WELCOME

Minggu, 27 November 2011

HAKIKAT MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM


Konsep manusia dalam Al-Quran
Dalam al-quran, manusia berulang kali diangkat derajatnya, dan berulangkali juga direndahkan. Manusia dinobatkan jauh mengungguli alam surga bahkan malaikat, tapi pada saat yang sama mereka tak lebih berarti dengan setan terkutuk dan binatang melata sekalipun. Manusia dihargai sebagai khalifah dan makhluk yang mampu menaklukan alam. Namun, posisi ini bisa merosot ke tingkat yang paling rendah dari segala yang paling rendah.
Abdul Karim al-khatib dalam bukunya al-muslimun wa risalatuhum fi al-hayat dalam menguraikan tentang kedudukan manusia dalam islam mengatakan, manusia sebagaimana Allah Ta’ala ciptakan adalah makhluk yang istimewa, yang tegak di atas kakinya sendiri di antara makhluk-makhluk yang lainnya. Dalam kejadiannya telah terkumpul unsur-unsur makhluk yang lain, tapi ia bukan bagian daripadanya dan tidak serua dengannya.[1]
Gambaran kontradiktif meyangkut keberadaan manusia itu menandakan bahwa makhluk yang namanya manusia itu unik, makhluk yang serba dimensi, ada di antara predisposisi negatif dan positif. Untuk memperoleh gambaran yang jelas menegenai  kontradiksi ini, mari kta lihat beberapa istilah kunci yang mengacu pada makna manusia.
Al-Quran memperkenalkan tiga istilah kunci yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu basyar, al-insan dan annas. Ahli lain menambahkan istilah istilah yang lain yang manegacu pada makna masia yaitu Adam., representasi manusia.
Selanjutnya akan saya uraikan tiga istilah yang telah disebutkan di atas yang terdapat dalam al-quran:
a.       Al-insan
Kata al-insan, disebut sebanyak 65 kali dalam al-quran. Hampir semua ayat yang menyebut manusia dengan menggunakan kata al-insan, konteksnya selalu menampilkan manusia sebagai makhluk yang istimewa, secara moral maupun spritual. Makhluk yang memiliki keistimewaan dan keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Jalaludin rahmat (1994) memberi pengertian luas al-insan ini pada tiga kategori. Pertama, al-insan dihubungkan dengan keistimewaan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi dna pemikul amanah. Kedua, al-insan dikaitkan dengan peridosposisi negatif  yang inheren dan laten pada diri manusia. Ketiga, al-insan disebut-sebut dalam hubungannya dengan proses penciptaan manusia. Kecuali katregori yang ketiga, semua konteksal-insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis dan sepritual.
Al-insan juga dipakai sebagai judul suatu surah tersendiri, yaitu surah 76. Dan memang awal surah itu memberi penjelasan tentang manusia, yang berbunyi:
هل أتى على الانسان حين من الدهر لم يكن شيآ مذ كورا. انا خلقنا الانسان من نطفة امثاج نبتليه فجعلنه سميعا بصيرا.
Artinya “ bukanlah telah datanga atas manusia satu waktu dair masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut ? sesungguhnya kamil telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur kai hendak mngujinya dengan perintah larangan, karena itu ia kami jadikan mendengar dan melihat.
Penyebutan manusia sebagai makhluk biologis justru untuk menegaskan bahwa manusia bukan hanya sekedar itu. Di dalam surah al-thin Allah SWT, menegaskan:
لقد خلقنا الانسان فى أحسن تقويم.
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. 95:4)
Menurut Maulana Muhammad Ali dalam tafsir The Holy Quran, bahwa yang dimaksud dengan istilah Ahsani Taqwim dalam ayat itu adalah ‘daya kemampuan yang luar biasa besarnya untuk maju” yang dimiliki oleh manusia. Atau potensinya untuk berkembang dan mngembangkan diri. Dengan alat itu atau cara itu manusia bisa menangkap sesuatu.
Muhammad Mahmud Hijazy dalam menjelaskan ayat ini mengatakan bahwa manusia dikatakan sebaik-baik bentuk karena manusia memperoleh nikmat (kemampuan jasmani dan rohani) yang tidak dimiliki makhluk-makhluk lain.[2]
Kategori pertama menunjuk pada keistimewaan manusia sebagai wujud yang berbeda dengan makhluk yang lain. Keberadaan dan keistimewaan dalam hal ini juga berarti keunggulan manusia itu bisa dijelaskan sebagaiu berikut. Pertama , Al-quran memandang manusia sebagai “mahkluk unggulan”atau puncak penciptaaan Tuhan. Keunggulan manusia terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan dengan kualitas Ahsanu Taqwim, sebaik-baik penciptaan. Manusia juag disebut makhluka yang dipilih Tuhan untuk mengembankan tugas sebagai khalifah di bumi.
