WELCOME

Senin, 20 Juni 2011

KOMPONEN-KOMPONEN DASAR PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan, bagaimanapun juga merupakan hal yang paling urgen dalam kehidupan manusia. Pendidikan dari era dulu hingga kini tetap merupakan hal yang harus diprioritaskan melebihi yang lain.
Tak berbeda juga dengan pendidikan Islam. Islam telah memerintahkan manusia, utamanya kaum muslimin, untuk mencari ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat. Maka dari itu pendidikan merupakan hal urgen dalam Islam, di mana mulai Rasulullah SAW hidup pun, pendidikan merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap kaum muslimin. Pemdidikan Islam pun tentunya mempunyai bagian atau komponen yang berkait satu sama lainnya. Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas tentang komponen pendidikan Islam.
B. Batasan Masalah
Setelah membaca dan memahami latar belakang di atas maka saya membatasi atau merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi dari pendidikan Islam?
2. Apa saja komponen dasar dalam pendidikan Islam?
3. Apa saja komponen dasar kurikulum dalam dunia pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui komponen-komponen yang ada dalam pendidikan Islam.
3. Untuk Mengetahui komponen-komponen kurikulum dalam dunia pendidikan.
4. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN SEKALIGUS PEMECAHAN MASALAH
KOMPONEN-KOMPONEN DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.    PENGERTIAN DASAR
Setiap aktivitas yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai dasar atau landasan tempat berpijak yang kokoh dan kuat. Dasar adalah pangkal tolak suatu aktivitas. Di dalam menetapkan dasar suatu aktivitas manusia selalu berpedoman kepada pandangan hidup dan hukum-hukum dasar yang dianutnya, karena hal ini yang akan menjadi pegangan dasar di dalam kehidupannya. Apabila pandangan hidup dan hkum dasar yang dianut manusia berbeda, maka berbeda pulalah dasar dan tujuan aktivitasnya.
            Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Setiap negara mempunyai dasar pendidikannya sendiri. Ia merupakan pencerminan falsafah hidup suatu bangsa. Berdasarkan kepada dasar itulah pendidikan suatu bangsa disusun. Dan oleh karena itu maka sistem pendidikan setiap bangsa itu berbeda karena mereka mempunyai falsafah hidup yang berbeda.[1]
B.     JENIS DASAR
1.      Dasar Pokok
a.       Al-Qur’an
            Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan al-Qur’an sebagai berikut:
            “Kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat jibril kepada hati Rasulullah anak Abdullah dengan lafadz Bahasa Arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah atas kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia dengan penunjuknya serta beribadah membacanya.”
            Umat Islam sebagai suatu umat yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab suci al-Qur’an, yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, sedah barang tentu dasar pendidikan mereka adalah bersumber kepada filsafat hidup yang berdasarkan kepada al-Qur’an.
            Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik pertama, pada masa awal pertumbuhan Islam telah menjadikan al-Qur’an  sebagai dasar pendidikan Islam di samping sunnah beliyau sendiri.
            Kedudukan, al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipaahami dari ayat al-Qur’an itu sendiri.
Firman Allah:
Artinya:
            “Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) ini melainkan agar kamu dapat menjelqaskan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”(Q.S. al-nahl : 64).
b.      Sunnah
            Sunnnah dapat dijadikan dasar pendidikan Islam karena sunnah menjadi sumber utama pendidikan Islam karena Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai teladan bagi umatnya.
Firman Allah SWT.
Artinya
            “Di dalam diri Rasulullah itu kamu bisa menemukan teladan yang baik...”(Q.S. Al-Ahzab : 21).
            Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti yang dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain. Perkataan atau perbuatan dan ketetapan Nabi inilah yang disebut hadist atau sunnah.
