BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Sebagai suatu proses, pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saaja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul istilah pendidikan seumur hidup. Dan ada juga yang menyebutnya pendidikan terus menerus.[1]
Keberhasilah suatu pendidikan akan dapat mengubah alam ini (manusianya) dari bodoh menjadi pandai, dari buruk menjadi baik. Pendidikan akan membentuk corak manusia yang dikehendaki Allah swt. Berawal dari pendidikan pula, masyarakat dan Negara dibentuk. Untuk memenuhi hal itu, maka praktek hiidup berniali edukatif di dalam sebuah institusi keluarga, merupakan suatu miniatur kehidupan dunia yang mengarah dan tertuju kepada kehidupan yang sesungguhnya (akhirat). Keluarga dapat menjadi sarana menuju syruga atau pun neraka.[2]
Di dalam keluarga, ada aktor yang paling berperan untuk menjadi “Joki” keluarga itu sendiri. Seorang Ayah, ya... Ayah adalah tokoh yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya keluarga yang bahagia, tentunya bahagia dunia dan akhirat. Tugas seorang ayah adalah selain menjadi kepala rumah tangga adalah sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan keluarganya. Keberhasilan dan kegagalan suatu sistem pendidikan keluarga, menjadi tanggung jawab ayah.
Lain halnya dengan Ibu, ibarat sebuah persuahaan, seorang Ibu layaknya seorang manager operasional pendidikan. Ibulah yang teramat dekat hubungannya dengan keluarga. Sehingga perkembangan anak baik buruknya tergantung peranan sang Ibu (Walaupun tidak mutlak). Seorang Ibu sangat dominan dalam alur keluarga, karena sang Ibu adalah yang paling mengerti dan paling faham situasi di rumah.
Begitulah kiranya sebuah kiasan yang tepat untuk menggambarkan betapa penting peranan pendidikan (Ibu dan Ayah) di dalam sebuah institusi pendidikan keluarga.
Dalam periodisasi pendidikan, sudah akrab ditelinga kita istilah pendidikan pranatal (pemilihan jodoh dan pernikahan) dan pendidikan pasca natal (pendidikan bayi, kanak-kanak, anak-anak dan dewasa).[3]
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang saya kemukakan di atas maka saya membatasi atau merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
A. Bagaimana pendidikan keluarga dalam Islam?
B. Bagaimana periodesasi pendidikan keluarga dalam Islam?
C. Bagaimana menjadikan keturunan atau anak menjadi anak yang berjiwa Islami?
C. Tujuan penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pendidikan dalam keluarga?
2. Mengetahui cara mendidik anak agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah.
3. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN DAN JUGA PEMECAHAN MASALAH
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Sebagai suatu proses, pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul suatu istilah pendidikan seumur hidup (life long education), dan ada juga yang menyebutnya pebdidikan terus menerus (continuing education).
Islam sendiri telah menggariskan tentang proses pendidikan seumur hidup. Dalam suatu riwayat, Rasulullah SAW bersabda: “tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga dimasukkan dalam liang kubur”. Lepas dari sahih atau tidaknya pendapat tersebut, namun itu memberikan suatu masukkan yang cukup berharga bagi pendidikan itu sendiri. Di samping itu, pendapat di atas tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan al-Hadist Mutawir.
A. PENDIDIKAN PRANATAL
Pendidikan pranatal adalah suatu usaha untuk memberi pendidikan pada anak sebelum anak atau bayi lahir ke dunia. Saat ini, tengah berkembang pendidikan pra natal, pendidikan bagi para calon ibu untuk menyiapkan kelahiran seorang generasi unggul dan kompetitif. Pendidikan yang dimulai sejak masa - masa awal kehamilan, memberikan berbagai panduan bagi mereka untuk memulai mendidikan janin dari dalam kandungan.
Saat bayi belum lahir kedunia. Pendidikan yang dimulai sejak masa - masa awal kehamilan atau sebelum hamil, memberikan berbagai panduan bagi mereka untuk memulai mendidikan janin dari dalam kandungan.
