PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau
perbuatan buruk, disebut akhalak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.
Jadi akhlak pada hakikatnya khulk
(budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam
perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan
pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji
menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti
mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah
budi pekerti yang tercela.[1]
Mengejar nilai materi
saja, tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
Bahkan hanya menimbulkan bencana yang hebat, karena orientasi hidup manusia
semakin tidak memperdulikan kepentingan orang lain, asalkan materi yang
dikejar-kejarnya dapat dikuasainya, akhirnya timbul persaingan hidup yang tidak
sehat. Sementara manusia tidak memerlukan lagi agama untuk mengendalikan segala
perbuatannya, karena dianggapnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan
persoalan hidupnya.[2]
Disamping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak
kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa
dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik
kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Swt membuat kita harus
berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada
masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah
secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya.
Pada dasarnya, utusan Tuhan (rasulullah) adalah manusia biasa yang
tidak berbeda dengan manusia lain. Namun demikian, terkait dengan status
“rasul” yang disandangkan Tuhan ke atas dirinya, terdapat ketentuan khusus
dalam bersikap terhadap utusan yang tidak bisa disamakan dengan sikap kita
terhadap orang lain pada umumnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan
pokok masalah yang dibicarakan tentang, “Akhlak Terhadap Rasulullah” maka
rumusan masalah ini difokuskan pada :
- Apa yang
dimaksud dengan Akhlak itu ?
- Apa yang melatarbelakangi berakhlak kepada Rasullah ?
- Bagaimana
cara berakhlak dengan Rasulullah itu ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah bagaimana kita dapat mengerti
cara yang tepat berakhlak kepada Rasullah, dikarenakan beliau adalah seorang
manusia sekaligus rasul yang paling sempurna akhlak diantara makhluk lain
ciptaan Allah. Jadi, tujuan penulisan makalah ini kurang lebih sebagai berikut:
- Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Akidah Akhlak.
- Dengan mempelajari dan memahami bahan makalah
ini, tentang pembahasan Akhlak kepada Rasulullah, maka kita dituntut agar
dapat mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita bisa
menjadi umat yang berbakti kepada Rasulullah. Amien.
D.
METODE
PENULISAN
Dalam
pembuatan makalah ini kami menggunakan 2 metode yakni dengan metode kepustakaan
dan juga dengan mencari bahan-bahan yang sesuai dengan judul yang diberikan
kepada kami melalui blog-blog di internet dan semoga semuanya sesuai dengan apa
yang diharapkan dosen dan semua teman-teman kelas III B.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN AKHLAK
Sebelum melangkah
lebih jauh membahas masalah materi Ilmu Akhlak, seyogyanya perlu dimengerti
terlebih dahulu tentang definisi Ilmu Akhlak itu. Untuk itu pembicaraan
mengenai definisi akhlak, akan ditelusuri melalui dua pendekatan, yaitu
pendekatan dari aspek bahasa (etimologi) dan dari sudut istilah Islam
(terminologi).
1. Definisi Akhlak Secara Etimologi
Menurut pendekatan
etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya
“Khuluqun” (خلق) yang menurut logat diartikan : budi pekerti, perangai, tingkah
laku dan tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan “khalkun” (خلق) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “khaliq”
(خالق)
yang berarti Pencipta dan “Makhluk” (مخلوق ) yang berarti diciptakan.
Perkataan akhlak (bahasa Arab)
adalah bentuk jamak dari kata khulk. Khulk di dalam kamus Al-Munjid berarti
budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. Di dalam Da ’iratul Ma’arif
dikatakan:
“Akhlak ialah sifat-sifat manusia
yang terdidik”.
Bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan
buruk, disebut akhalak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.
Jadi akhlak pada hakikatnya khulk
(budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan
dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.
Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut
pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan
sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti
yang tercela.[3]
2. Definisi “Akhlak” Aspek Terminologi:
Berikut ini akan
dibahas definisi “akhlak” menurut aspek terminologi. Beberapa pakar
mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
a)
Ibn
Miskawih
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu).
b)
Versi
Imam Al-Ghazali
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dulu).
c)
Prof.
Dr. Ahmad Amin
“Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah
kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu,
kebiasaan itu dinamakan akhlaak”.
Menurut Ahmad
Amin, kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang,
sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan
yang lebih besar. Kekuatan yang besar inilah yang bernama akhlak.