            Adanya dasar yang kokoh ini terutama al-Qur’an dan sunnah, karena keabsahan dasar ini sebagai pedoman hidup sudah mendapat jaminan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Firman Allah SWT:
Artinya:
            “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (Q.S.al-baqarah : 2)
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya:
            “Kutinggalkan kepadamu dua perkara (pusaka) tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. (H R. Bukhari dan Muslim)
            Prinsip menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan bukti sejarah. Dengan demikian barangkali wajar jika kebenaran itu kita kembalikan kepada pembuktian kebenaran pernyataan  Allah SWT dalam al-Qur’an.[2]
2.      Dasar Tambahan
a.       Perkataan, Perbuatan dan Sikap para Sahabat
            Pada masa al-khulafa al-Rasyidin sumber pendidikan dalam Islam sudah mengalami perkembangan. Selain al-Qur’an dan sunnah juga perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat. Perkataan mereka dapat dijadikan pegangan karena Allah sendiri di dalam al-Qur’an yang memberikan pernyataan.
1)      Setelah Abu Bakar dibai’at menjadi khalifah ia mengucapkan pidato sebagai berikut: “Hai manusia, saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukan orang terbaik diantara kamu. Jika aku menjalankan tugas dengan baik, ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat, betulkanlah aku, orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah sehingga aku dapat mengambil hak dari padanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah aku pandang kuat sehingga aku dapt mengembalikan haknya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi jika aku tidak mentaati Allah dan Rasul-Nya, kamu tak perlu mentaati aku.
2)      Umar bin Khatab terkenal dengan sifatnya yang jujur, adil, cakap, berjiwa demokrasi yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifat-sifat Umar ini disaksikan dan dirasakan sendiri oleh masyarakat pada waktu itu Sifat-sifat seperti ini sangat perlu dimiliki oleh seorang pendidik, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai pedagogis dan teladan yang baik yang harus ditiru. Muhammad Salih Samak menyatakan bahwa contoh teladan yang baik dan cara guru memperbaiki pelajarannya, serta kepercayaan yang penuh kepada tugas, kerja, akhlak dan agama adalah kesan yang baik untuk sampai kepada matalamat pendidikan agama.
3)      Usaha-usaha para sahabat dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang, di antaranya:
a)      Abu Bakar melakukan kodifikasi al-Qur’an;
b)      Umar bin Khatab sebagai bapak reaktuator terhadap ajaran Islam yang dapat dijadikan sebagai prinsip strategi pendidikan;
c)      Usman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan ilmiah melalui upaya mempersatukan sistematika penulisan al-Qur’an;
d)     Ali bin Abi Thalib sebagai perumus konsep-konsep pendidikan.

b.      Ijtihad
            Setelah jatuhnya kekhalifahan Ali bin Abi Thalib berakhir pula masa pemerintahan al-khulafah al-Rasyidun dan digantikan oleh khalifah Bani Ummaiyah. Pada masa ini Islam telah meluas sampai ke Afrika utara, bahkan ke Spanyol. Perluasan daerah kekuasaan ini diikuti oleh ulama dan guru atau pendidik. Akibatnya terjadi pula perluasan pusat-pusat pendidikan yang tersebar di kota-kota besar seperti:
1)      Makkah dan Madinah (Hijaz)
2)      Basrah dan Kuffah (Iran)
3)      Damsyik dan Palestina;
4)      Fustat (Mesir)
            Dengan berdirinya pusat-pusat pendidikan di atas, berarti telah terjadi perkembangan baru dalam masalah pendidikan; sebagai akibat interaksi nilai-nilai budaya daerah yang ditaklukkan dengan nilai-nilai Islam. Ini berarti perlu pemikiran yang mendalam tentang cara mengatasi permasalahannya   yang timbul. Pemikiran seperti itu disebut “ijtihad”.
            Para fuqaha’ mengartikan ijtihad dengan berfikir menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmu syariat Islam dalam hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur’an dah Hadist, penetapan hukum dilakukan dengan ijtihad.
            Dengan demikian, ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh fuqaha’-fuqaga’ dalam al-Qur’an dan hadist dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat dilakukan dengan ‘ijma, qiyas, istihsan, mashalih murshalah dan lain-lain.
            Penggunaan ijtihad dapat dilaksanakan dalam seluruh aspek ajaran Islam, termasuk juga aspek pendidikan.
c.       Mashalah Mursalah (Kemaslahatan Umat)
            Mashalah Mursalah yaitu : “menetapkan peraturan atau ketetapan undang-undang yang tidak di sebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindar kerusakan”.