Adapun strategi pendidikan pranatal secara umum adalah:
1. Mencari istri yang shalihah
2. Memakan makanan yang halal
3. Memberi ketenangan pada istri agar psikisnya baik yang berpengaruh pada anak
4. Memberi suara musik kelasik pada anak dalam kandungan
5. Memberi sentuhan pada ibu yang mengandung oleh ibu atau suami
6. Membaca surat-surat khusus dalam Al-Qur’an.
Pendidikan Pra Natal merupakan sebuah langkah awal untuk menyiapkan generasi unggul yang diharapkan. Secara formal memang belum ada pendidikan seperti ini. Namun diberbagai rumah sakit, sudah mulai dikembangkan untuk menyiapkan ibu dalam menyambut kelahiran sang buah hati. Namun demikian, pendidikan pra natal yang diperlukan adalah bukan hanya sekedar bagaimana sang ibu siap dalam proses kelahiran. Akan tetapi, lebih diutamakan untuk menyiapkan sang anak tumbuh optimal dalam kandungan. Desain dari Sosio-Psiksi adalah melibatkan peran orang tua yaitu suami dan istri dalam menjalin hubungan harus dibuat harmonis agar menciptakan kondisi psikis janin yang sehat dan juga seorang suami harus sering mengajak bicara janin, menyentuh kandungan dan mengajak bermain janin karena janin telah dapat merasakan kehadiran seorang ayah. Di sini ada hubungan sosio (hubungan manusia dengan manusia yaitu ayah, ibu dan janin) dan juga psikis yaitu terciptanya suasana yang menyenangkan.
Selanjutnya saya paparkan pendidikan pranatal secara rincinya dengan pembahasan sebagai berikut;
1. Fase Pemilihan Jodoh
Fase ini adalah fase persiapan bagi seseorang yang sudah dewasa untuk menghadapi hidup baru yaitu berkeluarga. Salah satu pendidikan yang harus dimiliki oleh seseorang yang sudah dewasa itu adalah masalah pemilihan jodoh yang tepat. Sebab masalah ini sangat mempengaruhi terhadap kebahagiaan rumah tangga nantinya.
Dalam syariat Islam, masalah pemilihan jodoh sudah diatur sedemikian rupa hingga begitu jelas dan gamblangnya baik bagi pelamar maupun yang dilamar. Sehingga jika mereka yang sedang mencari jodoh menerapkan atau mempraktekkan apa yang diajarkan dalam syariat Islam, maka InsyaAllah perkawinan akan berada di puncak keharmonisan, kecintaan dan keserasian.
Menurut R.I Suhartin, memiliki jodoh harus ada syarat dan kriterianya. Kriteria ini dibagi kepada dua golongan yakni; kriteria umum dan kriteria yang bersifat khusus (subjektif). Syarat umum adalah seyogianya jodoh yang dipilih sudah dewasa agar tidak mengalami kesulitan dalam berkeluarga dan syarat khusus tentunya sesuai dengan selera masing-masing. Namun syarat yang terpenting adalah saling mencintai.
Rasulullah telah memberikan gambaran dalam haditsnya mengenai pemilihan calon ostri dan calon suami. Berikut ini ada beberapa hadits yang berkenaan dengan pemilihan jodoh di antaranya;
a) Pemilihan calon istri
Sabda Rasulullah SAW
Artinya :
Tidak akan saling bercinta-cintaan dua yang karena Allah SWT., kecuali yang lebih utama antara keduanya yaitu bagi yang lebih hebat cintanya yang satu terhadap yang lainnya. (HR. Bukhari).
Artinya :
Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Dapatkanlah wanita yang memiliki agama, akan beruntunglah kamu. (HR. Bukhari Muslim).[4]
Dalam hadits yang lain Rasulullah saw bersabda; “Jauhilah oleh kalian rumput hijau yang berada di tempat kotor. Mereka bertanya, apakah yang dimaksud rumput hijau yang berada di tempat yang kotor itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, yaitu wanita yang sngat cantik yang tumbuh (berkembang) di tempat yang tidak baik” (HR. Daruquthni)
Dari penjelasan hadis Rasulullah di atas, maka dapatlah diambil beberapa syarat yang penting untuk memilih calon istri di antaranya :[5]
1) Saling mencintai antara kedua calon menilai.
2) Memilih wanita karena agamanya agar nantinya mendapat berkah dari Allah SWT. Sebab orang yang memilih kemuliaan seseorang akan mendapatkan kehinaan, jika memilih karena hartanya maka akan memperoleh kemiskinan, jika memilih karena kedudukan maka akan memperoleh kerendahan.