Kedua, manusia adalah makhluk satu-satunya yang dipercaya Tuhan untuk mengembankan Amanah, sebuah beban sekaligus tanggung  jawabnya sebagai makhluk yang di percaya dab diberi mandat mengelola bumi. Menurut fazlurrahman (1990), amanah terkait dengan fungsi kriatif manusia untuk menemukan hukum alam, menguasainya atau dalam istilah al-quran “mengetahui nama-nama semua benda”, dan meneggunakan dengan inisiatif moral untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih baik..
Ketiga, manusia memiikul tugas berat sebagai khalifah dan pemegang amanah yang semua makhluk tidak bersedia, maka manusia dibekali dengan seperangkat kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut. Salah satu kemampuan itu adalah dibekalinya manusia dengan akal kreatif. Melalui akal kreatifnya manusiadiberi  konsesi untik memiliki, menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan kreatif. Sebab, menurut al-quran, manusia adalah makhluk yang diberi ilmu.”dia yang mengajar dengan pena, mengajar insan dengan apa yang tidak diketahuinya” (al-alaq/96:4-6).
Tugas kekhalifahan dan amanah juga membawa konsekuensi bahwa al-insan dibebani atau dihubungkan dengan konsep tanggung jawab, untuk melakukan yang terbaik manusia, karena setiap amalnya dicatat dengan cermat dan diberi balasan yang setimpal.
Ke empat, dalam menagbdi kepada Allah manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi psikologisnya. Jika ia ditimpa musibah ia selalu menyebut nama Allah. Sebaliknya, jika sombong,
b.      Annas
Konsep al-nas mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dalam arti al-nas ini paling banyak disebut al-quran (240 kali). Menariknya, dalam mengungkapkan manusia sebagai makhluk sosial, al-quran t5idak pernah melakukan generalisasi.
Penjelasan konsep ini dapat ditunjukan dalam dua hal. Pertama, banyak ayat yang menunjukan kelompok-kelompok sosial dengan karekteristiknya masing-masing yang satu sama lain belum tentu sama.
Kedua, pengelompokan manusia berdasarkan mayoritas, yang umumnya menggunakan ungkapan aktsar al-nas (sebagian besar manuisa). Memperhatikan ungakapan ini kita menemukan bahwa sebagian besar mayoritas manusia mempunyai kualitas rendah, baik dari segi ilmu maupun iman. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan al-quran bahwa kebanyakan manusia tidak berilmu (7:187; 12:21;28;68;30:6, 30; 45; 26; 34;28, 36; 40:57),  fasiq (5:49), melalaikan ayat Allah (10:92), kafir (17:89; 25:50), dan kebanyakan manusia harus menanggung azab.
c.       Basyar
Manusai sebagai basyar berkaitan erat dengan unsur material yang dilambangkan dengan unsur tanah. Pada keadaan ini, manusia secara otomatis tunduk kepada takdir Allah di alam semesta. Sama taatnya dengan matahari, gunung, hewan dan tumbuhan. Ia tumbuh dan berkembang dan akhirnya mati. Dalam keadaan ini manusia dengan sendirinya(menerima apa adanya tidak punya pilihan). Akan tetapi, manusai sebagai al-insan dan al-nas bertalian dengan unsur hembusan ruh Tuhan. Keduanya tetap dikenakan dengan aturan-aturan (sunnatullah), tetapi ia diberikan kebebasan dan kekuatan untuk tunduk atau melepaskan diri dari hukum itu. Di titik ini manusia menjadi makhluk yang punya kebebasan dan pilihan alternatif.
Ada dua komponen esensial yang membentuk hakikat manusia berbeda dan membedakannya dengan makhluk lain, yaitu potensi mengembangkan ilmu dan iman. Buah dari keduanya adalah ‘amal shalih. Di kedua aspek ini hakikat kemanusiaan sesungguhnya. Karean menurut al-quran sedikit manusia yang beriman dan berilmu, dan lebih sedikit lagi manusia yang beriman dan berilmu. Kelompok terakhir inilah yang disebut al-quran, “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kamu” (al-hujarat, 58:11)[3]


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim al-kahtib, Al-Muslimun Wa Risalatuhum Fi Al-Hayat, Dar Al-Kitab Al-Araby, Beirut, 1982.  
Muhammd Irfan, Mastuk, H.S, Teologi Pendidikan, fisika Agung Insani.  
 Dr. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Akhlak,(Jakarta: PT. Raja Grafindu Persada, 2002)





[1] Abdul Karim al-kahtib, Al-Muslimun Wa Risalatuhum Fi Al-Hayat, Dar Al-Kitab Al-Araby, Beirut, 1982.
[2] Dr. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Akhlak,(Jakarta: PT. Raja Grafindu Persada, 2002)
[3] Muhammd Irfan, Mastuk, H.S, Teologi Pendidikan, fisika Agung Insani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_