Abdul Wahab Khallaf sebagai berikut:
1)      Keputusan yang diambil tidak menyalahi keberadaan-keberadaan al-Qur’an dan Sunnah
2)      Apa yang diusahakan benar-benar membawa kemaslahatan dan menolak kemudharatan setelah melalui tahapan-tahapan obsevasi penganalisaan.
3)      Kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan yang baru universal yang mencakup totalitas masyarakat.

d.      Urf (Nilai-nilai dan adat Istiadat Masyarakat)
            Urf adalah “sesuatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan jiwa merasa tenang mengerjakan suatu perbuatan, karena sejalan dengan akal sehat yang diterima oleh tabiat yang sejahtera”. Namun tidak semua tradisi yang dapat dijelaskan dasar ideal pendidikan Islam, melainkan setelah melalui seleksi terlebih dahulu. Masud Zuhdi mengemukakan bahwa  urf yang dijadikan dasar pendidikan Islam itu haruslah.
a)      Tidak bertentangan dengan ketentuan nash baik al-Qur’an maupun Sunnah
b)      Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan dan kemudaratan.



3.      Dasar Operasioanal Pendidikan Islam
a.       Dasar Historis
            Dasar historis adalah dasar yang memberikan andil kepada pendidikan dari hasil pengalaman masa lalu berupa peraturan dan budaya masyarakat.
b.      Dasar sosial
            Dasar sosial yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikan itu bekembang, seperti memindahkan, memilih dan mngembangkan kebudayaan.
c.       Dasar Ekonomi
Dasar ekonomi adalah dasar yang memberi perspektif terhadap potensi manusia berupa materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang bertanggung jawab terhadap anggaran pembelanjaannya.
d.      Dasar politik
Yaitu dasar yang memberikan bingkai dan ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
e.       Dasar psikiologis
Yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian, dan penilaian dan pengukuran serta bimbingan.
f.       Dasar fisiologis
Yaitu dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya. Dasar fisiologis adalah dalam rangka menentukan arah, mengontrol serta memilih yang terbaik dari dasar-dasar operasional untuk dapat dilaksanakan.[3]
C.    PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Untuk mengetahui pendidikan Islam lebih jelas, maka kita uraikan terlebih dahulu pendidikan definisi secara umum.
a. Langeveled
Pendidikan adalah usaha, pengaruh dan perlindungan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak supaya cakap di dalam melaksanakan tugas hidupnya.
b. J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita pembekalan uang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada waktu dewasa.
c. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak agar mereka sehingga anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan adan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Pengertian pendidikan menurut UU
1. UU Sisdiknas tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya di masa akan datang.
2. UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat, bangsa, bangsa dan negara.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu upaya atau proses mempercepat perkembangan manusia untuk kemampuan mengemban tugas dan beban hidup, sebagai kodrat manusia yang memiliki pikiran, yakni manusia yang dapat terdidik dan mendidik.
Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani. Dan juga bisa diartikan Pendidikan Islam adalah adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Dari pengertian pendidikan maupun pendidikan Islam di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidian Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan peserta didik menjadi pribadi muslim yang kamil dan berasaskan Islam.
Pendidikan Islam merupakan hal yang terintegrasi dan tak dapat dipisahkan dari ajaran Islam sendiri. Konsep ilmu dalam Islam-sebagai salah satu unsur pendidikan-hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat . Karena itu harus bersifat applicable. Hal ini dapat dilacak dari beragamnya pengetahuan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umat mereka, misalnya, Nuh (as) mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bahtera (surat Hud, 11:37), Daud diberi pengetahuan tentang pembuatan baju besi (surat al-Anbiya’, 21:80), umat Nabi Shaleh memiliki keahlian memahat gunung untuk dijadikan tempat tinggal (surat al-Hijr, 15:82).
D.    KOMPONEN DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 4 komponen, yaitu 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) isi pendidikan dan 5) konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan. Berikut akan diuraikan satu persatu komponen-komponen tersebut.