3) Wanita yang sholeh
4) Sama derajatnya dengan calon mempelai
5) Wanita yang hidup di lingkungan yang baik
6) Wanita yang jauh keturunannya dan jangan memilih wanita yang dekat sebab dapat menurunkan anak yang lemah jasmani dan bodoh.
7) Wanita yang gadis dan subur (bisa melahirkan).
b) Pemilihan calon suami
Hadis mengenai calon suami tidak banyak ditemukan sebagai mana hadis tentang calon istri. Mengenai calon suami Rasulullah bersabda :
Artinya :
Apabila kamu sekalian didatangi aleh seorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya, maka akan menjadi fitnah di muka bumi ini dan tersarlah kerusakan. (HR. Tirmidzi)
Rasulullah SAW menganjurkan mengambil istri orang yang taat beragama. Menurut Nashih Ulwan, karena alasan berikut: “pasangan yang menetapkan agama sebagai landasan memilih, tidak akan tertandingi oleh harta, keturunan dan kecantikan bersifat sementara, sedangkan agam bersifat abadi bagi kehidupan dunia dan akhirat”
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang memilih kemuliaan sebagai landasan plihan ia akan terhinakan. Dan apabila harta menjadi landasan ia akan merasa kekurangan. Dan apabila keturunan yang dipilihnya sebagai utama ia akan selalu merana.
2. Fase perkawinan/pernikahan
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, masalah perkawinan terdiri dari 2 aspek yakni perkawinan sebagai fitrah insani, perkawinan sebagai kemaslahatan sosial.
Ada beberapa asfek yang dijelaskan oleh syarat Islam yang berhubungan dengan anjuran pernikahan/perkawinan di antaranya:
a. Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah.
b. Perkawinan untuk ketentraman dan kasih sayang.
c. Perkawinan untuk mendapatkan keturunan.
d. Perkawinan untuk memelihara pandangan dan menjaga kemaluan dari kemaksiatan.
Setelah calon dipilih, diadakan peminangan, dan selanjutnya dilaksanakan pernikahan dengan walimat al-urusy-nya. Sesuatu yang menarik dalam pernikahan dalam Islam adalah dibacakannya khutbah nikah sebelum ijab qabul.
Dalam khutbah nikah terkandung nilai-nilai pendidikan, yaitu : peningkatan iman dan amal, pergaulan baik antara suami dengan istri, kerukunan rumah tangga, memelihara silaturahmi, dan mwas diri dalam segala tindak dan perilaku.
3. Fase kehamilan
Salah satu tujuan berumah tangga adalah untuk mendapatkan keturunan, karena itu seorang istri sangat mengharapkan ia dapat melahirkan seorang anak. Sebagai tanda seorang istri akan memiliki seorang anak adalah melalui proses kehamilan selam lebih kurang 9 bulan.
Kemudian setelah terjadi masa konsepsi, proses pendidikan sudah bisa dimulai. Walapun dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan sistem inderct educatioan, tetapi setahap demi setahap proses pendidikan sudah bisa berjalan. Tahap ini sudah selangkah lebih maju dibanding dengan tahap yang pertama. Masa pasca konsepsi disebut juga masa kehamilan yang berlangsung kurang lebih 9 bulan 10 hari, ada juga yang kurang atau lebih dari itu.
Menurut Imam Bawani dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa Perkembangan Dalam Konteks Pendidikan Islam mengatakan bahwa masa kehamilan itu mempunyai beberapa tahapan proses. Pertama; tahap nuthfah. Tahap ini calon anak masih berbentuk tahap ‘alaqah. Setelah berumur 80 hari, nuthfah berkembang bagaikan segumpal darah kental dan bergantung pada dinding rahim ibu. Ketiga yaitu tahap mudghah. Sesudah kira-kira berusia 120 hari, segumpal darah tadi berkembang menjadi segumpal daging. Pada saat itulah si janin sudah siap menerima hembusan ruh dari Malaikat utusan Allah.[6]
Agar dapat memperoleh anak, Islam mengajarkan agar selalu bermohon kepada Allah dengan membaca doa nabi Ibrahim, sebagai mana firman Allah SWT :
Artinya :
“Ya Tuhanku berilah aku anak yana saleh” (QS. As-Shafat ayat 100).