Akhlak dermawan
umpamanya, semula timbul dari keinginan berderma atau tidak. Dari kebimbangan
ini tentu pada akhirnya timbul, umpamanya, ketentuan memberi derma. Ketentuan
ini adalah kehendak, dan kehendak ini bila dibiasakan akan menjadi akhlak,
yaitu akhlak dermawan.[4]
B.
IMAN KEPADA RASULULLAH
Rasul itu ialah seorng laki-laki
merdeka yang diberikan wahyu oleh allah tentang agama dan mendapat perintah
supaya menyiarkannya(tabligh)kepada semua makhluk(terutama manusia dan
jin).kalau tidak mendapat perintah bertabligh,maka dia disebut nabi saja.
Jelasnya,seorang Rasul itu
diwajibkan bertabligh untuk menyampaikan syariat agama kepada masyarakat,
sedangkan seorang Nabi tidak ditugaskan demikian. Seorang nabi hanya diwajibkan
memberitahukan kepada masyarakat bahwa dirinya itu nabi dan memberi penerangan
tentang syariat seorang Rasul, terutama mengenai perkara gaib. Para nabi dan
rasul itu adalah hamba-hamba Allah yang paling utama. Firman Allah SWT,
Dan semua mereka itu kami lebihkan
atas sekalian alam (Al-An,am, 6;86)
Adapun banyaknya nabi dan rasul itu
tidak ada yang tahu selain Allah SWT. Kita kaum muslimin wajib percaya bahwa
Allah SWT telah mengutus para Rasul dan mengangkat para nabi dan rasul mulai
dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
Tujuan pokok dari kebangkitannya
para Rasul itu ialah untuk mengajak ummatnya agar beribadah kepada Allah serta
menegakkan agama-nya.
Firman Allah SAW;
Tidaklah kami mengutus seorang rasul
yang sebelum kamu (Muhammad),melainkan kami memberi wahyu kepadanya, yaitu
tiada Tuhan melainkan aku sendiri, sembahlah olehmu akan Aku. (Al-Ambiya,
21;25)
Kehadiran para Rasul adalah untuk
membimbing umat manusia supaya berada dalam jalan yang benar yang dikehendaki
Allah dan Rasulnya, memiliki akhlak mulia dan sopan santun yang mempertinggi
jiwa. Rasul juga berupaya menetapkan hukum-hukum dan segala peraturan yang
harus diikuti oleh manusia selama hidupnya.
Dengan demikian arti beriman kepada
nabi dan rasul adalah tidak cukup hanya dengan pengakuan hati dan lisan saja,
tetapi harus disertai dengan kesediaan melaksanakan seruannya dalam kenyataan
hidup sehari-hari, sehingga manfaatnya lebih terasa lagi.[5]
C.
BAGAIMANA AKHLAK RASULULLAH ITU...?
Beliau
adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Beliau sangat dermawan, paling
dermawan di antara manusia. Pada bulan Ramadhan, beliau lebih dermawan lagi,
lebih kencang memberi dibanding angin yang berhembus.
Jika
memilih urusan, beliau pilih yang paling mudah selama tidak melanggar syariat
Allah. Beliau sangat menghindar dari dosa. Jika diri beliau dizalimi, beliau
sangat sabar. Namun, jika hak Allah yang dilanggar, beliau sangat murka.
Sangat
pemalu melebihi gadis pingitan. Jika beliau tidak menyukai sesuatu, langsung
terlihat pada raut wajahnya. Beliau tidak pernah mencela makanan sama sekali.
Jika beliau suka maka dimakanlah makanan itu. Jika tidak suka, maka beliau
tinggalkan tanpa mencelanya.
(Sumber:
HR. Al-Bukhari, no. 3549, 35554, 3560, 3562, dan 3563)
Bicaranya
sangat fasih dan jelas. Beliau menguasai logat-logat bangsa Arab. Mampu
berbicara pada tiap suku bangsa Arab dengan logat masing-masing suku.
Jika
dimintai sesuatu, beliau tidak pernah menjawab, “Tidak.”
Beliau
sangat pemberani. Berapa banyak para pemberani dan patriot yang jika bertemu
beliau, mereka lari. Ali bin Abi Thalib berkata, “Jika kami sedang
ketakutan dan dikeppung bahaya, kami berlindung kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tak satu pun yang jaraknya lebih dekat kepada musuh selain
beliau.”