1. Tujuan Pendidikan
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan danpendidik dalam suatu masyarakat .
Adapun tujuan pendidikan Islam itu sendiri identik dengan tujuan Islam sendiri. Tujuan pendidikan Islam adalah memebentuk manusia yang berpribadi muslim kamil serta berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah QS. Ali Imran ayat 102.
Mengenai tujuan pendidikan, menurut Klaus Mollenhaver yang memunculkan “Teori Interaksi” menyatakan bahwa “di dalam pendidikan itu selalu ada (dijumpai) mengenai masalah tujuan pendidikan”.
2. Peserta Didik
Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ?
Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak didik.
3. Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja.. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah 1) orang dewasa, 2) orang tua, 3) guru/pendidik, dan 4) pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.
Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa , yakni: (1) manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap, (2) manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik, (3) manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri, (4) manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif, (5) manusia yang telah mencapai umur kronologs paling rendah 18 th, (6) manusia berbudi luhur dan berbadan sehat, (7) manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan (8) manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
Orang Tua
Kedudukan orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
Guru/Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasrkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yangingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Selain orang dewasa, orang uta dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
4. Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan.
Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan.
Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama., pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.
5. Konteks yang Memepengaruhi Suasana Pendidikan
Lingkungan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial.
Sarana
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan.
Metode
Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan.
Sistem/Kurikulum
Sistem pembelajaran yang baik akan semakin menambah peluang untuk berhasilnya sebuah pendidikan.
Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
E.     KOMPONEN DASAR KURIKULUM
Kelompok komponen-komponen dasar pendidikan, mencakup konsep dasar dan tujuan pendidikan, prinsip-prinsip kurikulum yang dianut, pola organisasi kurikulum, kriteria keberhasilan pendidikan, orientasi pendidikan, dan sistem evaluasi.

1) Dasar dan Tujuan Pendidikan
Yang dimaksud sebagai konsep dasar dalam hal ini merupakan konsep dasar filosofis dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Dengan adanya dasar, maka pendidikan Islam akan tegak berdiri dan tidak mudah diombang ambingkan oleh pengaruh luar yang mau merobohkan atau mempengaruhinya. Kerna fungsinya tersebut, maka yang menjadi dasar tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh masyarakat tertentu. Begitu pun dengan pendidikan Islam, maka pendidikan Islam mempunyai fundamen yang menjadi landasan tegak berdiri dalam prosesnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Berbicara dasar pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari aliran filsafat pendidikan yang mendasari pendidikan yang diantaranya adalah aliran progresivisme, aliran esensialisme, aliran perenialisme, dan aliran rekonstruksionalisme.
Aliran progresivism menghendaki sebuah pendidikan yang pada hakekatnya progresif, tujuan pendidikan seyogyanya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus, agar siswa sebagai peserta didik dapat berbuat sesuatu yang inteligen dan mampu mengadakan penyesuaian kembali sesuai tuntutan lingkungan. Essentialism menginginkan pendidikan yang bersendikan atas nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan nilai-nilai tersebut hendaknya yang sampai kepada manusia melalui civilisasi dan telah teruji oleh waktu. Pendidikan bertugas sebagai perantara atau pembawa nilai di luar ke dalam jiwa peserta didik, sehingga ia perlu dilatih agar punya kemampuan absorbsi yang tinggi.[4]
Sedangkan perenialism menghendaki pendidikan kembali pada jiwa yang menguasai abad pertengahan, karena ia merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tatanan kehidupan yang ditentukan secara rasional. Dan rekonstruksionalism menginginkan pendidikan yang membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana bebas.[5] Yang jelas adalah bahwa konsep pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan Barat. Pendidikan Islam dalam hal ini sangat memerlukan intervensi wahyu dalam menjawab masalah pendidikan. Sementara pendidikan Barat lebih menonjolkan dan mengagungkan rasio, lewat para pakarnya, tanpa konsultasi dengan wahyu.[6]