Walaupun al-Qur’an dan Hadits Rasulullah tidak menjelaskan secara langsung dan rinci tentang proses pendidikan yang terdapat dalam peristiwa tersebut, namun Islam melihatnya dari asfek pendidikan minimal ada tiga faktor untuk dibicarakan. Pertama, harus diyakini bahwa periode dalam kandungan pasti bermula dari adanya kehidupan (al-hayat). Keyakinan tersebut berdasarkan pada suatu kenyataan, yaitu terjadi perkembangan.
Kedua, sebagaimana keterangan di atas, yaitu setelah berbentuk sekerat daging (mudghah) Allah mengutus Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Tampaknya ruh inilah yang menjadi titik mula dan sekaligus awal mula bergeraknya motor kehidupan psikis manusia. Berarti pada saat itu, kehidupan janin bersifat biologis, sejak itu sudah mencakup aspek kehidupan psikis.
Ketiga, ada satu aspek penting lagi bagi si janin pada masa dalam kandungan, yaitu aspek agama. Sebenarnya naluri agama pada setiap individu ini sudah menancap sedemikian jauh, bahkan sejak sebelum kelahirannya di dunia nyata, Ungkapan ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.[7]
Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa pendidikan yang dilakukan ketika masa kehamilan adalah pendidikan tidak langsung (indirec education). Adapun prosesnya adalah:
1. Seorang ibu yang telah hamil harus mendo’akan anaknya. Anak pranatal haruslah senantiasa didoakan oleh ibunya, karena setiap muslim meyakini bahwa hakikatnya Allahlah yang menciptakan anak tersebut sedangkan orang tua hanyalah sebatas yang diditipkan olehNya.
2. Seorang Ibu harus senantiasa memakan makanan yang halal dan baik. Karena setiap yang dimakan oleh si Ibu, secara otomatis akan berpengaruh terhadap perkembangan si anak. Selanjutnya, jika ia bermaksud agar anaknya yang pranatal lahir dan dewasa, maka ia harus menjaga benar-benar agar makanan dan minuman yang diberikan kepada anaknya itu haruslah baik dan halal. Makanan dan minuman yang halal tersebut diberinya kepada anak pranatal tentu saja melalui ibu yang mengandungnya. Firman Allah swt: Artinya “makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu yang halal dan yang baik”. (QS. Al-Maidah: 88)
3. Ikhlas mendidik anak. Setiap orang tua haruslah ikhlas dalam mendidik anak pranatl. Yang dimaksud dengan ikhlas adalah bahwa segala amal perbuatan dan usaha terutama upaya mendidik anak pranatl, dilakukan dengan niat karena Allah semata, mendekatkan diri kepada Allah, dan ketaatan pada=Nya, tidak dengan niat mendaptkan pamrih atau balas jasa dari anaknya kelak. Dengan kata lain, mendidik anak pranatal harus diniatkan beribadah, memperhambakan diri kepada Allah swt, serta memelihara amanah Allah swt.
4. Memenuhi kebutuhan istri. Suami harus memenuhi kebutuhan istri yang sedang mengandung, terutama pada masa-masa awal umur kandunganya. Pada masa itu istri didatangi oleh keinginan-keinginan aneh yang kadang-kadang muncul secara tiba-tiba. Suami yang tidak mengerti akan hal itu mungkin sekali kaget salah paham ketika mendapati istrinya sekonyong-konyong berubah.
Pada masa itu hubungan janin sangat erat dengan ibunya. Untuk itu sang ibu berkewajiban memelihara kandungannya, antara lain dengan memakan makanan yang bergizi; menghindari benturan-benturan, menjaga emosinya dari perasaan sedih yang berlaru-larut atau marah yang meluap-luap, menjauhi minuman keras, merokok dan berbagai jenis makanan yang diharamkan Allah SWT, menjaga rahim agar jangan sampai terkena penyakit atau infeksi, dan menjaga agar ibu jangan merokok atau minum alkohol.