Beliau
sangat jujur dan amanah. Sebelum diutus menjadi nabi dan rasul, beliau dijuluki
“Al-Amin”. Al-Amin artinya “yang terpercaya”. Bahkan, musuh pun mengakui
kejujuran dan amanahnya. Abu Jahal pernah berkata, “Kami tidak
mendustakan dirimu, tetapi kami mendustakan ajaranmu.”
Beliau
sangat tawadhu` dan jauh dari sifat sombong. Jika beliau datang ke suatu
majelis, beliau tidak mau disambut seperti raja. Biasanya, jika seorang raja
datang, orang-orang berdiri untuk menyambutnya. Namun Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam tidak ingin disambut seperti raja. Mari kita lihat,
betapa rendah hatinya beliau.
Beliau
biasa menjenguk orang sakit, duduk-duduk bersama orang miskin, memenuhi
undangan hamba sahaya, dan duduk-duduk bersama sahabatnya.
Beliau
sangat suka memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling penyayang, dan
lembut terhadap orang lain, suka memaafkan, dan lapang dada. Terhadap pembantu,
beliau tidak pernah membentak atau menyalahkan pekerjaan pembantunya yang tidak
beres. Terhadap orang miskin, beliau cinta dan suka duduk-duduk bersama. Beliau
menghadiri (pemakaman, ed) jenazah orang-orang miskin, dan tidak mencela orang
miskin karena kemiskinannya.
Beliau
senantiasa gembira, lebih banyak diam. Tawa beliau adalah dengan senyuman. Jika
bicara tidak terlalu pelan dan tidak terlalu keras suaranya. Bicaranya jelas,
bahasanya fasih dan mudah dimengerti.[6]
D.
DASAR PEMIKIRAN AKHLAK TERHADAP RASULULLAH
Berakhlak kepada Rasulullah dapat diartikan suatu sikap yang harus
dilakukan manusia kepada Rasulullah sebagai rasa terima kasih atas
perjuangannya membawa umat manusia kejalan yang benar.
Berakhlak kepada Rasulullah perlu
dilakukan atas dasar pemikiran sebagai berikut:
1.
Rasulullah
SAW sangat besar jasanya dalam menyelamatkan kehidupan manusia dari kehancuran.
Berkenaan dengan tugas ini, beliau telah mengalami penderetin lahir batin,
namun semua itu diterima dengan ridha.
2.
Rasulullah
SAW sangat berjasa dalam membina akhlak yang mulia. Pembinaan ini dilakukan
dengan memberikan contoh tauladan yang baik. Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
﴿الاحزاب٢١ ﴾
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik. (al-Ahzab 21)
3.
Rasulullah
SAW berjasa dalam mejelaskan al-Qur’an kepada manusia, sehingga menjadi jelas
dan mudah dilaksanakan. Penjelasan itu terdapat dalam haditsnya, Firman Allah
SWT:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿ألجمعة ٢﴾
Artinya:
Dialah yang mengutus kepada kamu yang buta huruf seorang Rasul diantara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya, mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS al-Jumu’ah, 62; 2).
4.
Rasulullah
SAW telah mewariskan hadits yang penuh dengan ajaran yang sangat mulia dalam
berbagai bidang kehidupan.
5.
Rasulullah
SAW telah memberikan contoh modek masyarakat yang sesuai dengan tuntunan agama,
yaitu masyarakat yang beliau bangun di Madinah.
E.
CARA BERAKHLAK KEPADA RASULULLAH
Adapun diantara akhlak kita kepada
rasulullah yaitu salah satunya ridho dan beriman kepada rasul , ridho dalam
beriman kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadist
nabi saw;
Aku ridho kepada allah sebagai
tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan rasul.
Beriman kepada nabi dan rasul, yaitu
berarti bahwa kita beriman kepada para Rasul itu sebagai utusan Tuhan kepada
ummat manusia. Kita mengakui kerasulannya dan menerima segala ajaran yang
disampaikannya.
Banyak
cara yang dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah SAW. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW
Mengikuti dan mentaati
Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman.
Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul,
bahkan Allah SWT akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam
derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah:
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ
اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء
وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً ﴿ألنسا ٦٩﴾
Artinya: Dan
barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang
yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya (QS 4:69).