Namun yang perlu dimengerti bahwa ketika pendidikan Islam dihadapkan pada problem dasar pendidikannya, maka menurut Naquib al Attas dan al Jamaly cenderung kearah progresivisme dan perenialisme/essensialisme.[7] Sementara bagi Muhaimin dapat dikatakan bahwa konsep dasar filosofis pengembangan kurikulum pendidikan Islam dilandasi oleh paduan dari progresivisme dan essensialisme plus. Progresivisme plus berarti bahwa pengembangan kurikulum pendidikan Islam menempatkan anak didik sebagai individu yang mempunyai berbagai potensi sebagai anugerah Allah dalam rangka meraih kebahagiaan hidupnya. Dalam rangka meraih itu diperlukanm terobosan dan gagasan yang handal dalam rangka memnuhi tuntutan jaman. Tetapi kemudian tak dapat dipungkiri bahwa terobosan tersebut sering sangat peka dan sangat rentan. Sehingga dalam hal ini diperlukan kendali berupa esensi-esensi berupa nilai–nilai ilahi serta insani yang bersumber dari Allah dan rasul-Nya. Sehingga di sinilah essensialisme plus mengambil perannya.[8]
Sementara itu tujuan pendidikan merupakan landasan bagi pemilihan materi serta strategi penyampaian materi terseburt. Tujuan akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen lainnya. Tujuan pendidikan harus berorientasi pada pada hakekat pendidikan yang meliputi beberapa aspek, antara lain: tujuan dan tugas hidup manusia, memperlihatkan sifat-sifat dasar (nature) manusia, tuntutan masyarakat, serta dimensi-dimensi kehiduapn ideal Islam. Dengan memperhatikan hakekat pendidikan Islam tersebut, akan didapatkan sebuah gambaran bagaimanakah seharusnya suatu suatu tujuan pendidikan dirumuskan, agar tujuan pendidikan benar-benar cocok untuk direalisasikan.
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Sementara itu, terkait dengan tujuan pendidikan Islam, menurut Hasan Langgulung sebagaimana dikutip Maksum pada dasarnya adalah tujuan hidup manusia itu sendiri, sebagaimana tersirat dalam Q.S. al Dzariyat ayat 51 :
Artinya : “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembahku”.
Bagi Langgulung tugas pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia.[9] Selain itu masih banyak para pakar yang memberikan rumusan tentang tujuan pendidikan Islam seperti: Imam al Ghazali, Alamsyah Ratu Prawiranegara, Moh. Athiyah al Abrosyi, Abdurrahman  Nahlawy, Moh. Said Ramdhan El Buthi, Zakiyah Daradjat, dan lainnya.
2) Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Prinsip pendidikan Islam merupakan kaidah sebagai landasan supaya kurikulum pendidikan sesuai dengan harapan semua pihak. Dalam hal ini Winarno Suracmad sebagaimana dikutip Abdul Ghofir[10] mengemukakan prinsip kurikulum pendidikan yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilits, dan kesinambungan. Nana Syaodih S. menerangkan bahwa prinsip umum kurikulum adalah prinspi relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektifitas.[11]
Sementara itu al Syaibani menyatakan bahwa prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam adalah : pertautan sempurna dengan agama, prinsip universal, keseimbangan antara tujuan dan isi kurikulum, keterkaitan dengan segala aspek pendidikan, mengakui adanya perbedaan (fleksibel), prinsip perkembangan dan perubahan yang selaras dengan kemaslahatan, dan prinsip pertautan antara semua elemen kurikulum.[12]
3) Pola organisasi kurikulum pendidikan Islam
Organisasi kurikulum di sini merupakan kerangka umum program pendidikan yang akan disampaikan kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Beberapa jenis organisasi kurikulum tersebut antara lain subject curriculum merupakan kurikulum yang direncanakan berdasarkan disiplin akademik sebagai titik tolak mencapai ilmu pengetahuan, correlated curriculum yang mencoba mengadakan integrasi dalam pengetahuan peserta didik, integrated curriculum yang mencoba menghilangkan batas-batas antara berbagai mata pelajaran, core curriculum dan lainnya.[13]
Namun yang perlu dimengerti bahwa beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Dari pandangan tersebut, setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
  1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
  2. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
  3. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
  4. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
  5. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
  6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
4) Orientasi Pendidikan
Orientasi pendidikan perlu dipertimbangkan dalam rangka perumusan kurikulum pendidikan.  Dengan orientasi pendidikan akan dapat diambil sebuah kebijakan dalam rangka memproduk out put pendidikan sesuai yang diinginkan. Dari berbagai pendapat tokoh pendidikan, dapat ditemukan beberapa orientasi pendidikan antara lain: berorientasi pada peserta didik, pada social-demend, pada tenaga kerja, berorientasi masa depan dan perkembangan IPTEK, dan berorientsai pada pelestarian nilai-nilai insani dan ilahi.