B. PENDIDIKAN PASCANATAL (TARBIYAH BA’DA AL-WILADAH)
1. Fase bayi
Masa bayi disebut juga masa mulut (oral phase). Disebut demikian karena bayi dapat mencapai pemuasan kebutuhan hidupnya dengan menggunakan mulutnya. Apabila pemuasan kurang terpenuhi anak dapat menjadi pengisap ibu jari. Ciri khas masa mulut adalah
a. Pada bulan pertama bayi senang tidur, sehingga disebut si penidur.
b. Hidupnya hanya makan, tidur dan dibersihkan seakan-akan hidupnya bersifat vegetatif seperti tumbuh-tumbuhan.
c. Seakan-akan belum ada hubungan dengan dunia luar ( pasif)
d. Apabila bangun, bergerak-gerak secara spontan, menggelepar, membuka dan menutup tangan, menggerakkan badan dan sebagainya.
e. Pada umur empat bulan bayi mulai miring, membalikkan badan dan mengangkat kepala, kemudian belajar merangkak, duduk, berdiri dan pada umur 1 tahun dapat berjalan dengan bantuan.
f. Perkembangan gerakan dari bersifat gerak sentak lama kelamaan makin terperinici sehingga dapt memegang, memukul dan sebagainya.
g. Perasaan semula kabur, kemudian mulai timbal dengan lagu tangis yang bermacam-macam, seorang ibu yang cerdik dapat membedakan antara tangis sedih, sakit, marah daan sebagainya.
Dibandingkan fase perkembangan sebelum anak lahir ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.
a. Mengeluarkan zakat fitrah
b. Mendapat hak waris
c. Menyampaikan kabar gembira dan ucapn selamat atas kelahiran
d. Menyuarakan azan dan ikomah ditelinga bayi
e. Aqiqah
f. Memberi Nama.
2. Fase kanak-kanak
Masa kanak-kanak adalah masa selepas usia dua tahun hingga anak berusia 6 (enam) tahun. Jadi batasnya sejak lepasnya panggilan bayi sampai dia amsuk sekolah. Ini biasanya yang berlaku di Indonesia.
Masa bayi ini dibagi pula kepada dua fase yaitu: fase anal, dan fase pra sekolah.
a. Fase anal (1 – 3 tahun)
Pada masa ini, menurut para ahli psikolog kecerdasan anak dapat dtingkatkan dengan cara: memberikan makanan yang baik terutama zat putih telur, dan anak selalu diajak berkomunikasi dan bermain dengan macam-macam permainan yang cocok dengan usianya.
Ciri-ciri khas yang menonjol pada anak usia ini adalah :
1) Mula-mula sudah dapat berjalan, walaupun belum stabil
2) Mulai belajar makan sendiri
3) Senang mendengar cerita yang berulang-ulang
4) Senang mengerjakan hal yang berulang-ulang, misalnya menjatuhkan barang, dan apabila diberikan dijatuhkan lagi, demikian seterusnya sampai kita menjadi jengkel. Permainan seperti disebut menjatuhkan dan mengambil (drop and puul)
5) Dalam belajar bahasa ia mulai aktif, dengan mulai bertanya “ni, pa”(ini apa?). karena itu jika anak sering bertanya maka jawablah pertanyaan sesuai dengaan tingkat perkembangan anak
6) Pada umur 3 tahun mulai negatif. Tidak mudah menurut karena timbul kemauannya yang keras
7) Mulai memperhatikan anak lain, mula-mula dengan menyentuh dengan jari, badan anak lain.
b. Fase pra sekolah (3 – 6 tahun)
Karakteristik anak pada fase ini:
1) Dapat mengontrol tindakannya
2) Selalu ingin bergerak adalah sesuatu yang alami
3) Berusaha mengenal lingkungan sekeliling
4) Perkembangan yang cepat dalam berbicara
5) Senantiasa ingin memiliki sesuatu, egois, keras kepala, suka protes, menanyai sesuatu berulang kali
6) Mulai membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk
7) Mulai mempelajari dasar perilaku sosial.
3. Fase anak-anak (6 - 12 tahun)
Periode anak-anak dimulai sejak anak berusia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang. EB. Hurlock menyebutkan masa akhir kanak-kanak (late childhood). Sedengkan J.E. Brophy, membatasinya sejak anak berusia 6, ditandai dengan masuknya anak sekolah, hingga usia 12 tahun.
