WELCOME

Minggu, 27 November 2011

MANUSIA YANG BERAKAL



KATA PENGANTAR

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

أَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَ مُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَ نْبِيَاءِ

 وَاْلمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.


Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada semulia-mulia Nabi dan Rasul junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, kerabat, sahabat dan pengikut beliau sampai akhir zaman.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan berkat, petunjuk, dan taufik-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.
Dalam kesempatan ini, penulis pribadi mengucapkan terimakasih yang semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “FILSAFAT PENDIDIKAN” dan sebagai tambahan wawasan bagi penulis.
Penulis menyadari, makalah ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, karenanya kritik dan saran tetap diperlukan, dan untuk itu pula sekali lagi diucapkan terima kasih.
Akhirnya dengan mengharap ridha dan karunia-Nya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Allahumma Amin.
                                                                                        
                                                                                            Cempaka, 23 November 2011

                                                                                                                HAFIZ ANSHORI


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................ 4
B.     Rumusan Masalah................................................................................... 5
C.     Tujuan Penulisan..................................................................................... 5
BAB  II : Pembahasan........................................................................................ 6
BAB  III : SIMPULAN..................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 15

  
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang manusia berarti kita berbicara tentang dan pada diri kita sendiri makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang telah disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain. Menurut Ismail Rajfi manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan.[1]
Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya akal. Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai amanah. 
Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu (hati). Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual.[2]
Pemahaman tentang manusia merupakan bagian dari kajian filsafat. Tak mengherankan jika banyak sekali kajian atau pemikiran yang telah dicurahkan untuk membahas tentang manusia . walaupun demikian, persoalan tentang manusia ajan menjadi misteri yang tek terselesaikan. Hal ini menurut Husein Aqil al-Munawwar dalam Jalaluddin[3] karena keterbatasan pengetahuan para ilmuan untuk menjangkau segala aspek yang terdapat dalam diri manusia. Lebih lanjut Jalaluddin  mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk Allah yang istimewa agaknya memang memiliki latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.
Dengan demikian, memang yang menjadi keterbatasan untuk mengetahui segala aspek yang terdapat pada diri manusia itu adalah selain keterbatan para ilmuan untuk mengkajinya, juga dilatarbelakangi oleh faktor keistimewaan manusia itu sendiri. 
Dalam makalah ini kami berupaya untuk menguraikan secara sederhana tentang hakikat manusia dan kedudukannya di alam semesta. Yang sudah tentu hal ini merupakan kajian untuk mempejari penciptaan manusia.
B.     Rumusan Masalah
Setelah membaca dan memahami dari latar belakang masalah yang dipaparkan diatas maka kami membatasi dan merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dan konsep manusia.?
2.      Dan apa hakekat manusia itu sendiri
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membuka wawasan kita semua tentang manusia, Dan yang paling utama sebagai pemenuhan tugas Filsafat Pendidikan pada semester III ini, semoga manfaat!!!.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manusia
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang manusia maka saya akan kemukakan dulu tentang arti manusia itu sendiri dari berbagai sumber.
1.      Konsep al-Basyr
Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur’an dengan menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia basyar adalah anak turun Adam, makhluk fisik yang suka makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar mencakup anak turun Adam secara keseluruhan.[4] Menurut Abdul Mukti Ro’uf,[5] kata basyar disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk mutsanna.
Jalaluddin[6] mengatakan bahwa berdasarkan konsep basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak. Sebagaimana halnya dengan makhluk biologis lain, seperti binatang. Mengenai proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis, ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yaitu:
1.      Prenatal (sebelum lahir), proses penciptaan manusia berawal dari pembuahan (pembuahan sel dengan sperma) di dalam rahim, pembentukan fisik (QS. 23: 12-14)
2.      Post natal (sesudah lahir) proses perkembangan dari bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut (QS. 40: 67)
Secara sederhana, Quraish Shihab[7] menyatakan bahwa manusia dinamai basyar karena kulitnya yang tampak jelas dan berbeda dengan kulit-kulit binatang yang lain. Dengan kata lain, kata basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada di dunia ini. Dan oleh pertambahan usianya, kondisi fisiknya akan menurun, menjadi tua, dan akhirnya ajalpun menjemputnya.[8]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia dalam konsep al-Basyr ini dapat berubah fisik, yaitu semakin tua fisiknya akan semakin lemah dan akhirnya meninggal dunia. Dan dalam konsep al-Basyr ini juga dapat tergambar tentang bagaimana seharusnya peran manusia sebagai makhluk biologis. Bagaimana dia berupaya untuk memenuhi kebutuhannya secara benar sesuai tuntunan Penciptanya. Yakni dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
2.      Konsep Al-Insan
Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa manusia mampunyai potensi untuk dididik.[9]
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi.[10] Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
3.      Konsep Al-Nas
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial.[11] Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri. Karena manusia tidak bisa hidup sendiri.
Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-naas.
4.      Konsep Bani Adam
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya.[12] Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat.[13] 
Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar, penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu: Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna manutup auratnya. Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.
Lebih lanjut Jalaluddin[14] mengatakan konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani Adam, adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya, yang juga mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM. Karena yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta. Sebagaimana yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13).