Disamping itu, manakala
kita telah mengikuti dan mentaati Rasul SAW Allah SWT akan mencintai kita yang
membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita
melakukan kesalahan, Allah berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿الإمران٣١ ﴾
Artinya: Katakanlah:
“jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan
mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (QS 3:31)
Oleh karena itu, dengan
izin Allah Swt, Rasulullah SAW diutus memang untuk ditaati, Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ ﴿ألنسا ٦٤﴾
Artinya: Dan Kami
tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (QS
4:64).
Manakala manusia telah
menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan mentaatinya, maka ketaatan
itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt. Dengan demikian,
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang yang
tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah berfirman:
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا
أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً ﴿ألنّسا ٨٠﴾
Artinya: Barangsiapa
mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang
berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka (QS 4:80).
Tunduk dan
patuh kepada ajaran yang disampaikan Rasul. Allah berfirman:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ﴿ألنّور ٥٤﴾
Artinya: Katakanlah: "Ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah
kepada rasul. (QS an-Nur 54).
2.
Mencintai dan memuliakan Rasulullah
Keharusan yang harus
kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau
setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan
kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ
فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾
Artinya: Katakanlah,
jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik (QS 9:24).
Mencintai
ajaran yang di bawanya, Nabi Muhammad SAW, bersabda:
لايؤمن أحدكم حتّى اكون أحبّ اليه من نفسه ووالِده وولَده والنّاس
أجمعين.
Artinya: Tidak
beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada
dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya. (H.R. Bukhari
Muslim).
3.
Mengucapkan sholawat dan salam kepada Rasulullah
Mengucapkan
sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai tanda ucapan terimakasih
dan sukses dalam perjuangannya. Secara harfiyah,
shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah.
Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan
rahmat kepada Nabi, Firman Allah
SWT,
Rasulullah SAW
dalam sabdanya menyatakan sebagai berikut:
البخيل من ذكرت عنده فلم يصلّ علىّ
Artinya: Orang
yang kikir ialah orang yang menyebut namaku didekatnya, tetapinia tidak
bersholawat kepadaku. (H.R Ahmad ).
من صلّى علىّ صلاة صلّى الله عليه بها عشرا
Artinya: Siapa
yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh
kali sholawat. (H.R Ahmad).
إنّ اولى النّاس بى يوم القيامة اكثرهم عليّ صلاة
Artinya: Sesungguhnya
orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat, ialah orang yang paling
banyak bersholawat kepadaku. (H.R Turmudzi).
4.
Mencontoh akhlak Rasulullah.
Jika Rasulullah bersikap kasih saying keras
dalam memperthankan prinsip, dan seterusnya maka manusia juga harus demikian.
Allah berfirman:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً
مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً ﴿الفتح ٢٩ ﴾
Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya.(QS al-Fath 29).
5.
Melanjutkan Misi Rasulullah.
Misi Rasul adalah
menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus
dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan
mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus
dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak
ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan
oleh Rasul Saw:
Sampaikanlah dariku
walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan.
Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan
tempat duduknya di neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Demikian beberapa hal
yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang memiliki akhlak yang
baik kepada Nabi Muhammad Saw.
6. Menghormati
Pewaris Rasul
Berupaya menjaga
nama baiknya dari penghinaan dan cemoohan yang orang-orang yang tidak suka
padanya.[7] Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para
pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada
nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang
dimilikinya.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
غَفُورٌ ﴿٢٨﴾
Sesungguhnya yang takut
kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun (QS 35:28).
Kedudukan ulama sebagai
pewaris Nabi dinyatakan oleh Rasulullah Saw:
Dan sesungguhnya ulama
adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar atau
dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui kepada mereka, maka
barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang
besar (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Karena ulama disebut
pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami
tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian
sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang
harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan
agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti
itu bukanlah ulama yang berarti tidak ada kewajiban kita untuk menghormatinya.
7. Menghidupkan Sunnah Rasul
Kepada umatnya,
Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan
adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik
kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar
tidak sesat, beliau bersabda:
Aku tinggalkan kepadamu
dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Selain itu, Rasul Saw
juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah dengan segala bahayanya,
beliau bersabda:
Sesungguhnya, siapa
yang hidup sesudahku, akan terjadi banyak pertentangan. Oleh karena itu,. Kamu
semua agar berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para penggantiku.