Karakteristik anak pada masa ini :
1) Anak mulai bersekolah
2) Guru mulai menjadi pujaanya
3) Gigi tetap mulai tumbuh
4) Anak mulai gemar membaca
5) Anak mulai malu apabila auratnya dilihat orang
6) Hubungan anak dengan ayahnya semakin erat
7) Anak suka sekali menghafal.
Pada masa ini anak sudah mulai mengenal Tuhan melalui bahasa. Dari kata-kata orang yang berada dilingkungannya yang pada mulanya diterimanya secara acuh tak acuh. Lambat laun tanpa disadarinya akan masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembentukan kepribadiannya, dan menjadi obiek pengalaman agamis.[8]
Mereka juga terlatih mendengar khotbah, doa, dan isi khotbah itu. Suasana jemaah yang hening dan khusu’ mendengarkan khotbah membawanya kepada suatu perasaan baru, bangga, dan kagum.
Menurut Zakiah Daradjat, memperkenalkan sifat-sifat Allah kepada anak pada umur ini hendaknya memilih sifat-sifat Allah yang menyenangkan baginya, seperti Allah maha pengasih, penyayang, penolong, pelindung dan sebagainya.
Sifat-sifat Allah yang menakutkan seperti menghukum, mengazab, memasukkan ke neraka dan sebagainya, janganlah diaajarkan dulu karenaa hal tersebut dapat menimbulkan anak takut dan benci kepada Allah, akibatnya anak menjauhkan diri dari Allah.
4. Fase remaja
Setelah anak melalui masa kanak-kanak dan masa anak-anak, seterusnya ia akan memasuki masa remaja (adolencence). Masa ini berlaangsung dari umur 12 sampai 21 tahun.
Proses pembentukan pendirian hidup atau pandangan hidup atau cita-cita ini dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai hidup di dalam eksplorasi si remaja.
Menurut Sumardi Suryabrata, proses tersebut melewati tiga langkah yaitu:[9]
a) Karena tiadanya pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang dianggap bernilai, pantas dihargai dan dipuja.
b) Selanjutnya, pada taraf yang kedua, objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas; yaitu pribadi-pribadi yang dipandangnya mendukung sesuatu nilai (jadi personifikasi lain-lain)
c) Pada taraf yang ketiga, si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari pendukungnya, nilai sebagai hal yang abstrak.
Remaja pada fase ini semakin mampu dan memahami nilai-nilai norma-norma yang berlaku dalam kehidupan. Untuk itulah periode ini terjadi sangat baik untuk membantu remaja guna menumbuhkan sikap bertanggung jawab dan memahami nilai-nilai terutama yang bersumber dari agam Islam. Setiap remaja secara bertahap harus dibantu menyadari tanggung jawabnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, yang menjadi khalifah dimuka bumi. Dalam konsep sederhana mereka perlu dikenalkan konsep agama tentang sikap yang baik, rasa tanggung jawab di dalam kehidupan untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat.
Najib Khalil al-Amin, menyebutkan bahwa dalam mendidik anak harus mengambil sikap sebagai berikut :[10]
1) Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedag puber dengan melakukan pengamatan.
2) Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke Masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniah.
3) Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
4) Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.
5) Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.
6) Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunnah karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebobrokan moral.
7) Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.
5. Fase dewasa
Netty Hartati, dkk, menjelaskan bahwa masa dewasa ini dapat dibagi kepada tiga tahap.[11]
a) Fase dewasa dini
Yaitu masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif, yaitu suatu masa yang penuh masalah dan ketenangan emosioanl, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas .dan penyesuaian diri pada hidup yang baru. Masa dewasa dini dari umur delapan belas hingga lebih kurang empat puluh tahun.
b) Fase dewasa madya
Fase ini dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat.
Ada sepuluh karakteristik yang biasa terjadi pada usia dewasa madya:
1) Usia madya merupakan periode yang sangat menakutkan
2) Usia madya merupakan usia transisi
3) Masa stres
4) Usia yang berbahaya
5) Usia canggung
6) Masa berprestasi
7) Masa evaluasi
8) Dievaluasi dengan standar ganda
9) Masa sepi
10) Masa jenuh.
c) Fase dewasa akhir (Lansia)
Adapun ciri-ciri usia lanjut ini adalah:
1) Merupakan periode kemunduran
2) Perbedaan individual pada efek menua
3) Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, Jalaluddin mengatakan bahwa sikap keagamaan pada orang dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :[12]
1) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan yang matang bukan sekedar ikit-ikutan.