5.      Konsep Al-Ins
Kata al-Ins dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 18 kali, masing-masing dalam 17 ayat dan 9 surat.[15] Muhammad Al-Baqi dalam Jalaluddin memaparkan al-Isn adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur. Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin, maka manusia adalah makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang tidak tampak.[16]
Sisi kemanusiaan pada manusia yang disebut dalam al-Qur’an dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak biadab”, merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia yang insia itu merupakan kebalikan dari jin yang menurut dalil aslinya bersifat metafisik yang identik dengan liar atau bebas.[17]
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins manusia selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas. Bersifat halus dan tidak biadab. Jin adalah makhluk bukan manusia yang hidup di alam “antah berantah” dan alam yang tak terinderakan. Sedangkan manusia jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada.
6.      Konsep Abd. Allah
M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti dimiliki Allah. Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah, sebagai pernyataan kerendahan diri.
Menurut M.Quraish Shihab, Ja’far al-Shadiq memandang ibadah sebagai pengabdian kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi tiga hal, yaitu:
1. Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan berada di bawah kekuasaan Allah.
2. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
3. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin Allah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah, manusia merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan diri kepada Allah. Yaitu dengan menta’ati segala aturan-aturan Allah.
7.      Konsep Khalifah Allah
Pada hakikatnya eksistensi manusia dalam kehidupan dunia ini adalah untuk melaksanakan kekhalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini., sesuai dengan kehendak Penciptanya. Menurut Jalaluddin peran yang dilakonkan oleh manusia menurut statusnya sebagai khalifah Allah setidak-tidaknya terdiri dari dua jalur, yaitu jalur horizontal dan jalur vertikal.
Peran dalam jalur horizontal mengacu kepada bagaimana manusia mengatur hubungan yang baik dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan peran dalam jalur vertikal menggambarkan bagaimana manusia berperan sebagai mandataris Allah. Dalam peran ini manusia penting menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai alam dan sesama manusia adalah karena penegasan dari Penciptanya.[18]
8.      Manusia Dalam Perspektif Filsafat
Para ahli pikir filsafat mencoba memaknai hakikat manusia. Mereka mencoba manamai manusia sesuai dengan potensi yang ada pada manusia itu. 
Berdasarkan potensi yang ada, para ahli pikir dan ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia di muka bumi ini, para ahli pikir dan ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia dengan sebutan-sebutan sebagai berikut:
a. Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi.
b. Animal Rational, artinya binatang yang berpikir.
c. Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun.
d. Homo Faber, yaitu makhluk yang terampil, pandai membuat perkakas, atau disebut juga tool making animal, yaitu binatang yang pandai membuat alat.
e. Aoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
f. Homo Economicus, yaitu makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
g. Homo Religius, yaitu makhluk yang beragama.
Dalam perspektif filsafat, konsep manusia menurut Jalaluddin[19] juga mencakup ruang lingkup kosmologi (bagian dari alam semester), antologi (pengabdi Penciptanya), philosophy of mind (potensi), epistemology (proses pertumbuhan dan perkembangan potensi) dan aksiologi (terikat nilai-nilai).