5) Sistem Evaluasi Pendidikan Islam
Sistem evaluasi pendidikan dimaksudkan dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologis, didaktis, serta administrasi atau manajerial.
Dalam evaluasi pendidikan harus diperhatikan beberapa hal yaitu: bahwa evaluasi harus bermuara pada tujuan, dilaksanakan secara obyektif, komprehensif dan harus dilakukan secara kontinyu.
Menurut Muhaimin ada satu ciri khas dari sistem evaluasi pendidikan yang Islami, yaitu self-evaluation disamping tetap adanya evaluasi kegiatan belajar peserta didik. Evaluasi semacam ini menjadi penting karena sebagai sosok social being dalam kenyataannya ia tak bisa hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orang lain.[14]
Komponen Pelaksanaan
Kelompok komponen-komponen pelaksanaan pendidikan, mencakup materi pendidikan, sistem penyampaian, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan.


  1. 1. Materi pendidikan
Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Sebagai perantara mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar atau materi pendidikan. Materi pendidikan tersusun atas topik-topik dan sub topik tertentu.
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak sekali tuntutan yang harus dipenuhi lembaga pendidikan pada umumnya, begitu pula Islam, sedangkan waktu yang tersedia terbatas. Sehingga dalam hal ini, menjadi penting menyeleksi materi pendidikan.
Dalam rangka memilih materi pendidikan, Hilda Taba mengemukakan beberapa kriteria diantaranya: (1) harus valid dan signifikan, (2) harus berpegang pada realitas sosial, (3) kedalam dan keluasannya harus seimbang, (4) menjangkau tujuan yang luas, (5) dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa, dan (6) harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat peserta didik.[15]
Islam dengan Al Qur’annya menurut Abdurrahman Saleh Abdullah dipandang sebagai landasan pendidikan Islam yang prinsipnya hendak menyatukan mata pelajaran yang bermacam-macam. Tidak ada klasifikasi mata pelajaran umum dan agama, dimana semua materi termasuk ilmu alam harus diajarkan menurut pandangan Islam.
  1. 2. Sistem Penyampaian
Sistem penyampaian merupakan sistem atau strategi yang digunakan dalam menyampaikan materi pendidikan yang telah dirumuskan. Sistem penyampaian ini paling minim berkaitan dengan metode yang digunakan dalam menyampaikan materi, serta pendekatan pembelajaran. Ketika guru menyusun materi pendidikan, secara otomatis ia juga harus memikirkan strategi yang sesuai untuk menyajikan materi pendidikan tersebut.
Sementara itu Muhaimin mengidentifikasi bahwa sistem pengampaian ini mencakup beberapa hal pokok, yaitu: strategi dan pendekatannya, metode pengajarannya, pengaturan kelas, serta pemanfaatan media pendidikan.[16]
Metode misalnya, ia ikut menentukan efektif atau tidaknya proses pencapaian tujuan pendidikan. Semakin tepat metode yang digunakan, akan semakin efektif proses pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Sehingga dalam hal ini terlihat betapa pentingnya pengetahuan tentang metode bagi seorang guru. Bagi Ahmad Tafsir, pengetahuan tentang metode mengajar yang terpenting adalah pengetahuan tentang cara menyusun urutan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan.[17]
  1. 3. Proses belajar mengajar (pelaksanaan)
Proses pelaksanaan belajar mengajar dalam pendidikan Islam secara umum dilaksanakan dengan lebih banyak mengacu kepada bagaimana seorang peserta didik belajar selain kepada apa yang dipelajari. Sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dan peserta didik dengan lingkungannya.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan belajar mengajar antara lain adalah pola atau pendekatan belajar-mengajar yang digunakan, intensitas dan frekuensinya, model interaksi pendidik-peserta didik , dan / atau  antar peserta didik di dalam dan di luar kegiatan belajar mengajar, serta pengelolaan kelas, serta penciptaan suasana betah di sekolah.
