
analisa yang lebih detail untuk memposisikan Muwatta’ sebagai salah satu kitab
hadis yang dijadikan hujjah dalam agama.
B.
Saran
Dalam
membahas kitab Muwatto’ ini bukan masalah yang kecil dari karena kita hanya
dari masyarakat awam, tidak banyak mengetahui masalah tentang keshohihan kitab
tersebut, jadi menurut kami agar kita semua tidak menjadi orang yang
menyia-nyiakan umur hanya untuk mencari sesuatu yang tidak pasti, maka
sebaiknya kita menjadikan pedoman
kitab-kitab klasik yang menurut orang banyak atau ulama adalah shohih, sebut
saja Muwatto’ ini adalah kitab yang sudah terkenal keshahihannya, mengenai
masalah ada yang dhoif dan maudhu’nya atau segala macam derajat hadits lainnya
kita memegang pendapat ulama, sekaligus mencoba sedikit demi sedikit menyikap
hal tersebut dengan ilmu yang kita miliki, semoga manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
SERATUS MUSLIM
TERKEMUKA, Jamil Ahmad, S. Abdul Majeed, 1988, ISBN : 9839550489,
9789839550481
The Origins of
Islamic Law: The Qurʼan, the Muwaṭṭaʼ dan Madinan ʻAmal, hal. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_