2) Cenderung bersifat realis sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3) Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam keagamaan.
4) Tngkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri, hingga keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5) Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang luas.
6) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pemikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalm menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan dalam keluarga terbagi kepada dua; yakni pendidikan pranatal dan pendidikan pasca pranatal.
Pendidikan pranatal adalah suatu usaha untuk memberi pendidikan pada anak sebelum anak atau bayi lahir ke dunia. Saat ini, tengah berkembang pendidikan pra natal, pendidikan bagi para calon ibu untuk menyiapkan kelahiran seorang generasi unggul dan kompetitif. Pendidikan yang dimulai sejak masa - masa awal kehamilan, memberikan berbagai panduan bagi mereka untuk memulai mendidikan janin dari dalam kandungan.
Adapun strategi pendidikan pranatal secara umum adalah:
1. Mencari istri yang shalihah
2. Memakan makanan yang halal
3. Memberi ketenangan pada istri agar psikisnya baik yang berpengaruh pada anak
4. Memberi suara musik kelasik pada anak dalam kandungan
5. Memberi sentuhan pada ibu yang mengandung oleh ibu atau suami
6. Membaca surat-surat khusus dalam Al-Qur’an.
Fase pendidikan pranatal terbagi kepada;
1. Fase pemilihan jodoh,
2. Fase perkawinan,
3. Fase kehamilan.
Fase pendidikan pasca pranatal terbagi kepada;
1. Fase bayi,
2. Fase kanak-kanak,
3. Fase anal-anak (6-12 tahun),
4. Fase remaja,
5. Fase dewasa.
B. SARAN
Sungguh besar kekuasaan Allah terhadap hambanya, dengan kekuasaannya manusia dapat belajar sejak masih dalam kandungan sampai ke dunia hingga matinya. Oleh karena itu kita sebagai calon ayah atau ibu, bahkan yang sudah berkeluarga sepantasnya menjaga diri agar nantinya mempunyai keturunan yang diharapkan dan sungguh benar Rasulullah bersabda “ Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.
Hussein Bahreisj, Al Jamius Shahih Bukhari Muslim, Surabaya : CV. Karya Utama.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Garafindo Persada, 1988.
M.Makagiansar, Contiuning Education in Asia and Fasific, (Bangkok Unesco Principal Press, 1987
Najib Khalik al-Amir, Tarbiah Islamiyah, Jakarta: Gema Islami Press, 1996.
Netty Hartati, dkk, Islam dan psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Piagat dalam Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, Jakarta Penerbit Erlangga, 1989.
Prof.DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, kalam mulia, Jakarta.1955.
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 2004.
Training Manajemen Pendidikan, Dep. Pendidikan Yayasan Al-Sofwa. Jakarta
[1] M.Makagiansar, Contiuning Education in Asia and Fasific, (Bangkok Unesco Principal Press, 1987, hlm. 2.
[4] Hussein Bahreisj, Al Jamius Shahih Bukhari Muslim, Surabaya : CV. Karya Utama, hlm. 164.
[7] Rasulullah saw bersabda; Sesungguhnya kamu diciptakan memalui perut ibu (rahim). 40 hari berupa nuthfah, kemudian dari nuthfah berubah menjadi alaqah. Selama 40 hari, kemudian dari alaqah menjadi mudghah selam 40 hari. Lalu Allah mengutus malaikat dan memerintah (malaikat) empat perkara. Dan Allah berfirman pada malaikat. Tulislah ilmunya (manusia), rizkinya, ajalnya dan celaka bahagianya, kemudia malaikat meniupkan roh kepadanya... (HR. Bukhari dan Muslim)
[8] Piagat dalam Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, Jakarta Penerbit Erlangga, 1989, hlm. 154.
[9] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 2004, hlm. 220.
[10] Najib Khalik al-Amir, Tarbiah Islamiyah, Jakarta: Gema Islami Press, 1996, hlm. 130.
[11] Netty Hartati, dkk, Islam dan psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 43.
[12] Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Garafindo Persada, 1988, hlm. 52.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Koment yaaaa...!!! _^-^_