  1. 4. Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
Dalam pendidikan Islam, sangat diperlukan adanya pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan tersebut bisa lingkungan sekolah maupun luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kalau di lingkungan sekolah, siswa dapat belajar dari guru dan sesama temannya, maka di lingkungan luar sekolah juga demikian halnya.
Pemanfaatan  lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar bisa dilakukan dengan cara: melakukan kerja sama dengan orang tua murid, membawa sumber dari luar ke dalam kelas, membawa siswa ke masyarakat, dan sebagainya.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pengertian pendidikan maupun pendidikan Islam di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidian Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan peserta didik menjadi pribadi muslim yang kamil dan berasaskan Islam.
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 4 komponen, yaitu 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) isi pendidikan dan 5) konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan, yakni lingkungan, sarana, metode dan sistem atau kurikulum pendidikan.
Komponen dasar kurikulum pendidikan meliputi:1) Dasar dan Tujuan Pendidikan, 2) Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam, 3) Pola organisasi kurikulum pendidikan Islam, 4) Orientasi Pendidikan, 5) Sistem Evaluasi Pendidikan Islam
B. SARAN
Setelah memahami sedikit demi sedikit tentang komponen-komponen pendidikan Islam, maka kita semoga kita memahami bahwa semua pendidikan itu tidak terlepas dari empat komponen tersebut, yang paling kita ingat bahwa satu komponen yang tidak bisa terlepas yakni pendidik, yang merupakan guru kita atau dosen kita yang harus kita hormati dan juga satu lagi komponen yakni tujuan pendidikan itu sendiri, dari sini kita harus mempunyai visi dan misi dalam suatu pendidikan agar pendidikan yang kita jalani bisa terarah dalam ranah pendidikan yang bermutu.           

DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam,  Filsafat Pendidikan (Sistem dan Metode), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004
Ghofir, Abdul dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah,  Solo, Ramadhani, 1993
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Logos, 1999
Manab, Abdul,Pengembangan Kurikulum, Tulungagung, Kopma IAIN Sunan Ampel, 1995
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam : Sebuah Telaah Komponen dasar Kurikulum, Solo, Ramadhani, 1991
                , Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan : Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2003
Pidarta, Made.. Landasan Kependidikan. Jakarta: aneka Cipta. 2000.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002
Syaefudin, Udin,dan Makmun, Abin Syamsudin,. Perencanaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005.
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1999
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam., CV. Pustaka Setia., Bandung, 1998
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung, Citra Umbara, 2003
UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS
UU SISDIKNAS 1989



[1] Prof. DR.H.Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008, hlm.121.
[2] Ibid,hlm.122-124.
[3] Ibid,hlm.124-131.
[4] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003,hlm.41.
[5] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan (Sistem dan Metode), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004,hlm.26.
[6] Muhaimin,op,cit,hlm.18.
[7] Muhaimin,op,cit,hlm.28.
[8] Muhaimin,op,cit,hlm.22-23.
[9] Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Logos, 1999,hlm.45.
[10] Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah,  Solo, Ramadhani, 1993,hlm.31.
[11] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002,hlm.150-151.
[12] Muhaimin,op,cit,hlm.39-40.
[13] Abdul Manab, Pengembangan Kurikulum, Tulungagung, Kopma IAIN Sunan Ampel, 1995,hlm.24.
[14] Muhaimin,op,cit,hlm.87-88.
[15] Abdul Ghofir dan Muhaimin,op,cit, hlm.37-38.
[16] Muhaimin,op,cit,hlm.184.
[17] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1999,hlm.34.

1 komentar:

Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_