Berpegang teguhlah kepada petunjuk-petunjuk tersebut dan waspadalah kamu kepada
sesuatu yang baru, karena setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu
sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah,
Hakim, Baihaki dan Tirmidzi).
Dengan demikian,
menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu
ditekankan oleh Rasulullah Saw. [8]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Akhlak adalah budi perkerti yang
dilihat dengan kasyaf mata, orang yang berakhlak mulia akan selalu manis
dilihat orang-orang di sekitar.
Rasulullah adalah Uswatun Hasanah
bagi kita semua umat Islam, dari beliau kita mendapat anugerah yang begitu
besar. Bukan hanya Rasulullah Saw, tetapi Rasul-Rasul yang diutus Allah pun
selain Nabi Muhammad Saw juga mempunyai akhlak yang begitu mulia pula.
Akhlak terhadap Rasulullah sendiri
menjadi acuan yang sangat penting bagi kehidupan kita, karena akhlak beliau
yang begitu sempurna kita juga harus memperlakukan beliau dengan begitu
sempurna juga, dilihat dari cerita pada zaman sahabat-sahabat beliau yang
begitu mengagungkan beliau dan begitu hormatnya.
Adapun diantara akhlak kita kepada
rasulullah yaitu salah satunya ridho dan beriman kepada rasul , ridho dalam
beriman kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadist
nabi saw;
Aku ridho kepada allah sebagai
tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan rasul.
Beriman kepada nabi dan rasul, yaitu
berarti bahwa kita beriman kepada para Rasul itu sebagai utusan Tuhan kepada
ummat manusia. Kita mengakui kerasulannya dan menerima segala ajaran yang
disampaikannya.
Banyak
cara yang dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah SAW. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Mengikuti
dan mentaati Rasulullah SAW
2.
Mencintai
dan memuliakan Rasulullah
3.
Mengucapkan
sholawat dan salam kepada Rasulullah
4.
Mencontoh
akhlak Rasulullah.
5.
Melanjutkan
Misi Rasulullah.
6. Menghormati Pewaris Rasul
7. Menghidupkan Sunnah Rasul
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, Abu Jabir
al-Jazairy, Pedoman dan program Hidup Muslim, CV Toha Putra, Semarang,
1984, hlm 48. -http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/drs-h-ahmad-yani-ketua-lppd-khairu-ummah-akhlak-kepada-rasul.
tgl 15. 12. 2011.
Usamah, Abu Masykur, “Aku Cinta
Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam“, cetakan pertama (Juni 2006/Februari
2007), , Penerbit: Darul Ilmi, Yogyakarta.
Asmaran,
Pengantar Studi Akhlak, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002.
Rusli, Nasrun, SH, dkk. Materi
pokok akidah akhlak 1 , Direktorat jenderal pembianaan kelembagaan agama
islam dan universitas terbuka.1993.
Mustofa,
AKHLAK TASAWUF, Pustaka Setia, Banddung, 1997.
Mansyur, Akidah Akhlak II. Penerbit
Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1997, hlm 176.
Zahruddin
AR, Sinaga, Hasanuddin, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo, Jakarta,
2004.
[1] Dr.
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002, Hal.
1-3
[2]
Drs. H. A. Mustofa, AKHLAK TASAWUF, Pustaka Setia, Banddung, 1997. Hal.
16-17.
[3] Dr.
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002, Hal.
1-3
[4]
Drs. Zahruddin AR, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo,
Jakarta, 2004, Hlm. 1-5
[5] Drs. H, Nasrun Rusli, SH, dkk. Materi pokok akidah akhlak 1
, Direktorat jenderal pembianaan kelembagaan agama islam dan universitas
terbuka.1993.
[6]
(Sumber: Ar-Rakhiqul Makhtum, hlm. 489–493)
[7]
Drs. Moh, Mansyur, Akidah Akhlak II. Penerbit Ditjen Binbaga Islam,
Jakarta, 1997, hlm 176.
[8]Abu
Bakar Jabir al-Jazairy, Pedoman dan program Hidup Muslim, CV Toha Putra,
Semarang, 1984, hlm 48. -http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/drs-h-ahmad-yani-ketua-lppd-khairu-ummah-akhlak-kepada-rasul.
tgl 15. 12. 2011.