Hewan terdekat dengan manusia yang masih bertahan hidup adalah simpanse; kedua terdekat adalah gorila dan ketiga adalah orang utan. Sangat penting untuk diingat, namun, bahwa manusia hanya mempunyai persamaan populasi nenek moyang dengan hewan ini dan tidak diturunkan langsung dari mereka. Ahli biologi telah membandingkan serantaian pasangan dasar DNA antara manusia dan simpanse, dan memperkirakan perbedaan genetik keseleruhan kurang dari 5% [2]. Telah diperkirakan bahwa garis silsilah manusia bercabang dari simpanse sekitar 5 juta tahun lalu, dan dari gorila sekitar 8 juta tahun lalu. Namun, laporan berita terbaru dari tengkorak hominid berumur kira-kira 7 juta tahun sudah menunjukkan percabangan dari garis silsilah kera, membuat gagasan kuat adanya percabangan awal silsilah tersebut.
Berikut beberapa gejala penting dalam evolusi manusia:
§  perluasan rongga otak dan otak itu sendiri, yang umumnya sekitar 1,400 cm³ dalam ukuran volumnya, dua kali lipat perluasan otak simpanse dan gorila. Beberapa ahli antropologi, namun, mengatakan bahwa alih-alih perluasan otak, penyusunan ulang struktur otak lebih berpengaruh pada bertambahnya kecerdasan.
§  pengurangan gigi taring.
§  penggerak bipedal (dua kaki)
§  perbaikan laring / pangkal tenggorokan (yang memungkinkan penghasilan bunyi kompleks atau dikenal sebagai bahasa vokal).
Bagaimana gejala-gejala ini berhubungan, dengan cara apa mereka telah menyesuaikan diri, dan apa peran mereka dalam evolusi organisasi sosial dan kebudayaan kompleks, merupakan hal-hal penting dalam perdebatan yang berlangsung di antara para ahli antropologi ragawi saat ini.
Selama tahun 1990an, variasi dalam DNA mitochondria manusia diakui sebagai sumber berharga untuk membangun ulang silsilah manusia dan untuk melacak perpindahan manusia awal. Berdasarkan perhitungan-perhitungan ini, nenek moyang terakhir yang serupa manusia modern diperkirakan hidup sekitar 150 milenium lalu, dan telah berkembang di luar Africa kurang dari 100.000 tahun lalu. Australia dijelajahi relatif awal, sekitar 70.000 tahun lalu, Eropa +/- 40.000 tahun lalu, dan Amerika pertama didiami secara kasarnya 30.000 tahun lalu, serta kolonisasi kedua di sepanjang Pasifik +/- 15.000 tahun lalu (lihat Perpindahan manusia).
Macam-macam kelompok agama telah menyatakan keberatan atas teori evolusi umat manusia dari sebuah nenek moyang bersama dengan hominoid lainnya. Alhasil, muncullah berbagai perbedaan pendapat, percekcokan, dan kontroversi. Lihat penciptaanargumen evolusi, dan desain kepandaian untuk melihat pola pikir yang berlawanan.
Kerohanian dan Agama
Bagi kebanyakan manusia, kerohanian dan agama memainkan peran utama dalam kehidupan mereka. Sering dalam konteks ini, manusia tersebut dianggap sebagai “orang manusia” terdiri dari sebuah tubuh, pikiran, dan juga sebuah roh atau jiwa yang kadang memiliki arti lebih daripada tubuh itu sendiri dan bahkan kematian. Seperti juga sering dikatakan bahwa jiwa (bukan otak ragawi) adalah letak sebenarnya dari kesadaran (meski tak ada perdebatan bahwa otak memiliki pengaruh penting terhadap kesadaran). Keberadaan jiwa manusia tak dibuktikan ataupun ditegaskan; konsep tersebut disetujui oleh sebagian orang dan ditolak oleh lainnya. Juga, yang menjadi perdebatan di antara organisasi agama adalah mengenai benar/tidaknya hewan memiliki jiwa; beberapa percaya mereka memilikinya, sementara lainnya percaya bahwa jiwa semata-mata hanya milik manusia, serta ada juga yang percaya akan jiwa kelompok yang diadakan oleh komunitas hewani dan bukanlah individu. Bagian ini akan merincikan bagaimana manusia diartikan dalam istilah kerohanian, serta beberapa cara bagaimana definisi ini dicerminkan melalui ritual dan agama.
BAB III
SIMPULAN
SIMPULAN TENTANG HAKEKAT MANUSIA DAN PENDAPAT SAYA TENTANG HAKEKAT MANUSIA ITU SENDIRI
Kata-kata manusia itu mempunyai beberapa konsep seperti: Al-Basyr, Al-Insan, Al-Nas, Bani Adam, Al-Ins, Abd. Allah, dan Khalifah Allah.
Para ahli pikir filsafat mencoba memaknai hakikat manusia. Mereka mencoba manamai manusia sesuai dengan potensi yang ada pada manusia itu. 
Berdasarkan potensi yang ada, para ahli pikir dan ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia di muka bumi ini, para ahli pikir dan ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia dengan sebutan-sebutan sebagai berikut:
a. Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi.
b. Animal Rational, artinya binatang yang berpikir.
c. Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun.
d. Homo Faber, yaitu makhluk yang terampil, pandai membuat perkakas, atau disebut juga tool making animal, yaitu binatang yang pandai membuat alat.
e. Aoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
f. Homo Economicus, yaitu makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
g. Homo Religius, yaitu makhluk yang beragama.
Manusia adalah hewan yang berakal itulah perkataan para filsafat dalam ilmu mantiq, menurut saya : manusia itu memang hewan karena memenuhi kriteria hewan yang mana arti hewan adalah sesuatu yang berada di alam dunia ini nampak dilihat oleh mata dan berjalan serta memenuhi muka bumi ini dalam hal ini juga burung yang terbang dan ikan yang ada di laut, tetapi dalam hal berakal itu masih terlalu sempit, karena mungkin hewan selain manusia memang mempunyai insting bukan akal, tetapi kalau kita telusuri insting mereka juga atas dasar kerja otak yang mereka miliki, jadi yang lebih jelas bahwa manusia itu hewan yang berakal dan mempunyai kemampuan dalam menggunakan akalnya secara bijaksana, itulah hakekat manusia yang tepat menurut saya.
Manusia dianugerahi akal pikiran yang begitu berharga seperti layaknya prosesor komputer yang begitu canggih itu adalah atas karya manusia dengan akalnya sendiri, dan coba bayangkan bagaimana pula dengan akal orang yang menciptakan prosesor itu?
Begitu besar Allah Swt memberikan nikmat yang tak terhingga ini, dengan akal manusia dapat mencipta dan sebagainya. Sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk hidup yang lain ada baiknya sebagai manusia kita berusaha untuk bertindak yang baik jangan rendah seperti binatang, dan juga berdasarkan faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia diantaranya pembawaan dan juga lingkungan menjadi titik bantu kita dalam menjaga dan membuat kepribadian yang baik dalam berbuat dan bergaul karena paling dominan yang membuat kepribadian adalah lingkungan.
Jadi, hakekat manusia yang seutuhnya adalah makhluk hewan yang berakal dan mampu mengembangkan akalnya di setiap waktu kesempatan yang ada dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana dengan garis bawah bagi orang mempunyai iman seutuhnya, karena manusia itu pada hakekatnya juga diciptakan untuk menyembah dan tunduk serta patuh kepada Allah dan menjauhi segala larangannya dengan anugerah akal yang mereka miliki dapat memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk, agar kelak di akhirat mendapat kebahagiaan yang kekal abadi.
Manusia yang beriman dan beramal sholeh itu bisa lebih tinggi derajatnya daripada malaikat, sebaliknya manusia yang kurang imannya dan selalu mengerja kejahatan derajatnya bisa lebih rendah daripada hewan yang hanya menggunakan insting bukanlah akal dalam kehidupanya di dalam dunia ini.
Semoga manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Bintu Syati, Aisyah. Manusia Dalam Perspektif AL-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1999.
Jalaluddin. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997.
Shihab, Quraish. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan. 1996.
Tantowi, Ahmad, Psikologi Pendidikan, Angkasa, Jakarta, 1986.
Mukti Ro’uf, Abdul. Manusia Super. Pontianak: STAIN Pontianak Press. 2008.




[1] Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.hlm.12.
[2] Ibid.hlm.14.
[3] Jalaluddin,op,cit.hlm.11.
[4] Aisyah Bintu Syati. 1999. Manusia Dalam Perspektif AL-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.hlm.2.
[5] Abdul Mukti Ro’uf. 2008. Manusia Super. Pontianak: STAIN Pontianak Press.hlm.3.
[6] Jalaluddin.op,cit.hlm.19.
[7] Quraish Shihab. 1996. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.hlm.279.
[8] Abuddin Nata. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.hlm.31.
[9] Ibid.hlm.29.
[10] Jalaluddin.op,cit.hlm.23.
[11] Ibid.hlm.24.
[12] Quraish Shihab.op,cit.hlm.278.
[13] Abdul Mukti Ro’uf.op,cit.hlm.39.
[14] Jalaluddin.op,cit.hlm.27.
[15] Abdul Mukti Ro’uf.op,cit.hlm.24.
[16] Jalaluddin.op,cit.hlm.28
[17] Aisyah Bintu Syati.op,cit.hlm.5.
[18] Jalaluddin.op,cit.hlm 29-31.
[19] Ibid.hlm.31-33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_